Rabu, Maret 30, 2011

Penduduk Daerah ‘Siladang’ di Panyabungan: Tak Kenal Maka Tak Sayang


*Dikompilasi dari berbagai sumber

Staf peneliti Balai Bahasa Medan (BBM), Anharuddin Hutasuhut mengindikasikan bahwa di daerah Mandailing terdapat bahasa daerah kedua yakni 'Bahasa Siladang'. Penutur Bahasa Siladang, menurutnya pernah diisukan terancam punah akibat semakin sedikit penutur bahasa tersebut. Namun setelah dilakukan penelitian secara komprehensif oleh BBM (2009), ternyata penutur bahasa tersebut masih cukup banyak--suatu bahasa dapat dikatakan terancam punah kalau penuturnya kurang dari 500 orang, sementara penutur Bahasa Siladang lebih dari dua ribu orang.

Di Desa Aek Banir dan Desa Sipaga-paga Kecamatan Panyabungan, Kabupaten Mandailing Natal hingga masa ini, bahasa sehari-hari yang digunakan adalah bahasa ‘Mandailing Siladang' yang sedikit berbeda dengan bahasa Mandailing. Bahasa Siladang intonasi bahasanya selalu mamakai huruf "o dan e". Sebagai contoh: "pala to sonnari pabilo dope" (versi Bahasa Mandailing: "pala inda sannari andingan dope") yang artinya  "kalau tidak sekarang kapan lagi". [lihat beberapa kosa kata lain pada bagian akhir tulisan]. Munurut laporan Butar-Butar (1984) bahwa penutur Bahasa Siladang pada tahun 1982 berjumlah sekitar 1.200 orang. Berdasarkan laporan J. Kreemer (1912) dalam De Loeboes in Mandailing dinyatakan bahwa orang Lubu yang menjadi cikal bakal penduduk Siladang pada masa kini, dulunya mendiami  11 pemukiman yang mencakup daerah Padang Lawas dan Mandailing. Pada saat dilakukan pendataan pada tahun 1891 jumlah masyarakat Lubu tercatat sebanyak  2.033 jiwa.

Selasa, Maret 29, 2011

Pahlawan Nasional ADAM MALIK

*Untuk melihat semua artikel Sejarah TOKOH Tabagsel dalam blog ini Klik Disini


Fabel Sang Pelanduk atau Si Kancil dalam khasanah sastra lama, memperlihatkan kecerdikan Si Kancil dalam berhadapan dengan makhluk besar seperti gajah, buaya dan harimau. Tak pernah Si Kancil dibina atau direkrut oleh binatang buas seperti buaya, gajah, harimau dan lain-lain. Justru sebaliknya, Si Kancil yang cerdik itu menjinakkan dan memanfaatkan hewan-hewan besar dan buas itu untuk meraih cita-citanya.

Si Kancil adalah julukan Si Bung, panggilan akrab Adam Malik (Pematang Siantar, 22 Juli 1917 - Bandung, 5 September 1984), karena ia seringkali mengamalkan gaya Si Kancil dalam mengatasi berbagai masalah bangsa yang pelik. Itulah sosok seorang nasionalis sejati yang lahir dan dibesarkan dalam kultur orang Mandailing yang kuat mengajarkan bahwa harta paling mahal setelah keimanan adalah pendirian. Kedua harta termahal itu tak pernah digadaikan apa pun tantangannya.

WILLEM ISKANDER (1840-1876): Pelopor Pendidikan dari Sumatera Utara

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Willem Iskander dalam blog ini Klik Disini

Sati Nasution gelar Sutan Iskandar

Baginda Mangaraja Enda, generasi III Dinasti Nasution, mempunyai tiga orang isteri yang melahirkan raja-raja Mandailing. Isteri pertama boru Lubis dari Roburan yang melahirkan putera mahkota Sutan Kumala Sang Yang Dipertuan Hutasiantar. Baginda Mangaraja Enda menobatkan Sutan Kumala Sang Yang Dipertuan Hutasiantar menjadi raja di Hutasiantar dengan kedudukan yang sama dengan dirinya.

Isteri kedua, boru Hasibuan dari Lumbanbalian yang melahirkan empat orang putera yang kelak menjadi raja. Mereka adalah Sutan Panjalinan raja di Lumbandolok, Mangaraja Lobi raja di Gunung Manaon, Mangaraja Porkas raja di Manyabar dan Mangaraja Upar atau Mangaraja Sojuangon raja di Panyabungan Jae.

