Senin, Agustus 18, 2014

Bag-3: SEJARAH SIPIROK: Berperan dalam Proses Pembentukan Pemerintahan di Silindung dan Padang Lawas



*Kronologi berdasarkan berita dalam surat kabar tempo doeloe

Dalam bagian kedua serial artikel ini pemerintahan sipil di Onderafdeeling Sipirok, Afdeeling Mandheling en Ankola, Residentie Tapanoelie sudah terbentuk yang mana Controleur berkedudukan di Sipirok. Situasi dan kondisi keamanan di wilayah Sipirok sudah kondusif, pembangunan infrastruktur (jalan dan jembatan) sudah dilakukan, pengadaan fasilitas (terutama pendidikan) sudah ada, ekonomi dan arus perdagangan (terutama kopi) sudah lancar dan sistem sosial masyarakat berjalan lancar. Namun tidak demikian dengan wilayah tetantangganya: Silindung dan Padang Lawas.
Kantor Controleur di Goenoengtoea (KITLV)

Di Silindung, meski Controleur sudah ditempatkan di Sipoholon, akan tetapi aktivitas pemerintahan sipil belum efektif. Para misionaris masih bekerja keras, pejabat sipil masih berkonsentrasi secara bersama-sama dengan militer dalam memulihkan keamanan (perang antar kampong) dan konsolidasi pertahanan (terutama terhadap aktivitas pengikut Sisingamangaraja). Di Padang Lawas, situasi dan kondisi keamanan sudah semakin membaik, meski perlawanan Tuanku Tambusai sudah berhasil dilokalisir, namun perang antar kampong di beberapa tempat masih ditemukan. Proses pembentukan pemerintahan sipil di Padang Lawas tengah dipersiapkan.

Onderafdeeling Sipirok dengan segala kemajuannya, tugas Controleur juga tidak kalah penting untuk ‘mengurusi’ wilayah sisi luar (eksternal) Sipirok yakni di Silindung (termsuk Toba) di sebelah utara dan Padang Lawas di sebelah timur. Controleur Sipirok seakan memiliki tugas rangkap, menjadi semacam perpanjangan tangan Residenti Tapanoelie (di Sibolga) melalui Asisten Residen Mandheling en Ankola (di Padang Sidempuan) dalam pembentukan (struktur) pemerintahan di Residentie Tapanoelie, Governement Sumatra’s Westkust. Pejabat pemerintah di satu pihak dan penduduk di pihak lain di wilayah Onderafdeeling Sipirok sedikit atau banyak telah dilibatkan dan mengambil peran dalam proses terbentuknya pemerintahan di Silindung maupun di Padang Lawas.

Sipirok Kaya dengan Flora dan Fauna

Wilayah Sipirok adalah wilayah yang sangat eksotik. Bagian wilayah terpenting adalah lembah Sipirok yang berada di dataran tinggi yang beriklim sejuk. Akan tetapi sisi-sisi luar lembah ini yang dikelilingi bukit dan gunung juga menyimpan beragam flora dan fauna. Orang ‘bule’ pertama yang melihat eksotisme Sipirok ini adalah dr. Ftanz Wilhelm Junghuhn yang melakukan ekspedisi di wilayah selatan Tapanuli (1840-1845), termasuk di Sipirok. Sebagian dari laporan ekspedisi ini telah dibukukan tahun 1852 dengan judul ‘Java, Zijne Gedaante, Zijn Plantentooi en Inwendige Bouw’. Dr. Junghuhn di wilayah Sipirok telah melakukan observasi di lereng Sibualbuali dari arah Pageroetang (Pargarutan), lembah Saligoendi (Sialagundi), Lembah Sipirok dan lereng Sibualbuali dari arah Sipirok, Poeloe Mario (Bulumario) dan Arseh (Arse).

Pengajaran. Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 07-08-1879 (seorang murid di Aijer Bangies terhadap mentornya dalam hal bidang fisika dan botani): ‘ucapan terimakasih kepada inspektur Wilken di Sipirok’.

Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 12-08-1879 (seorang peneliti flora dan fauna bernama W. Kramm menulis tanggal 8 Agustus 1879): ‘saya sudah ke Batangtoru lalu ke Padang Sidempoean (dan Loeboek Raja). Dari sana aku pergi ke Sipirok untuk mencoba pada akhirnya untuk menemukan bidang yang menguntungkan bagi studi saya dan harapan ini saya tidak terduga. Di sini saya menemukan semuanya, yang diinginkan hatiku yang di tempat sebelumnya tidak ditemukan, terutama insek atau serangga. Soal penduduknya, mereka kelihatannya tampak malas, mungkin karena mereka hanya membutuhkan sedikit (subsisten). Tampak lamban, mereka berada di sekitar rumah saja, seolah-olah hanya renang, tidak ingin menangkap ikan bahkan ikan yang paling lezat, dan jika ditanya pertanyaan mengapa, mereka tidak bersemangat dan mengatakan: Allah ... tobat. Soesah!’

Bencana alam.Java-bode: nieuws, handels-en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 19-04-1879: ‘hujan merata di Marantjar, BatangTaro dan Si Pirok (Keresidenan Tapanoelie). Di Sipiroksche sejumlah bidang sawah mengalami rusak berat oleh banjir besar yang berlangsung pada paruh pertama bulan ini. Di sana, dimana lapangan pekerjaan dilakukan padi, terpaksa bekerja secara paksa di kebun teh. Dalam Si piroksche hujan lebat ini juga membawa banyak kerusakan pada pohon kopi yang tengah mekar penuh, hasil panen dan juga persiapan kopi tidak bisa menemukan secara teratur lagi.

Kesehatan.Java-bode: nieuws, handels-en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 13-08-1879: ‘di Keresidenan Tapanoli di Groot Mandheling, Sipirok dan Ankola, banyak kasus demam’.