Sabtu, Maret 26, 2011

Kota Sipirok, Ibukota Kabupaten Tapanuli Selatan: Harapan Desa-Desa Terpencil di ‘Luat Harangan’ di Kecamatan Sipirok


Oleh Akhir Matua Harahap

[Luat Harangan’ yang terdiri dari Desa Pargarutan, Siharbogoan, Panaungan, Gadu, Pangaribuan, Sialang, Liang, Appolu, Saba Tombak, dan Hasahatan di Kecamatan Sipirok merupakan daerah yang sangat tertinggal dibandingkan daerah lain di Kabupaten Tapanuli Selatan. Sebagian besar moda transportasi masih menggunakan kuda, sebab infrastruktur jalan yang sangat buruk, kondisi jalan sampai Desa Gadu masih berbatu dan setelahnya adalah jalan tanah]. Demikian Faisal Reza Pardede, Ketua Naposo Nauli Bulung Napa-Napa ni Sibualbuali Sipirok (NNBS) memulai tulisannya. Seorang anak muda enerjik yang cukup jeli memperhatikan kondisi ‘kebawah’ ketika sebagian besar para pemuda lebih terbiasa melihat ‘keatas’. Baca: Laskar "Pelangi" dari Sipirok Merantau Menuju Medan

Semangat anak muda tersebut mengingatkan saya ketika masa-masa muda—yang dimulai sejak SMA (aktif sebagai Ketua OSIS) dan  aktif sebagai  pandu di Tapanuli Selatan (pernah menjadi sebagai Sekretaris Dewan Kerja Cabang (DKC) Pramuka Kabupaten Tapanuli Selatan dan Ketua Regu Putra Kontingen Pramuka Kabupaten Tapanuli Selatan ke Raimuna Nasional di Cibubur 1981) serta di perguruan tinggi (pernah menjadi Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Tapanuli Selatan/IMATAPSEL). Pada masa-masa itu saya dan kawan-kawan kerap country road ke desa-desa terpencil. Misalnya hiking menelusuri sejumlah desa-desa di lereng sebelah barat Gunung Lubuk Raya yang dikenal sebagai Kecamatan Marancar pada masa ini. Juga pernah menelusuri desa-desa di pantai barat yang kini dikenal sebagai Kecamatan Batahan. 

Selasa, Maret 22, 2011

Daerah Padang Lawas Jelang Sensus Ternak 2011: Howdy!

*Semua artikel Sumatera Tenggara di Asia Tenggara dalam blog ini Klik Disini 
 
Oleh Akhir Matua Harahap

Padang Lawas adalah sebuah kawasan yang sebelumnya masuk bagian Kabupaten Tapanuli Selatan yang sejak dulu dikenal sebagai daerah penghasil ternak yang terbentang dari daerah hulu Gunungtua hingga ke Sibuhuan dan Sosa di perbatasan Riau. Kawasan ini terbilang khas karena  memiliki prairie (padang sabana) bagaikan Texas-nya di wilayah Tapanuli Bagian Selatan. Kini, di kawasan itu telah terbentuk dua daerah otonomi sesuai dengan UU No 37 Tahun 2007 (Kabupaten Padang Lawas Utara) dan UU No 38 Tahun 2007 (Kabupaten Padang Lawas).

Padang Lawas yang juga disebut dengan nama Padang Bolak (padang yang luas) terkenal sebagai padang penggembalaan yang menjadi pusat penghasil ternak kerbau, lembu, dan kambing. Bagi penduduk Padang Bolak, ternak tidak saja dikaitkan dengan kebutuhan kegiatan adat/budaya dan hari raya juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari ekonomi dan perdagangan yang konon mengisi pasar domestik yang mampu melintasi propinsi. Jauh di masa ‘doeloe’ keberadaan populasi ternak yang banyak di wilayah Padang Bolak diduga menjadi alasan Rajendra Cola I membuka wilayah di kawasan ini (yang terlihat dari adanya peninggalan candi).

Minggu, Maret 20, 2011

Sungai Batang Ayumi di Kota Padang Sidempuan: Pelestariannya Mulai dari Pemecahan Masalah Sanitasi (Bagian-1)

Oleh Akhir Matua Harahap

Sungai Batang Ayumi dilihat dari jembatan Siborang (Foto..)
Sungai Batang Ayumi bagi sebagian warga Padang Sidempuan adalah bagian masa lalu yang tidak terlupakan, karena semasa kanak-kanak sungai ini dijadikan sebagai lubuk (kolam berenang) dan arena arung jeram dengan menggunakan ‘batang pisang’. Juga sungai ini menjadi tempat memancing dan ‘manjala’ ikan. Kala itu, sungai ini dimanfaatkan untuk mandi yang membersihkan badan maupun mencuci pakaian. Tapi, pada masa kini, Sungai Batang Ayumi tampak ‘merana’ dan terabaikan, keruh dan tidak jernih, serta kotor dan sebagian masyarakat merasakan air sungai sudah mulai berbau. Akibatnya, Sungai Batang Ayumi sebagai salah satu ‘ikon’ Kota Padang Sidempuan, secara tidak terasa telah turut melunturkan citra kota yang dulu terbilang asri. 

Sunga Batang Ayumi di Padang Sidempuan, 1935 (Foto: KITLV)
Pada masa lalu, sungai ini begitu mempesona, jernih dan bahkan menjadi salah satu alasan di masa ‘doeloe’ untuk dijadikan sebagai bagian benteng pertahanan kota karena arusnya yang deras yang sulit diseberangi. Pada masa kini, sungai ini tampak loyo. Kalau dulu air sungai mampu menutupi lebar sungai, tapi kini, sepintas tampak bagaikan selokan besar yang hanya  bagian sungai yang terdalam saja yang masih terlihat ada arus. Dengan jarangnya terjadi air bah, maka bagian sisi dalam sungai sudah tampak mulai menghijau oleh rumput liar dan semak, sementara bantaran/tepi sungai sudah terlihat terdesak oleh bangunan-bangunan tempat tinggal (yang mungkin melanggar aturan tata ruang).

Sabtu, Maret 19, 2011

Propinsi Tabagsel (Tapanuli Bagian Selatan)

*Semua artikel Sumatera Tenggara di Asia Tenggara dalam blog ini Klik Disini

Masyarakat Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel) sudah saatnya bersatu padu, menyamakan persepsi dan menyatukan langkah melakukan upaya-upaya yang nyata dalam meningkatkan kualitas pendidikan, meningkatkan produktiftas dan meningkatkan kesejahteraan. Salah satu langkah kearah itu ialah membentuk daerah otonomi baru Propinsi Tabagsel. Langkah-langkah kearah itu nampaknya sudah bergulir. Dan sambutan semua tokoh-tokoh Angkola-Mandailing, di Jakarta dan Medan nampaknya sangat antusias.

Diskursus mengenai moratorium pemekaran yang akhir-akhir makin kuat disuarakan seyogianya tidak perlu mengurangi upaya pemerkaran yang murni bagi meningkatkan pembangunan daerah dan kesejahteraan rakyat yang jauh tertinggal seperti Tapanuli Selatan. Bagaimanapun pemekaran telah terbukti mampu memperpendek jarak rentang kendali dan membuat pelayanan publik lebih dekat pada masyarakat di beberapa daerah pemekaran.

Senin, Maret 14, 2011

Panyabungan: Selangkah Lagi Menjadi Sebuah Kota

Kecamatan Panyabungan yang dulunya bagian dari Kabupaten Tapanuli Selatan, kini  semakin mekar seiring dengan terbentuknya Kabupaten Mandailing Natal (UU RI No 12 Tahun 1998). Jumlah kecamatan yang ada sekarang terdiri dari lima kecamatan total penduduk keseluruhan sebanyak 126.171 jiwa (Sensus Penduduk 2010). Jumlah penduduk lima kecamatan di Panyabungan pada saat ini tidak jauh berbeda ketika Padang Sidempuan berubah status menjadi sebuah kota pada tahun 2001 (153.009 jiwa).

Kecamatan
Penduduk
Jumlah
Laki-laki
Perempuan
Angka
Persen
Panyabungan Kota
37.559
39.858
77.417
60.51
Panyabungan Selatan
4.486
4.900
9.386
7.34
Panyabungan Barat
4.181
4.704
8.885
6.94
Panyabungan Utara
9.705
10.258
19.963
15.60
Panyabungan Timur
5.960
6.334
12.294
9.61
Total
61.891
66.054
127.945
100.00

Dengan jumlah penduduk yang memadai, Panyabungan yang dulunya sebuah kecamatan dimungkinkan berubah status menjadi sebuah kota. Sebagaimana dimaksud pada PP No 78 Tahun 2007 tentang Pembentukan Daerah, pembentukan daerah kota dapat berupa pemekaran dari 1 (satu) kabupaten menjadi 2 (dua) kabupaten/kota atau lebih dengan memenuhi cakupan wilayah pembentukan kota paling sedikit 4 (empat) kecamatan. Daerah yang dibentuk sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah tersebut dapat dimekarkan setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan 7 (tujuh) tahun bagi kabupaten. Dengan menghitung mundur dari sekarang pada masa pembentukan Kabupaten Mandailing Natal (1998) selama 12 tahun, maka syarat perlu yang dibutuhkan dalam pembentukan sebuah kota sudah dapat dipenuhi. Kini, tugas berikutnya adalah memenuhi syarat cukupnya, yang secara teknis sebagai berikut:

Sabtu, Maret 12, 2011

Daerah Pakantan: Riwayat Kecamatan Penduduk Paling Sedikit di Tapanuli Bagian Selatan


Daerah Pakantan secara historis merupakan bagian dari Kecamatan Muara Sipongi yang terdiri dari  tujuh huta: Huta Dolok, Huta Gambir, Huta Lancat, Huta Lombang, Huta Padang, Huta Toras dan Huta Julu. Dengan bertambahnya satu, desa Silogun di Pakantan, maka pada tahun 2001 maka separuh dari jumlah desa yang ada di Kecamatan Muara Sipongi berada di daerah Pakantan. Dalam perkembangannya, pada tahun 2007  daerah Pakantan dengan delapan desa yang ada dibentuk menjadi sebuah kecamatan dengan nama Kecamatan Pakantan.

Penduduk Berdasarkan Sensus Penduduk 2010 Menurut Kecamatan di Tapanuli Bagian Selatan

Jumlah penduduk berdasarkan Sensus Penduduk (SP) 2010 menurut kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal,Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kabupaten Padang Lawas, dan Kota Padang Sidempuan.

Kamis, Maret 10, 2011

1000 Desa di Tapanuli Bagian Selatan: Setiap Desa Memiliki Pahlawannya Sendiri

Sebagaimana umumnya komunitas kecil dengan jumlah penduduk yang terbatas (desa dengan ciri small population) kerap mengidentifikasi dirinya dan kampungnya. Identifikasi mereka biasanya dikaitkan dengan siapa tokoh yang berhasil yang berasal dari kampungnya. Hal yang sebaliknya bagi mereka sekampung (sahuta) juga tidak lupa mengidentifikasi siapa yang menjadi tokoh dari kampung (huta) tetangga bahkan huta yang jauh dari huta mereka.

Hal serupa ini sesungguhnya bukan tipikal penduduk huta (desa) di wilayah Tapanuli Bagian Selatan, tetapi juga masyarakat Indonesia umumnya, bahkan mereka yang berada di daerah perkotaan atau level masyarakat yang terpelajar (memiliki pendidikan yang lebih tinggi) juga berlaku fenomena identifikasi diri ini. Misalnya bagaimana mengidentifikasi siapa itu Presiden Amerinka Serika Barack Obama (anak  Menteng); Siapa itu Soekarno, Habibie, Gusdur, SBY dan lainnya. Siapa itu Ken Soetanto, Batara Kesuma, Nelson Tansu dan seterusnya.

Sabtu, Maret 05, 2011

Desa Pulau Tamang di Kabupaten Mandailing Natal: Satu Nusa, Satu Etnis, Satu Bahasa


Desa Pulau Tamang adalah sebuah nama desa di wilayah Tapanuli Bagian Selatan. Dari namanya, desa ini tergolong unik: sebuah pulau yang di dalamnya terdapat sebuah desa—satu-satunya desa di pulau ini. Desa ini secara definitif ‘berdaulat’ sebagaimana desa-desa umumnya di Indonesia, memiliki kepala desa dan perangkat desa lainnya. Desa ini terletak di lautan Indonesia yang merupakan bagian dari Kecamatan Batahan, Kabupaten Mandailing Natal. Jarak pulau ini ke daratan (pantai) Batahan sejauh delapan kilometer yang dapat ditempuh dengan perahu motor selama 30 menit.

Jumat, Maret 04, 2011

Penyandang Cacat di Wilayah Tapanuli Bagian Selatan

Jumlah penyandang cacat berdasarkan jenis cacat menurut kecamatan di Kabuypaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kabupaten Padang Lawas dan Kota Padang Sidempuan.

Cerita sukses penyandang cacat (disability) lihat pada tulisan ini: MENGGAPAI ASA DALAM-GULITA