Penjajakan ke Padang Lawas dan Harmoni (Berbagi) di Sipirok

Satu budaya, dua agama, ada pasang surut dan ada juga dimana harus berbagi dalam harmoni. Itulah Sipirok. Dari dulu hingga pada masa kini. Jika di Sipirok, segala sesuatunya sudah melembaga (pemerintahan, infrastruktur dan social ekonomi), tidak demikian di Padang Lawas. Di Padang Lawas, perlawanan Tuanku Tambusai meski dianggap sudah lama hilang, namun dalam proses memulai pemerintahan (penempatan Controleur) masih diperlukan penjagaan yang ketat. Untuk mengisi kekosongan pemerintahan sipil di Padang Lawas fungsi Controleur Sipirok diperluas ke Padang Lawas. Jalur lama ke Padang Lawas dari Sipirok dilakukan melalui dataran tinggi/pegunungan  dengan menggunakan kuda yakni melalui Sialagundi, Aek Mandoerana, Goenoeng Manoengkap terus ke hilir sepanjang daerah aliran sungai hulu Sungai Barumun.

Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 26-08-1879: ‘kunjungan Resident Boyle dari Sibolga tiba di Padang Sidempoean tanggal 6 Juli untuk bersiap-siap ke Padang Lawas. Kunjungan dalam penjajakan ke Padang Lawas.Residen didampingi oleh pejabat di Padang Sidempoean dan juga Sipirok. (juga disebutkan) dalam perjalanan pulang, Residen di Padang Sidempoean pada tanggal 10 Agustus dikunjungi oleh Maharadja Soetan, koeriahoofd Batoenadoea dan tanggal 11 Agustus oleh Marah Eden koeriahoofd dari Oeta Rimbaroe. Tanggal 12 Residen tiba kembali di Sibolga’.

Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 30-10-1879 (lanjutan-seorang peneliti flora dan fauna bernama W. Kramm menulis tanggal 19 Oktober 1879): ‘Dari Sipirok saya ke selatan, Saroematinggi, 93 tiang dari Padang Sidempoean..di sini tidak banyak serangga. Banyak beras dan dikirim ke tempat lain, seperti halnya di Panjaboengan, Padang Sidempoean dan Sipirok. Tempat penduduk asli lainnya hanya cukup untuk mereka gunakan sendiri’.

De locomotief: Samarangsch handels-en advertentie-blad, 08-04-1880 (surat pembaca dari Padang Sidempuan: ‘kehidupan sangat tenang di sini. Sangat indah dan dikelilingi sawah dan dibatasi oleh bukit-bukit tinggi yang sebagian gundul sebagian lagi ditutupi hutan.  Padang Sidempoen hasil panen padi mencukupi sepanjang tahun. Tidak demikian di Sipirok, adakalanya gagal panen’.

Kesehatan. Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 22-04-1880: ‘di Sipirok, Batang Taroe dan Broemon ditemukan beberapa kasus demam dan penyakit perut. Selain itu, kondisi kesehatan cukup memuaskan. Pemeriksaan terus secara teratur’.

Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 13-05-1880 (pembaca menulis tentang pengalamannya di Sipirok, Padang Lawas dan Padang Sidempoean): ‘di utara Padang Sidempoean terdapat Sipirok. Dari Sipirok ke Padang Sidempoean menikmati perjalanan sejati tanah menurun. Tiba-tiba setelah kami yakin perumahan dan terpadat yang berada sedikit di arah utara Padaug Sidempoean. Di dalam lembah yang sangat luas dimana Sidempoean, seperti melihat panorama. (kemudian ke Padang Lawas) tampak sejauh cakrawala padang golf di Padang Lawas atau Padang Bolak. Pada tahun 1879 akhirnya definitif menjadi bagian negara (Hindia Belanda) setelah 101 kepala menyampaikan keinginannya. Saat ini di wilayah baru ini sedang dipersiapkan Controleur kelas-3 untuk menyiapkan administrasi dan kontruksi di sana. Controleur di sana akan didukung dengan kekuatan polisi penjaga 20 pribumi yang dilengkapi senjata. Dari Sipirok ke Padang Lawas dari jalan dataran tinggi terlihat daerah terbuka. Di Padang Lawas banyak jejak-jejak desa karena ditinggal, hilangnya kesuburan. Juga tampak sisa-sisa kuil tua di ibukota Pertibi yang menunjukkan dulunya ada kemakmuran. Jika tidak ada petugas, sering terjadi menghakimi sendiri (perang antar kampong). Controleur Sipirok dikirim kesana untuk menyelesaikannya. Di Sipirok sudah ada penjara jika ada yang harus dibawa. (Sementara di Sipirok) di dataran tinggi memiliki wilayah yang sangat subur dan padat penduduk. Populasi masih tidak kurang dari sepuluh ribu, sehingga dataran tinggi ini dalam hal ini, sangat kontras dengan yang lain, sebagaimana minim dihuni di daerah Mandheling dan Angkola. Ada Kristen di Prau Sorat, pasar di Sipirok dan juga sekolah dan ditemukan kantor controleur dan di dekatnya ada tempat peristirahatan yang nyaman dan kesejukan. Di gereja ada ibadah, dan pada jam yang sama juga umat islam berjalan menuju ke mesjid, sembahyang. Persaudaraan di sekitar gereja adalah gelegeu. Pengaruh pagan dalam Islam masih ada, tidak dalam Kristen. Islam atau Kristen, akan mempertahankan harmoni dan anehnya satu dengan yang lain hampir periodik ada pasang surut. Setelah setiap tindakan mendukung satu respon berikut mendukung orang lain. Saya belajar tentang berbagi di Sipirok’.

Sukses Controleur di Silindung, Perlawanan Sisingamangarja di Toba dan Pejajakan Misi ke Padang Bolak

Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 18-05-1880: ‘De Batakkers; di sisi timur dan timur laut Silindung di sekitar Balige dekat danau Toba, secara luas terkenal di daerah ini dan suku yang sangat ditakuti, akhirnya dua tahun lalu, suatu ekspedisi terkenal di bawah komando Kapten Lngel dan Residen Boyle, suku paling suka berperang menjadi tunduk, ketika di Bahal Batoe dilakukan sumpah ketaatan dan loyalitas yang dibuat kepada Pemerintah. Dalam hal ini juga termasuk penduduk Onan Rocggoa dan Sipahoetar, tetapi tidak dilakukan oleh beberapa desa di tenggara Sipabutar yang dalam peta tereletak dekat dengan Loemban Djoeloe. Pimpinan kampong menolak. Pemerintah menganggap itu tidak penting: Pikiran anda bukanlah bisnis kami. Kami akan mengambil keputusan sendiri. Mereka ini berperang dengan orang-orang Pangariboean. Pemerintah Belanda melalui Controller Siliendoeng berulang kali melakukan penyelesaian dengan mengundang, tetapi mereka menolak untuk datang, baik ke Siliendoeng maupun ke Pangariboean. Inilah alasan militer diperlukan untuk menghindari konfrontasi dan membuat perdamaian. Alasannya adalah seorang pria Sipahoetar mencuri  kuda dan melarikan diri ke Sipirok dan secara tidak langsung meminta perlindungan. Sementara itu Si Singa Manga Radja baru pulang dari Atjeh. Para penduduk semakin takut dengan para pengikut Si Sianga Manga Radja dan mulai menyelamatkan diri. Pemerintah ingin mengejar setelah sebelumnya tentara menderita kegagalan karena istri Controleur diculik. Pemerintah menawarkan 2000 dollar, tapi Singa Manga Raja ingin kematiannya. Controleur Pinker di Siliodoeng sudah sakit parah dan sangat disayangkan jika petugas layanan harus kendor. Padahal dalam waktu singkat di wilayah Silindoeng sangat baik telah dicapai. Hal lain di daerah pegunungan, antara Siboga dan Slindoeng jalan yang baik dibangun. Sekarang, Gubernur menginginkan dapat mengambil. 30 tiang dari satu tempat ke tempat lain ke Sipirok untuk mencapai utara masih sangat sulit daerah ini baru-baru ini agar perjalanan dari Silindoeng ke Angkola dapat dilakukan. Kami berharap dapat segera juga meningkatkan jalan dari Siboga untuk Loemoet yang tanah sangat bahaya jika barang diangkut pedati. Saya mendengar dari Conroleur Sipirok di daerah ini telah terjadi perampokan. Para pencuri menginginkan terutama hasil-hasil kerajinan.

Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 15-06-1880: ‘ada sebelas pos zending, dan kemajuan yang signifikan terjadi dari Agustus 1878 ke Agustus 1879. Misionaris Klammer bekerja untuk Sipirok, dari laporan gereja begitu banyak meningkat, apalagi gerejanya biaya ditanggung oleh pemerintah kota itu sendiri. Para anggota gereja hidup tersebar di tujuh desa. Misionaris Schfitz untuk Boengabondar menulis tentang gereja Kristen yang sama menguntungkan. Terutama di desa Lontjat membuat kekristenan kemajuan penting. Pendidikan di sekolah rajin hadir; ada kenaikan jam belajar, menggunakan onderwis (guru) sesama pembantu Kristen di gereja berdoa misionaris sangat banyak digunakan. Misionaris Leipoldt di Prau-Sorat, penyakit lama dirinya dan keluarganya terhalang dalam bekerja. Akhirnya, ia terpaksa meninggalkan pos. Tempatnya diisi oleh misionaris Israel. Datang sendiri. Hal ini disebabkan bahwa pesan dari Prau Sorat membaca kurang menguntungkan daripada yang akan terjadi. Sekolah Prau Sorat sedikit memburuk, tapi karena kedatangan Israel dan kehadiran di sekolah, kegiatan sekolah kembali meningkat secara signifikan. Namun, sebagian besar tidak tinggal di gereja di Prau Sorat sendiri, tetapi dalam waktu setengah jam jauhnya di Hoeta-Raja. Misionaris Israel juga mengunjungi tiga jam ke Goenoeng-Manoengkap, di mana ia diterima dengan puas dan dari mana ia akan melakukan perjalanan ke Padang Bolak, untuk berkenalan dengan pemimpin dan rakyat, dan untuk menyelidiki apakah ada kemungkinan membuka peluang atas permintaan dari salah satu kepala kampong yang awalnya adalah pengikut Islam—misi ini diharapkan Kristen akan lebih dikenal’.

De locomotief: Samarangsch handels-en advertentie-blad, 12-07-1880: ‘G.A. Wilken dan Si Paroman gelar Pertoean Sangkoepon diberhentikan sebagai penilik sekolah. Diangkat J.J. Naeff, sebagai  penggantinya di Controleur di Sipirok. Santa galar Soetan Iskandar Moeda, koeriahoofp Sipirok’.

Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 09-09-1880: ‘terbit Laporan Nomor 10 tentang deskripsi geologi negara antara Siboga dan Sipirok (disertai peta, Yearb, Mijnw. Disusun oleh . R.D.M. Verbeek Tahun 1877’.

Kilas Balik tentang Misi, Pionir Peradaban di Tanah Batak

Sudah 18 tahun kegiatan misi di Tapanuli, sejak misonaris Belanda dan Jerman melakukan konsolidasi (program kerja bersama) yang dimulai di Sipirok, coba melakukan refleksi sejauh mana kemajuan yang dicapai dan bagaimana para pionir peradaban bekerja di Bataklanden. Bagaimana para pionir ini memasuki Tapanuli dan darimana mereka datang. Seperti apa persinggungan mereka dengan para penyiar dan menganut Mohamedansche yang telah lebih dulu ada (di Sipirok), bagaimana mereka memahami adat (di Silindung) dan apa reaksi mereka terhadap perlawanan Si Singamangaraja (di Toba).
 
Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 02-10-1880 (sebuah esai / review berjudul: ‘de eerste pionniers der beschaving in de Bataklanden’): ‘sebuah kekalahan besar, kerusuhan pada tahun 1859 di Kalimantan menjadi penyebab bahwa RMG misionaris datang ke Sumatera. Di era Inggris, di pantai barat Sumatra, Bengkulu, Padang dan Siboga mendesak para misionaris Burton dan Ward dalam bertaruh tahun1824  pada perjalanan eksplorasi ke Silindoeng. Mereka coba menyampaikan Supuluh Perintah Tuhan. Ketika para kepala-kepala kampong dan misionaris kumpul dan berkonsultasi dengan seorang tokoh tua tentang adopsi dari misionaris, maka kepala desa yang paling tua itu berkata, bersandar pada stafnya: ‘aku sudah lama hidup dan masih menemukan bahwa adat kami dengan baik dan bahwa kita tidak perlu berubah, bagaimanapun, meski anda tidak mengajarkan kita hal-hal itu, akan tetap membuat Batak kaya dan bahagia’. Pada tahun 1825, Burton datang lagi, namun tugas para misionaris telah dirampas saat kerusuhan Padri terjadi, menghancurkan pekerjaan yang dilakukan sejauh ini, lima tahun usia kerja. Pada musim semi 1834, para misionaris yang terdiri dari Munson dan Lijman mendarat di Padang, di mana mereka segera melanjutkan perjalanan ke Bataklanden via Siboga. Namun, mereka tidak mencapai Silindoeng. Agak jauh dari tempat ini, mereka dihadang dengan sebuah geng bersenjata dimana hamba yang setia mereka tewas dan kemudian dimakan. Melalui cobaan ini, bagaimanapun, menjatuhkan misionaris masyarakat Bostonsch. Pada tahun 1837 misionaris Ennis yang mengunjungi Bataklanden tetapi dimana middelerwijl telah terjadi. Perubahan besar penduduk Batak selatan mengajukan diri dikenakan pemerintahan Nederlandsch; dengan beberapa benteng yang dibangun. Pasukan militer berhasil memulihkan keadaan. Ennis tidak bisa misi ditemukan. Ia sakit dan lelah harus segera meninggalkan pulau. Hanya ahli bahasa Belanda Dr Neubronner van der Tuuk dengan Alkitab tujuh tahun di Sumatera dan diterjemahkan besar-besaran tahun 1859 Injil ke dalam Bataktaal. Sementara itu, tanpa hambatan memenangkan selama ini  Mohamedanisme mencakup bidang Bataks selatan dan terancam perlahan-lahan tersedak. Pintu masih dibuka. Kemudian akhirnya pergi mata pemerintah terbuka untuk kebijakan yang bahkan oleh banyak orang. pejabat sangat mengutuk. Nug selalu yaitu bagian terkecil dari Sumatera sebenarnya hanya daerah yang dikontrol pemerintah di bawah pemerintahan Eropa. Mayoritas banyak Kepala Radja dan hanya sedikit lanskap yang berbeda dapat dianggap sebagai benar-benar independen. Namun, semakin banyak pemerintah berusaha pengaruhnya untuk mengkonfirmasi dan memperluas, semakin jelas harus bertaruh Mohamedanisme benteng yang paling kuat adalah yang berdiri di jalannya. Oleh karena itu pendapat konsinyasi telah mengalami perubahan. Pada tahun 1856 Ermelo mengirim misionaris pertama lagi ke Sumatera, yaitu Van Asselt, kemudian diikuti Betz. Pertama kali muncul hanya Batakstammen selatan untuk konsinyasi yang akan dicapai namun sedekat mungkin ke utara kemudian dibuat dengan tenaga kerja di lanskap Sipitok dimulai. Tak lama kemudian pengiriman sudah tiba dari Batavia di Sumatera misionaris Dammer Boer, Koster dan Van Daalen sebagai pekerjanya. Pada tahun 1859, pecah pemberontakan di Kalimantan. Empat misionaris RMG dan tiga saudara misionaris jatuh sebagian sebagai kurban kebencian dan balas dendam dari suku Dayak. Bidang pekerjaan lain harus dicari, dewan Misionaris RMG tetap pandangannya ke Sumatera, yang sudah telah direndam tanah. Pada tahun 1860 dikirim ke sana dapat dilakukan ekspedisi. Sekarang terbangun di beberapa misionaris Belanda inginkan, untuk bersatu dengan misi RMG. Sedang pendeta Amsterdam akankah Veen yang ditampilkan dalam papan misi te Barmen, dua atau tiga untuk mendaftar. RMG di Rhine memiliki misionaris cocok untuk mulai sulit ditemukan. Misionaris Klammer di wilayah pembantaian di Borneaontkomen, menerima beban tugasnya saudara Hejne, yang baru saja datang dari Eropa untuk bersama-sama. Pada paruh kedua 1861 dengan misionaris Van Asselt dan Betz dan tiga wegen konden akan datang memasuki Bataklarden….Lembah molek ajaib di antara semua lembah tinggi di lanskap Sipirok, dimana para misionaris Hollandsche akan bertemu. 27 Juni 1861 dengan utusan Heine dan Klammer yang datang dari Batavia lewat Padang dan perjalanan ke Siboga. Mereka datang dalam bahaya penyamun-penyamun di di padang gurun, bahaya di laut, di mana-mana jejak-jejak gempa bumi besar yang terlihat, yang mendidih di wilayah ini dalam perjalanan. Selain itu muntah dalam perjalanan ke Siboga di bawah deru badai dan deru laut, di salah satu malam pertama pencuri di rumah mereka pada perjalanan mereka melalui interior mengambil banyak usaha dan konsultasi, untuk wanita Klammers, perahu atau sampah atau kuda di ketinggian 3000 kaki punggungan Sipirok yang dicapai. Setelah banyak perubahan-perubahan dan kerugian akhirnya mencapai tujuan perjalanan mereka dan segera semua keberatan menjadi lupa dengan ramah penerimaan saudara Holland mereka 7 Oktober 1861 dianggap oleh mereka sebagai hari kelahiran Hijcsche Misi Batak. Pada hari itu misionaris Belanda dan Jerman datang disengaja untuk pertama kalinya bersama-sama, mengenai rencana kerja umum. Mereka memutuskan keberanian frischen iman, dengan persetujuan dari pemerintah pusat di Barmen, pembentukan empat zendiugsposten: tiga di lembah tinggi Sipirok dan untuk yang keempat akan dicari menjadi tempat yang cocok untuk Silindoeng di Bataklanden. Di desa Sipirok, Klammer membangun rumahnya dan menetap di timur laut danau Boengabondar, sementara misionaris berikutnya akan memilih di desa agak selatan, Baringin. Heine dan Van Asselt ditugaskan ‘ngepost’ di tempat dimana pertama kali kegiatan misi dilakukan di independen Batakland—maksudnya barangkali Parau Sorat (bersambung).

Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 05-10-1880 (lanjutan): ‘Pada tanggal 20 Desember delapan belas tahun hasil dari Asselt dan Heine

Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 26-10-1880: ‘…’.

Bencana alam. Java-bode: nieuws, handels-en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 11-11-1880: ‘Di provinsi Sumatra’s Westkus umumnya hujan, kecuali di Sipirok dan Padang Lawas yang masih kekeringan berkepanjangan’.

Demografi. Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad, 01-01-1881: ‘A.M.J Naeff (anak dari J.J. Naeff), lahir dan kemudian meninggal di Sipirok, 25 Desember  1880’.

Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 22-01-1881 (laporan perjalanan dari Pangaloan ke Pangaribuan): ‘Udara di sini bahkan lebih murni daripada Sipirok, tapi tanah tidak subur’.

Penelitian. Java-bode: nieuws, handels-en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 25-02-1881: ‘LK Harmsen (Direktur Kweekschool Padang Sidempoean menerbitkan laporan etnografi) objek yang berbeda Sipirok dan Padang Sidempoean’.

Ida Pheiffer Wanita Eropa Pertama ke Sipirok dan Pemandu Jalan, Dja Pangkat dari Sayurmatinggi

Seorang pelancong, traveler, seorang gadis bernama Ida Pheiffer kelahiran Austria ternyata juga mengunjungi Sipirok. Perjalanan ini dilakukan pada tahun 1852 (mendahului van Asselt yang datang ke Sipirok 1858). Pemandunya adalah seorang kepala kampong di Sayurmatinggi bernama Dja Pangkat. Pemandu professional ini ternyata juga menjadi pemandu dr. Franz Wilhelm Junghuhn (Junghuhn di selatan Tapanuli, 1840-1845) dan Dja Pangkat juga berteman dengan beberapa kepala-kepala kampong di Silindung. Ida Pheiffer aman bersama Dja Pangkat, tetapi gadis pemberani ini merasa ketakutan ketika di Silindung—lalu berbalik dan lari tunggang langgang hingga merasa tenang di Sipirok.

Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 21-04-1881 (sebuah esai yang ditulis oleh A. J. F. Hamehs di Padang-Pandjang, 12 April 1881 yang menerangkan kehadiran Ida Pheiffer, seorang wanita Prancis dalam perjalanan (wisata) ke Tapanoeli. Perjalanan Ida ini juga bertemu dengan Hamehs dan istri. Perjalanan ini dilakukan tahun 1852 waktu itu sudah ada asisten residen Mr. Godon di Panyabungan, dan seorang Controleur ditempatkan di Padang Sidempuan dalam Onderafdeeling Ankola (belum menjadi Ankola en Sipirok) dan waktu itu segala sesuatunya harus izin dari pimpinan pasukan militer yang berada di Ankola. Godon sendiri menjabat asisten residen di Panyabungan selama sembilan tahun 1848-1857). Hamehs menulis esai ini dalam rangka menanggapi sebuah tulisan di koran ini pada tanggal 17 Maret yang bertema Ida Pheiffer): ‘Awal perjalanan ke Tapanoeli ini pertama kali dimulai tahun 1852 di Panyabungan. Di Panyabungan ada Asisten Residen (Godon) dan Controleur di Ankola yang berkedudukan di Padang Sidempoean. Saya di Koeringgi (antara Soeroematinggi dan Sigelanggan) dapat kabar dari Mr. Godon tentang Ida Pheiffer. Ketika jam 10 pagi saya ingin menaiki kuda saya, tiba-tiba di kejauhan ada datang pekaian mencolok mendekat. ‘Saya adalah Ida Pheiffer’. Dia memakai penutup kepala, mengenakan rok coklat yang penuh dengan lumpur dan stoking serta sepatu tentara di kakinya. Lalu kemudian dia mandi ke sungai yang lagi meluap. Dia bertubuh sangat kecil, rambut pirang, dan sangat ramping. Dia saya bawa ke tempat saya dimana istri saya menjamunya makan siang. Dia mengatakan membuat rencana perjalanan ke Toba. Malam kami menghibur! untuk bermain bridge. Keesokan paginya dia memberitahu saya keinginannya untuk sesegera mungkin perjalanan ke Toba untuk dan meminta saya bahwa dia akan perlu pemandu. Saya menacari pemandu yang dapat dipercaya, sebab ini adalah perjalanan yang banyak bahaya didampingi untuk menerima tetapi tetap bergabung keputusannya. Ketidaksabaran untuk segera berangkat sulit dimengerti untuk saya; dia absolutly tidak bisa sama sekali ada bahasa Hindia bahkan kata-kata Melayu hanya tahu sedikit, mungkin hanya sepuluh kata yang dipahaminya sendiri yang memang benar-benar dibutuhkan seperti makun, minoem, tidor dan djalan yang dianggapnya sudah memadai. lda Pfeilfer tinggal empat hari dengan saya. Saya telah berhasil mendapatkan pemandu yang baik untuk mendampinginya. Namanya Dja Pangkat, seorang kepala kampong dari Soeroemanlinggi yang akan melakukan tugas berdiri di depannya; Dia terkenal berteman dengan sejumlah kepala kampong di Silindoeugsche, memiliki pengalaman mendampingi Dr Juughühn mengunjungi beberapa kali ke Danau Toba. Ia mengurangi tasnya kepada saya yang isinya terlalu banyak yang beratnya 20 kilogram. Dia hanya menyisakan, gaun, kemeja, sepasang sepatu, sapu tangan, syal, sepasang van untuk insek, INSEC di, ete flescbje rok, kotak karupler, beberapa notebook, pensil, cen botol garam dan punuk kantong sangat tipis dengan bantal. Uangnya terdiri dari 10 ringgits boeroeng - tidak ingin dibawa, dia memberi saya dalam tahanan, "Saya menyarankan diberlakukan pula untuk disimpan dan saya memberinya meminjam beberapa dolar dan ringgit mataharie; lebih dia tidak mau. Dia kemudian pergi ke Sipirok saya akan ikut membimbing hingga Pargaroetan sesudah Batoe Nadoea tetapi dia meminta ikut lebih jauh. Dia naik lalu di halaman saya dia berdoa lalu kami memacu kudanya. Di Sipirok mandi, malam harinya berhenti di Boeloe Mario lalu dengan beberapa kepala di pagi hari diajak ikut ke Silindoeng.  Saya hanya sampai disini. Mereka dihadiahi sebelum ke lembah Silindoeng disimpan untuk akomodasi, anak sapi, beras, ayam, garam dan hal-hal lain. Lama dari Sipirok ke Silindoeng sekitar satu hari. Beberapa kepala Sipirok yang memiliki keluarga di Silindoeng secara sukarela mengikutinya. Mereka mengambil jalan pegunungan yang sulit sebenarnya atau jurang yang dalam, yang mereka, garmen atas knieëu yang: termasuk diarungi dengan keberanian. Enam atau tujuh hari setelah keberangkatan lantas aku melihat lda Pfeiffer berpacu dan sampai di halaman berjalan tiba-tiba; dia tampak pucat dan lelah, rok coklat rok dan sal penuh dengan lumpur dan robek. Aku membantunya untuk bertaruh kuda; dia ingin sekaligus untuk tidur, karena dia sakit dan lelah parah. Pertama, di malam hari dia datang muncul, dia merasa lagi lelah tapi masih ngantuk; Setelah itu pergi lagi ke kamar dan tidur sampai pagi 08:00. Dia kemudian akan segera mengambil perjalanan untuk balik ke Padaug yang saya saran dokter yang baru saja padaku, yang sangat disarankan melawan. Dia masih dikatakan telah dibandingkan Dr Juughuhn lanjut memuji negara ini sebelum untuk kesuburan dan kekayaan bangsa; namun di desa-desa yang dia di mana-mana orang dengan tombak dan pedang orang bersenjata, namun mereka tampak tidak apa-apa tapi tetap waspada. Pada hari itu tiba kapten Steeumeijer yang tinggal Mei di Soeroemanlinggi. Ida'Pfeiffer oleh kepala di Silindoeng paling hormat diterima. Ia berpesta, di mana saja dibatas setiap kampung itu diterima oleh orang-orang bersenjata jauh dan luas. Mereka memiliki rumor kedatangan wanita kulit putih yang dengan roh-roh yang lebih tinggi dalam kaitannya dengan keras, didistribusikan dan semua pihak datang orang-orang untuk melihat. Ia tinggal masih di rumah-rumah para pemimpin, pernah dia berjalan dikerumuni pria dan wanita, dan dia tidak bisa mengambil langkah oleh banyak banyak orang yang penasaran. Semua kemungkinan kebebasan bergerak kehilangan karena rasa ingin tahu atas kedatangan nya bahkan di Aek Taoe (wilayah  Danau Toba) juga ada sejumlah orang dalam hari perjalanannya dari Silindoeng ke Toba kerumunan seperti pada kakinya bersikeras seperti untuk melihat. Ida Pfeiffer bahwa ia tiba-tiba berbalik, teror atau ketakutan lalu melarikan diri. Apa itu yang ia tahu; ia berlari kapan tersedia tidak menyimpan telah ada satu hari bahwa ia pergi melalui tiga puluh tiang dalam satu nafas. Para kepala Silindoeng, hanya melihat kembali, tidak mengerti mengapa dia buru-buru pulang. Ida bilang dia sebenarnya mendapat banyak sambutan apalgi mereka menghargai wanita kulit putih. Ketika berkunjung, itu semua mereka terima dengan hormat memilikinya nasi, ayam, kadang-kadang sapi sebagai hadiah yang ditawarkan di mana-mana, tentu bewija bahwa suasana damai. Ia menyatakan lagi bahwa orang-orang di sana selalu bersenjata, mereka bahkan bersenjata ke sungai untuk mandi, karena desa-desa biasanya bersama-sama berpikiran dan kebebasan mereka dalam bahaya. lda Pfeiffer membayangkan sebagai tanda bahaya. Saya bertanya mengapa ia kembali dan telah berjalan, begitu sangat cepat. Katanya karena sakit. lda Pfeilfer dipandu ke Sipirok dan mandi lalu para keluarga dari pengiringnya diterima dengan baik. Juga di Sigelanggaug dan Soeroemaulinggi. Di kediamannya di Fort de Kock, dia menulis kepada saya  beberapa kata, terima kasih, memberikan hadiah kepada pemandu yang dibuat oleh saya. Kemudian saya belajar apa pun darinya; pertama 5 atau 6 tahun kemudian saya mengetahui bahwa dia telah menulis dan saya membaca sebuah karyanya berjudul Revue des deux Mondei, saya pikir, sangat bagus tentang kinerja dari perjalanannya di Bataklanden. Ida Pfeifler  adalah wisatawan tak kenal lelah berani, tapi bepergian dengan nol pengetahuan secara mendalam. Padang Pandjang, 12 April 12, 1881. A. J. F. Hamehs.

Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 21-06-1881: (penawaran angkutan dari) Padang, Siboga dan Loemoet dan tempat yang berbeda di subdivisi Ankola en Sipirok dan antara tempat-tempat ini sendiri.

Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 24-12-1881: ‘di Sipirok, 15 Desember ini dipahami, dibahas diantara dengan orang-orang tentang rumor bahwa Pemerintah Wege (Goovernementswege) dari Koeriahoofd van Baringin, terutama Djamoeda dan kebiasaan  Batak (batakscheafkomst), keturunan atau identitas, titel atau galar yang dialokasikan dibatasi: Dengan memberikan galar ini, mengatakan tulisan suci dan penafsir umum, melanggar adat; hanya orang dari kelahiran yang tinggi dan mungkin memenuhi syarat Koeriahoofd. Ketika seorang pria tinggi,' afkamU enaan sepuluh galar tersebut’.

Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 05-01-1882: ‘misi di Bataklanden, yang sudah 5.000 orang Kristen termasuk 2.000 di Pea Radja adalah yang terbesar di Sumatra. jelas bahwa kemajuan ini di Silindoeng, Pangaloan dan Sigoempoelan yang begitu drastis sekali...’.

Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 19-01-1882: ‘secara umum menurunnya pokziekte. Dilaporkan. ‘sebaliknya pokziekte ini juga di Baros dan Sipirok (Tipanoli)’.

Lapangan Kerja dan Pendidikan

Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 16-05-1882: ‘di dataran tinggi Silindoeng, Sipirok…’.

Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 12-09-1882 (pembaca menulis di Pea Rabia, 24 Agustus 1882):…

Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 26-09-1882 (pembaca menulis, J. W. Thomas di Ombolata 28 Agustus 1882):…

Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 21-04-1883 (surat pembaca dari zendeling-leeraar J. L. Nommensen di Pea Radia, 15 Maret 1883): ‘saya telah mendengar dua dari tiga siswa yang dikirim ke Kweekschool Padang Sidempoean meninggal yang dikatakan karena sakit, tetapi siswa yang berasal dari Sipirok sehat-sehat saja. Dengan itu. pandangan untuk pembangunan sekolah guru yang menelan biaya yang besar, pertama, tidak ada salahnya untuk iklim tampaknya kurang menguntungkan didirikan di Padang Sidempoean. Sekolah tersebut harus ditetapkan hanya di tempat-tempat terkemuka sangat sehat, Sipirok akan jauh lebih baik dari Padang Sidempoean. Kedua, Padang Sidempoean terlalu jauh dari Tobalanden, para pemuka dan orangtua mengeluh kepada kami tentang pikiran yang sekolah terlalu jauh, untuk mengirim anak mereka sepertinya karena itu kita akan merencanakan yang Sipirok bekerja. Ini jauh lebih menguntungkan penting untuk perbaikan  di masa depan, yang aspirasi siswa sebelum dan ketika mereka dimasukkan, bahkan jika mereka berhasil ujian masuk. Selanjutnbya, dua puluh pribumi dikirim oleh kami untuk Padang-Sidempoean untuk bertaruh melakukan examn, empat dari mereka berhasil, tapi semua diperlakukan dengan tidak baik, sehingga sejauh ini belum diizinkan untuk membuat kami berhasil. Orangtua dari empat anak laki-laki ini menganggap anak-anak mereka diperlakukan buruk tidak manusiawi. Ada harga yang ditetapkan untuk inlandsche Kristen. Hubungan berpakaian yang berbeda dengan penduduk asli, sebagai guru, mantri, Djaksa dll bahwa itu sama sekali tidak dalam kepentingan taruhan Negara, untuk mengajar,  untuk Mohamedanen seberapa besar dan seberapa kuat Belanda dan untuk mengajar bahasa Belanda juga merupakan kesalahan besar; sebab membuat membaca koran dalam bahasa Belanda dan penyebaran isi ini (dan membaca seperti mereka membatasi diri), ditambah dengan fanatiek mereka dan perasaan bermusuhan, harus mengarah pada konflik yang konsekuensinya menjadi tak terhitung. Untuk Mohamedanen - pertemuan ini setiap hari - dan tetap musuh fanatik Pemerintah’.

Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 30-06-1883 (surat pembaca dari Sipirok yang ditulis pada 23 Juni 1883: ‘kemarin saya menerima pesan dari Toba. Pengikut Singa Mangaradja yang bersenjata 800 sudah di posisi Oeloean. Kekuatan militer yang ada jauh lebih kecil. Kelompok bersenjata ini juga memiliki armada kano dan memiliki kekuatan yang lebih besar di dan telah mendarat di Stasion misi di Muara dimana ada misionaris Bonn, yang jauhnya lima jam jauh dari Lintong ni Huta dimana ada misionaris Kessel mendengarnya, ia serang, diambil dan dibakar. Lantas kelompok itu melarikan diri dengan kano ke Balige. Selain itu, pesan Singa Maugaradja dikirim ke Loboe Siregar dan Bahal Batu, bahwa ia berada di sana dan akan membakar stasion misi hari berikutnya. Para penduduk telah meninggalkan para misionaris. Cotroleur Welsiuk sudah sulit untuk membenarkan ini. Kiranya Batakkers Bersenjata Kristen perlu diberikan senjata dalam pertahanan dimana hanya tentara yang memiliki. Seorang bawahan kapitein pergi ke perempuan dan anak-anak dari misionaris untuk membawa keselamatan atau melindungi. Rakyat Siliendoeng sangat bersemangat dengan ide ini. Banyak padi mereka terkubur di dalam tanah, dan mereka semua diusir ke pegunungan atau ke daerah selatan. Orang akan jauh lebih tenang jika pemerintah, yaitu Pengawas Keuangan menyediakan seratus atau lebih senjata jika mereka berkontribusi untuk memperkuat anak buah kapten. Saya harap segera Anda dapat mengirim. Aku di sini gelap’.

Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 30-06-1883 (memberitakan telegram dari Sipirok): (1) Sipirok 20 Juni. Pengikut Singa Mangaradja melakukan perampokan. Dia didesak mundur. (2) Sipirok. 27 Juni pesan dari Balige terjadi keonaran. Seorang penulis pribumi dari Controleur Welsink dan beberapa perawat tewas. Pengikut Singa Manga Radja meminta harga 500 lembar tikar untuk jasad kepala Controller. Akankah pemerintah bertaruh tidak menawarkan harga untuk taruhan kepala kepada Singa? Ia jatuh atau ia memilih karena takut para pengikutnya sendiri’.

Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 17-07-1883 (seorang batenar menulis): ‘Sipirok 26 Juni tahun ini, permintaan Dewan sopan ke kami. Pada hari ketika Controleur Sipirok berada di jalan, bertanya kepada koerahoofd, galar Sutan Moeda, kami menerima jawaban bahwa mereka ditakdirkan untuk membangun sebuah masjid baru. Ditanya dimana gedung baru dibangun? Koeriahoofd mengatakan kepadanya bahwa sebelum akan diatur tepat yang lama. Controller tidak keberatan dengan rencana tersebut, namun Controleur perlu persetujuan Gubernur karena terlihat sangat mencolok. Usulan relokasi ini dipandang otorisasi gedung baru mengeluh’.

De locomotief: Samarangsch handels-en advertentie-blad, 24-07-1883: ‘Controleur Sipirok menuduh cukup sering terlibat dalam membangun satu masjid baru di daerah tersebut. yang mana disembelih kerbau atau sapi harus menyampaikan untuk tujuan yang tidak diketahui. Sejumlah tertentu daging telah dibagikan kepada mereka yang mengikuti pembangunan (masjid) Mohamadensche’.

Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 24-07-1883 (menyajikan tulisan seorang pembaca di Batak): ‘di Padang Sidempoean telah menerima telegram berita berita dari orang-orang yang bekerja telegram dari tempat-tempat lain di wilayah Batak yang disebut ‘Tanah permusuhan’ (sic) dengan perintah untuk dalam waktu yang sangat singkat untuk mencapai tempat di wilayah Tobascbe yang dari Padang Sidempoean ke Bahal Batu melalui Sipoholon sepuluh hari berlangsung, hanya lima hari diperbolehkan di Sipirok sepanjang jalan dilalui, melalui tantangan mountains. Mereka meninggalkan segalanya untuk penerus, saya kebetulan penerus itu buka mata, dan seorang perwira menulis dengan kapur pada pintu rumah-rumah agar mudah ketika ia pulang. Ditemukan rumor Batak dikumpulkan dalam satu dan dua ribu orang oleh pendekatan seorang kopral dan sepuluh orang semua kembali ke Padang dengan tangan kosong. Banyak dengan mengirim pasukan ke Batak begitu pengecut dan ketakutan, dan rumah misionaris dan gereja, yang dibakar oleh Batakkers sebelumnya ditinggalkan memberikan kekhawatiran beberapa orang Eropa. Menurut laporan kami, benar-benar mengikuti semuanya, sementara Padang Sidempoean dan Sipoholon dengan kebijakan mengirim pasukan akan mampu pada akhir segala kemungkinan menulis wartawan kami, tentu saja, semakin cepat negara ini dan di Negara-negara atas menyebarkan desas-desus tentang perkelahian, tewas dan terluka benar-benar direkam ulang, dan sekarang memverifikasi, maka itu jelas mengapa hal yang lebih tinggi juga diperlakukan rahasia. Seperti orang Eropa di Batak yang kepala kepala melarikan diri pada rumor - ada berteriak sebelum dipukuli. Tapi gema lembah yang berteriak di tepi Danau Toba pikiran pengendali di tepi Padang River dapat membawa pada dunia. Itulah cara bahkan mahal dan lebih atau kurang ekspedisi dianggap sebagai hasil yang tidak hanya pantai barat Sumatera, tetapi semua India dan mungkin di Belanda ketegangan’.

Catatan:
1.      Sumber utama (dalam tanda kutip) merupakan sari berita yang relevan dengan artikel ini. Sumber lain (ditulis anonim) hanya sebagai informasi pendukung agar konteks ‘berita’ sesuai.
2.      Isi artikel ini dibuat seorisinil mungkin, hanya berdasarkan informasi (surat kabar) yang tersedia. Kemungkinan adanya ‘bolong-bolong’ di sana sini, silahkan para pengguna (pembaca) melengkapi dan menginterpretasi sendiri.
3.      Beberapa berita masih proses penerjemahan (akan menyusul) 

(bersambung)



Bag-4: SEJARAH SIPIROK: ‘Dataran Tinggi Lembah Sipirok yang Eksotik Diakui Para Wisatawan Sejak Doeloe’

*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber tempo doeloe.

Tidak ada komentar: