Sabtu, April 25, 2015

Sejarah Marah Halim Cup (3): Suporter Sepakbola Medan Dukung Klub ke Bindjei dan “Menteri Olahraga” Belanda Berkunjung ke Deli

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Marah Halim Cup dalam blog ini Klik Disini


Dudok de Wit di Medan 1904
Sportclub Sumatra’s Oostkust (SOK) Medan mulai menyadari bahwa kini mereka bukan pemegang monopoli sepakbola di Sumatra Utara. Sebaliknya, Langkat telah hadir sebagai competitor. Pertandingan menjadi lebih kompetitif. Soal siapa yang menang-kalah sudah mulai sulit diprediksi. Gol dapat terjadi sepanjang 2x35 menit permainan. Kunci kemenangan sangat tergantung pada kesiapan tim saat bertanding di lapangan. Kesiapan dalam mengorganisasikan klub sebagai klub sepakbola, ketersediaan pemaian yang berkualitas, program latihan dan tentunya dukungan suporter. Bagi suporter, pertandingan yang berkualitas adalah daya tarik. Semakin berkualitas suatu pertandingan maka animo masyarakat semakin meninggi, mereka yang ‘gibol’ akan semakin intens mengikuti dinamika klub yang dipujanya. Adanya perseteruan antara Sportclub SOK dengan Langkat Sportclub dengan sendirinya telah membangkitkan kesadaran masyarakat untuk memahami, mengikuti dinamika dan merasakan magnet permainan sepakbola. Inilah esensi sepakbola sebagai game--dunia baru di Medan, dunia tanpa kelas social dan dunia hiburan yang murah dan massal.

***
Setelah lama tidak terdengar pertandingan antara Sportclub SOK dari Medan dengan Langkat Sportclub dari Bindjei, seorang pembaca menulis pada koran De Sumatra Post edisi 07-09-1903:

‘Sejak beberapa jam yang lalu para penonton sudah hadir di lapangan Esplanade. Tepat pukul 04.15 awan tebal di atas Medan dan dikejauhan sudah terdengar gemuruh membuat orang-orang semakin khawatir. Khawatir pertandingan tidak bisa dilangsungkan. Para pemain yang juga sudah hadir saling memandang dengan mimic yang juga khawatir. Semua khawatir hujan turun. Pada pukul 05.15 tim Sportclub SOK dan Langkat Sportclub telah memasuki lapangan, sisi lapangan sudah dipenuhi penonton yang sangat banyak termasuk wanita-wanita kulit putih. Untungnya angin yang kencang di atmosfir telah mendorong awan sehingga hujan kemungkinan jatuh di tempat lain. Sementara di seputar lapangan terasa angin bertiup lembut dan sejuk. 

Lalu pertandingan dimulai. Tim Langkat Sportclub memulai pertandingan dengan penguasaan bola yang baik. Sebaliknya, Sportclub SOK malah terdesak karena hanya bermain dengan sepuluh pemain. Pertandingan sesungguhnya menarik, saling menyerang, tetapi tim Medan tidak beruntung. Sebaliknya tim Langkat dengan pengorganisasian permainan yang baik dan berhasil menang telak 5-1. Uniknya tim Langkat ini membawa pemandu sorak. Usai pertandingan tim Langkat pulang dengan kereta ekstra pukul 07.15 menuju Timbang, Bindjei. Perjalanan kereta ini membawa sekitar 30 Langkatter yang dikawal dengan militer. Tim Langkat meninggalkan stasion yang disorakin oleh para suporter Medan. Saya juga mendapat kabar pertandingan antara dua tim akan dilanjutkan nanti bulan November di Bindjei.

Susunan pemain sebagai berikut: Langkat: doel (Stok), backs Young, en Schmoutziger, half backs Schoevers, Gray, en Home, forwards Hinlopeu, Thomson, V. Kestereu, V. Limburg, Schouteudorp en Cowan. Medan: doel (Störman), backs V. Reesema, en Bucfc, half backs Jongencel, Cornfield, en Vervloet, forwards Koolemans Bayueu, V. Goch, V. Heil Jr., Samson, en Ferguson’.

Pada akhir tahun 1903 pertandingan benar dilaksanakan antara Langkat Sportclub dengan Sportclub SOK yang dikaitkan dalam rangka menyambut Fiest Bindjei. Kedua tim terdiri dari berikut. Engeland: Home (doel); Pinckney en Young (achter); Gray, Doughty en Warden (midden); Hotchkiss, Cowan, Powel, Rattray en Thomson (voorwaarts). Holland: dr. de Jong (doel); Buck en Hinloopen (achter); Schmoutzinger, van Kesteren en Schoevers (middeu); Schoutendorp, Siewerts v. Reesema, Perk, Nolthenius en Boogaerts (voorwaarts). Hasil pertandingan pada babak pertama Inggris unggul dua gol lalu diperkecil Belanda hingga tiba waktunya turun minum, Pada babak kedua dengan skor akhir 3-2 untuk kemenangan tuan rumah (lihat De Sumatra post, 17-03-1904).

Suporter ke Binjei dan Tim Deli Melawat ke Penang

Pada awal tahun 1904 terdapat suatu pertandingan oleh tim yang baru. Sementara, Tim Sportclub SOK dan Langkat Sportclub tengah digabung dengan membentuk tim Deli yang akan melawat ke Penang. Adanya tim baru itu dilaporkan De Sumatra post, 15-02-1904.

Besok sore, di sini (maksudnya Esplanade, Medan) pukul 5 diadakan pertandingan sepakbola yang mempertemukan antara tim Medan dan tim Boven-Langkat (Langkat Hulu). Tim Medan yang akan bermain: Doel: Bouman. Achter: Vervloet, Avis. Midden: Troup, Munters, Cornfield. Voor: Wols v. d. Well, van Daalen, Mullier, Flinzner, en Kuip. Sebagai wasit terjadi Mr. Hell.

Sementara itu, De Sumatra post, 20-02-1904 tim Deli yang telah melawat ke Penang dilaporkan  sebagai berikut:

Seaview/Oriental Hotel, Penang (1900)
‘Kunjungan ke Penang ini sebenarnya merupakan kunjungan balasan Sportclub 'ayam kinantan' Sumatra's Oostkust. Pada tahun 1902 tim Penang telah datang ke Medan. Kini tim Medan akan bertandang ke tetangga menyeberangi Straat van Malakka untuk menemui tim Inggris (Engelsch). Tim Medan dengan kepercayaan diri membawa kekuatan 11 pemain dengan tiga cadangan plus satu hakim garis. Semua maskapai dan manajer kebun telah diminta izin agar para pemain dapat berangkat pada tanggal 16 Februari. Pada pukul 12.30 tanggal 16 Februari para pelawat sudah berada di Stasion yang totalnya sebanyak 24 orang. Setelah satu jam, bel berbunyi, kereta mulai bergerak yang diiringi oleh harmonica membawa tim gabungan Langkat dan Deli (Langkat-Deli Combinatie) yang diselingi adanya suara tuk-tuk-tuk dan sekitar 1.35 tiba di Belawan. Kemudian langsung verifikasi ke pemeriksaan dan tepat pukul 2.00 pluit kapal berbunyi dan kapal mulai bergerak.

Peta Selat Malaka: Medan-Penang (1905)
Perjalanan Belawan-Penang ini akan ditempuh selama 16 jam. Banyak pemain yang terasa mabuk dan dikhawatirkan besoknya tidak baik untuk bermain. Sepanjang perjalanan kami didampingi oleh kejaran hiu di samping kapal. Kami tiba pukul 5.00 esoknya kami tiba dan diterima pukul 8.00. Kami disambut oleh sekretaris Penang Cricket Club (Pie Cic Cie) Mr. Sharman dan mengundang kami makan malam di Penang Club. Kami menginap di Seaview Hotel, suatu hotel yang bagus.

Pertandingan pertama ini Deli kalah dengan skor 2-3. Pertandingan dimulai pada pukul 5.15. Susunan pemain: Penang: Darke (doel). Dainton en Sharman (achter) Jack, Graham en Griffiin (midden). Farrer (captain), Croman, Bradbey, Forbes, Ellery (voor). Sumatra: G. Stok (captain-doel) Young en  v. Hell Jr. (achter) Jongeneel, v. Goch en Schoevers (midden), Koolemens Beynen, Samson, Hotchkiss, Rattray en Thomson (voor). Pada babak pertama berakhir dengan imbang tanpa gol. Pada babak kedua Penang membuahkan gol lebih banyak. Pertandingan itu seharusnya imbang. Wasit yang memimpin Edwards. Pertandingan kedua akan dilangsungkan besok tanggal 18.

Dermaga Belawan (1903)
Dari dua kejadian sepakbola tersebut teridentifikasi dua hal. Pertama, tim Medan yang bertanding dengan tim Boven Langkat, pemain Medan sebagian adalah nama-nama yang sudah dikenal di Sportclub dan sebagian yang lain adalah nama-nama baru. Sedangkan nama Boven-Langkat adalah nama yang baru sebab sebelumnya hanya ada nama Langkat Sportclub. Langkat sendiri dibagi dua: Boven Langkat (hulu) dan Beneden Langkat (hilir). Jika diperhatikan tanggal pertandingan yang berlangsung pada tanggal 16, itu berarti saat keberangkatan tim gabungan (Langkat en Medan) yang disebut Langkat-Deli Combinatie (LDC). Mungkin aneh, ketika suatu perwakilan tengah melakukan persiapan keberangkatan ke negeri jauh, justru ada sebagian pemain yang melakukan pertandingan sepakbola. Apakah ini tanda dimana telah terjadi keretakan tim baik di Langkat maupun di Medan?

Kedua, Pada tahun 1901 ketika tim Penang datang ke Medan, tim gabungan Deli hanya satu pemain dari Langkat (Percy Pinkncy), sedangkan selebihnya dari Medan. Kini, ketika tim gabungan Deli melawat ke Penang justru pemain Langkat cukup dominan. Ini menunjukkan pemain-pemain Langkat sudah bisa mengimbangi pemain-pemain Medan dalam pembentukan tim gabungan (LDC). Kini, hanya Stok dan v. Hell yang tersisa dalam lawatan ke Penang. Nama Vervloet yang masuk tim LDC dulu kini justru terlihat bermain dengan satu tim pada saat keberangkatan LDC ke Penang. Apakah ini mengindikasikan telah berlangsung regenerasi secara cepat atau ada persoalan lain?

Mitos Sepakbola Eropa di Iklim Tropis

De Sumatra post, 23-03-1904 memberi ulasan kembali tentang sepakbola sesuatu yang baru di iklim tropis yang dekat dengan khatulistiwa.

‘Kami sekarang memiliki cabang olahraga dengan memperhatikan yang sudah terjadi dalam dunia olahraga disini. Meski musim kering, semakin banyak kesempatan untuk latihan di luar ruangan di Oostkust, dan benar-benar ada sebagaimana halnya di Negara kita. Satu hal belum begitu erat hubungan Uni Eropa di sini yang umumnya mereka berasal dari Old Britania. Namun demikian, sudah terlihat animo yang tinggi baik sebagai pengagum maupun penonton meski yang ada masih amatir. Jumlahnya tidak kecil. Hal ini setidaknya bisa dilihat baru-baru ini di Bindjei bagaimana olahraga sudah mewabah. Di sini di Medan, tidak seperti di ruang tertutup, dapat ditemukan dimana penonton sepakbola terus mengikuti sejak awal pertandingan hingga berakhir. Kini saatnya semua pihak mengabdikan dirinya untuk sepakbola atau tenis, kriket atau golf atau pada hari Minggu dalam wisata bersepeda. Esplanade adalah paru-paru besar Kota Medan, tempat yang sehat dan bersenang-senang untuk sepeda, yang hari demi hari semakin banyak orang muda berlatih di cuaca tropis yang panas untuk melatih tubuh agar bisa lebih cepat dan lebih elastic. Anggapan orang Eropa tidak bisa bermain sepakbola di iklim tropis tidak beralasan. Bahkan disini begitu baik untuk melakukan golf. Ini hanya awal. Pada tanggal 3 April nanti akan dilaksanakan pertandingan antara Eropa dan Toengkoe. Tim Deli-Langkat sendiri belum ditetapkan. Ini adalah perjuangan untuk hegemoni…olahraga..,masyarakat yang mampu beradaptasi di daerah yang dekat khatulistiwa’

Dari ulasan ini dapat disimpulkan perkembangan olahraga khususnya sepakbola tidak terbendung lagi meski iklim tropis yang kurang mendukung sebagaimana di Eropa. Dunia olahraga memiliki caranya sendiri untuk mengatasi masalahnya dan membuat anggapan selama ini tidak selalu benar. Dari ulasan ini juga terungkap bahwa telah ada kekuatan sepakbola yang disebut Toengkoe. Ini mengindikasikan bahwa permainan sepakbola yang sejak awal pribumi sudah ada, tetapi kini dengan munculnya Toengkoe pengelola sepakbola pribumi lebih terwakili.

Para penonton pribumi datang ke lapangan pertandingan sepakbola memang sudah terbentuk sejak lama. Namun selama ini hanya terbatas jika tim didukung menjadi tuan rumah. Suporter pribumi juga telah mulai mengikuti kemana tim puijaannya pergi bertanding. Ini terindikasi ketika De Sumatra post, 29-04-1904 melaporkan bahwa ‘Sportclub akan bertandang ke Bindjai melawan Langkat Sportclub. Disebutkan bahwa ada kereta ekstra dari Bindjei ke Medan pemberangkatan pukul 7.00 (tidak seperti biasanya, 7.15) dimana kereta akan berhenti di stasion pembantu Diski dan Soenggal. Bagi non anggota Sportclub dapat memanfaatkan kesempatan ini’. Ini satu sinyal, bahwa Sportclub butuh dukungan meski itu datang dari pribumi yang akan turun di Diski dan Soenggal serta tentu saja yang akan turun di Medan. Sportclub yang membuka diri untuk suporter pribumi menunjukkan suporter juga mulai terwakili. Dunia sepakbola memang harus begitu. Men sana corpora sano.

‘Menteri Olahraga’ Belanda di Deli

De Sumatra post, 30-04-1904 melaporkan kedatangan Dudoc de Wit ke Deli. Berita ini diketahui atas informasi koerspondennya yang tengah bertugas di Belawan. De Wit datang secara diam-diam, tanpa gembar-gembor padahal Dudoc de Wit di Belanda dijuluki sebagai Menteri Olahrga. Inilah kunjungan pertama Dudoc de Wit ke Nederlansch Indie dan hanya mengunjungi Deli, tidak sampai ke Batavia, tetapi langsung menuju Amerika Serikat. Berita ini sangat mengagetkan awak media di Kota Medan. Inilah sari beritanya.

Stasion Belawan (1904)
‘Tenang, tanpa gaduh, kemarin sore, Mr Dudoc de Wit tiba di Medan. Awak media di Medan mengetahui de Wit sudah berada di Sabang dan mengetahui rencana kunjungannya ke Medan, tetapi tidak ada yang tahu kalau de Wit sudah berada di Medan. Oleh karena itu pula bahwa tidak banyak teman-teman media dan kenalan dan bahkan kerabat menantinya dan kami hanya beberapa orang yang mengetahui de Wit ketika dia turun dari kereta. Informasi ini kami dapat karena koresponden kami di Belawan mengabarkan bahwa Dudoc de Wit tengah dalam perjalanan kereta dari Belawan menuju Medan. Jadi kami mendapat informasi lebih awal dibanding yang lainnya. Ketika kami menyapanya, tampal wajah yang hangat, tangkas, dan bicara yang hebat. Dalam perjalanan ke Medan Hotel, dia berhasil kami wawancarai. Malam hari de Wit ada pertemuan dan besok direncanakan akan  ke Bindjei untuk melihat pertandingan sepakbola undangan atas nama Sportclub SOK. Setelah usai permainan, de Wit memasuki lapangan dan berfoto bersama para pemain dimana dia berada di tengah-tengah.  Kemudian kereta khusus ke Medan lagi, di mana Mr. de Wit kemudian akan berada di restoran De Boer, di mana makan malam ditawarkan, yang menjadi tamu Sportclub. Dudoc de Wit akan menjadi wisatawan di sini di Deli mungkin selama empat belas hari yang agendanya mengabdikan untuk mengunjungi di sana sini untuk untuk melihat budaya tembakau-juga mengunjungi minyak bumi di Pangkalan Brandan. Dari situ melakukan perjalanan ke Penang, untuk melakukan perjalanan dua atau tiga minggu di Malaka dan Siam, dan selanjutnya ke Cina, di mana ia akan mengunjungi Beijing. Dari China akan melakukan perjalanan ke Jepang, dan dari Jepang ke Amerika yang mana selama enam minggu akan dikhususkan untuk berkunjung ke St Louis. Seluruh perjalanannya ke luar Belanda akan berlangsung satu tahun’.

Dudoc de Wit dijuluki sebagai Menteri Olahraga karena kepeduliannya terhadap olahraga. Kepeduliannya terhadap berbagai cabang olahraga termasuk sepakbola jauh melampaui Menteri Olahraga sungguhan. Sayang, pada masa itu belum ada jabatan Menteri Olahraga di dalam pemerintahan. Karena itu tidak salah Dudoc dapat dianggap sebagai Menteri Olahraga Nederland.   Sumbangannya terhadap dunia olahraga tidak sedikit. Kunjungannya ke Medan dikaitkan dengan hal olahraga atas inisiatifnya sendiri mengunjungi Deli dan Sportclub Medan. Bukti kedekatan Dudoc de Wit dengan Sportclub diberitakan oleh De Sumatra post, 17-06-1904. Dalam Rapat Umum Luar Biasa Sportclub yang diadakan pada tanggal 16 salah satu agenda adalah pengesahan Dudoc de Wit sebagai anggota kehormatan Sportclub Medan.

Hotel de Boer (1904)
Agenda lainnya dalam rapat umum tersebut adalah pertanggungjawaban pengurus lama, pemilihan pengurus baru. Pengurus lama adalah J. J. van Heil, president; J. P. van Heil, vice president; J. L. Zeeuw vau der Laan, secretaris ; de Cbaufepié en Semmelink, commissarissen. Tot captains voor voetbal, hockey en tennis : de heer J. P. van Heil. Untuk pengurus baru J. Roest, voorzitter, C. de Regt Jr., secretaris, en D. R. Jongencel, commissaris. Dalam rapat umum tesebut juga terungkap bahwa anggota Sportclub terdapat empat orang yang keluar dan sebanyak sepuluh orang memasuki pension. Informasi tambahan mengenai rapat umum ini dapat dilihat dalam De Sumatra post, 21-06-1904: jumlah peserta rapat umum sebanyak 17 anggota. Rapat umum yang kali kedua dilaksanakan ini dilangsungkan di Hotel de Boer juga menetapkan Thomson sebagai kapten sepakbola. Jumlah keanggotaan Sportclub menjadi 29 orang dengan keputusan baru iuran bulanan menjadi f2 (dua gulden). Dalam rapat tersebut terkumpul dana sebanyak f123. Rapat umum yang berakhir hingga pukul 12 malam tersebut diakhiri dengan lagu-lagu yang dinyanyikan oleh ltaliaausche soli, Fransche duo's, Engelsche trio's, Duitsche quartetteu, en ontelbare Hollandsehe. Tuan de Boer, pemilik hotel dan restoran de Boer menyediakan secara cuma-cuma di akhir acara tujuh piring besar sandwich.

Klub Pribumi Pertama

Kabar tentang adanya klub pribumi bukan sekadar berita burung. Nyata bahwa klub pribumi telah dibentuk secara formal dan diresmikan dengan nama Toengkoe Voetbal Club disingkat TVC. Klub ini berdomisili di Bindjei dan memulai kiprahnya pada tahun ini (1904). Besar kemungkinan TVC adalah klub pertama pribumi yang didirikan di Nederlansch Indie. Pengertian klub pribumi Toengkoe dengan Dr. Djawa di Batavia sebagai klub Belanda, hanya saja para pemain klub Dr. Djawa 100 persen orang pribumi. [Catatan: Klub yang mirip dengan Dr. Djawa ini adalah klub yang dibentuk tahun 1919 di Bandoeng dengan nama Osvia, pemainnya 100 persen pribumi, karena sekolah OSVIA adalah sekolah calon pejabat pribumi yang kemudian hari menjadi cikal bakal APDN]. Pengertian ini juga sekaligus meluruskan bahwa klub Belanda juga terdapat pemain pribumi atau Tionghoa.

De Sumatra post, 10-10-1904 melaporkan: ‘kemarin sore diadakan pertandingan antara klub Medan, Letterzetters Club (L.Z. Club) dengan klub Bindjei, Toengkoe. Pertandingan ini dilangsungkan di lapangan Langkat Sportclub. Medanners terlalu kuat buat Bindjeyers. Baru sepuluh menit, Toengkoe sudah kebobolan dua gol. Pada babak pertama skor 5-0 untuk Medan. Wasit yang memimpin pertandingan, dengan sangat perasaan terpaksa menghentikan pertandingan sebelum waktunya usai. Kedudukan terakhir dengan skor 11-0. Toengkoe teamwork lemah dan masih banyak yang harus dibenahi’.

De Sumatra post, 12-10-1904 melaporkan: ‘pada tanggal 16 Januari akan diadakan pertandingan antara Deli Sportclub melawan Langkat Sportclub di Bindjei. Susunan kedua tim: Voor Langkat : goal : Stok ; back : Schoevers en Young ; half back : Pinckncy, Hotochkiss en v. Reesema; forward; Schmoutzigner, Thomson, Rattray, van Gogh en Avis. Voor Deli: goal: Koopman; back: Bucfc en Vervloet; half back : Munters, Jongencel en Langeveld ; forward ; Wols v. d. Well, Samson, Wemmerslager, Willemse en Rhemrev. Kepergian pemain Medan ke Bindjei akan berangkat dengan kereta pukul 2.51. Untuk kepulangan ada kereta tambahan pada pukul 6.30 dari Bindjey yang akan memberangkatkan para pemain (spelers) dan suporter (sportliefhebbers) untuk kembali ke Medan. Kereta ini akan berhenti di stasion Diski dan Soenggal’.

De Sumatra post, 04-02-1905 memuat maklumat: ‘Zondag 5 Februari, Pertandingan sepakbola di Esplanade, Medan’ (pertandingan ini tidak dinyatakan antar klub apa).

Catatan: Letterzetter Club dan Toengkoe Club adalah dua klub pribumi yang pertamakali teridentifikasi di Deli (1904). Klub Toengkoe adalah klub dari anak-anak sultan dan pangeran yang berbasih di Bindjey. Sedangkan klub Letterzetter yang disingkat LZ Club adalah klub yang dihuni oleh anak-anak dari pebisnis Tapanoeli yang berbasis di Medan. Klub LZ dibawah naungan percetakan yang dimiliki oleh Dja Endar Moeda Harahap.
***
Tandjoengpoera (1905)
*Sebelum tahun 1900 hanya Deli dan Langkat di Sumatra's Ooskust dengan ibukotanya Medan yang sering diberitakan oleh media. Langkat sendiri terdiri dari Langkat Hulu (boven) dan Langkat Hilir (beneden). Di Tandjoemg Poera (Langkat Hilir) dalam perkembanganya ditempatkan seorang Asisten Residen, sedangkan di Bindjei tetap dipimpin seorang controleur. Satu lagi kota yang sudah banyak penduduknya di Langkat kala itu adalah Pangkalan Brandan (lanskap minyak bumi). Kota Bindjei meski penduduknya relatif sedikit dibanding Tandjoeng Poera namun komunitas orang Eropa cukup signifikan jumlahnya, terutama orang Eropa yang berasal dari Inggris (orang Belanda justru relatif sedikit). Sebaliknya, di Tandjoeng Poera komunitas Belanda tampak lebih banyak karena menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda di Langkat. Pada masa tersebut sudah ada beberapa anak Padang Sidempoean yang bertugas di Langkat baik sebagai guru (alumni Kweekschool Padang Sidempoean) maupun berdinas sebagai dokter (alumni Docter Djawa School).
Peta Tandjoengpoera (1920)
Setelah tahun 1900 anak-anak Padang Sidempoean yang datang ke Langkat semakin bervariasi profesinya. Pada tahun 1914 datang seorang anak Padang Sidempoean yang bertugas sebagai jaksa yang bernama Djamin Baginda Soripada (lihat (Bataviaasch nieuwsblad, 12-05-1914). Djamin Harahap adalah ayah dari Amir Sjarifoeddin - salah satu the founding father RI.
Ayah dari Djamin atau kakek dari Amir bernama Soetan Goenoeng Toea (lahir di Baringin, Sipirok 1840) memulai pendidikan dasar yang didirikan Gustav van Asselt di Prau Sorat (1863) dengan gurunya Nommensen. Soetan Goenoeng Toea, murid pertama Nommensen ini memulai karir sebagai penulis di kantor Asisten Residen di Padang Sidempoean. Ketika Sipirok dibentuk menjadi onderafdeeling, Soetan Goenong Toea menjadi penulis di kantor Controleur Sipirok yang lalu kemudian diangkat menjadi jaksa di Sipirok 1875.
Djamin lahir di Sipirok, 1885 yang kala itu ayahnya Soetan Goenoeng Toea bertugas sebagai jaksa di Sipirok. Setelah beberapa kali pindah tempat sebagai jaksa, Soetan Goenong Toea pensiun di Medan. Djamin memulai sekolah ELS di Medan lalu magang di kantor pemerintah (Gementeebestuur) di Medan.Pada tahun 1911 Djamin diangkat sebagai pegawai di kantor Residen di Medan yang awalnya menjabat sebagai mantri polisi kemudian diangkat menjadi jaksa (like son like father). Pada tahun 1914 Djamin dipindahkan sebagai jaksa ke Tandjoeng Poera, lalu pindah lagi ke Siboga, Sabang dan kembali pindah ke Siboga (ibukota Residen Tapanoeli) hingga pension. Anak oetan Goenoeng Toea yang lain adalah Mangaradja Hamonangan, alumni Kweekschool Padang Sidempoean dan setelah pension sebagai guru di Padang Sidempoean menjadi pengusaha perkebunan di Batangtoroe. Salah satu putranya adalah Soetan Goenoeng Moelia (kelahiran Padang Sidempoean) yang juga jadi guru--guru pribumi pertama yang bergelar doktor lulus dari Negeri Belanda.
Satu lagi anak Padang Sidempoean yang memulai karir di Medan adalah Abdoel Firman. Kisah Abdoel Firman sangatlah menarik. Setelah selesai sekolah rakyat di Sipirok lalu merantau ke Medan. Di Medan, 1903  Abdul Firman melamar dan sembilan orang mengikuti ujian untuk klein ambtenaar. Hanya dia sendiri yang pribumi. Hasilnya tidak diterima. Abdul Firman ternyata tidak patah arang. Modal sekolah rakyat tidak cukup. Tahun itu juga ia mengikuti ujian masuk ELS (Europeesche Lagere School) sehubungan dengan diperbolehkannya warga pribumi utama. Sekolah ini lamanya tujuh tahun.
Setelah lulus di Medan (1910) Abdul Firman tidak ke Batavia sebagaimana orang-orang kebanyakan melamar ke STOVIA. Abdul Firman justru BTL menuju Belanda. Dari Belawan ia berangkat dengan kapal Prinses Juliana dan berlabuh di Rotterdam. Di pelabuhan besar ini, Abdul Firman dijemput Soetan Casajangan (anak Padang Sidempoean yang sudah sejak 1905 berada di Belanda) dan diantar ke Leiden untuk mencari sekolah tinggi. Selesai studi Abdul Firman coba membuka usaha firma di Amsterdam di awal 1914 (iklan di koran). Akan tetapi tidak berhasil. Ini kegagalan kedua Abdul Firman. Dia tidak patah arang. Lalu Abdul Firman pulang ke tanah air pada tanggal 27 Oktober 2014 dengan kapal s.s. Loudon langsung ke Jawa.
Di Batavia, Abdoel Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon Soangkoepon melamar menjadi ambtenaar dan berhasil serta diterima. Abdul Firman lantas ditempatkan di kantor Asisten Residen di Asahan, Sumatra Timur. Tidak lama, lantas kemudian, Soangkoepon dipindahkan ke kantor Asisten Residen Simalungun pada tahun 1915. Pada tahun 1917, Abdul Firman yang kini menjadi pegawai di kantor Asisten Residen Simeloengoen dan Karolanden di Pematangsiantar mencalonkan diri untuk kandidat Volksraad dari wilayah pemilihan Pematang Siantar. Di koran ini juga mentornya dulu di Negeri Belanda, Soetan Casajangan mencalonkan diri dari wilayah pemilihan Batavia. Keduanya sama-sama gagal.
Abdul Firman tidak patah arang, lantas mencalonkan diri menjadi anggota Dewan Kota Pematang Siantar. Abdul Firman berhasil. Sebelumnya sudah ada teman-temannya yang menjadi anggota dewan kota, yakni: Madong Lubis, Dr. Muhammad Hamzah dan Soetan Martoewa Radja Siregar di Pematang Siantar; Abdoel Hakim Harahap (gubenur ketiga Sumatra Utara) dan Loeat Siregar (Walikota Medan pertama) di Medan. Selanjutnya 1926, Abdul Firman ditunjuk menjadi anggota Dewan Kota Tandjong Baleh.
Gedung Volksraads, Batavia
Setahun kemudian, mencalonkan diri untuk Volksraad di Batavia mewakili wilayah pemilihan Sumatra's Oostkust. Alhamdulilah, berhasil melenggang ke Pajambon (sekarang berlokasi di Senayan). Sementara dari wilayah pemilihan Tapanoeli yang melenggang ke Volksraads adalah Dr. Abdoel Rasjid. Pada pemilihan Voklsraads periode berikutnya Dr. Abdoel Rasjid tetap mewakili Residentie Tapanoeli dan Mangaradja Soeangkoepon tetap mewakili Sumatra’s Oostkust plus Dr. Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia mewakili daerah pemilihan Batavia (bersama Hoesni Thamrin). Satu lagi anak Padangsidempoean adalah Dr. Radjamin Nasoetion dari wilayah pemilihan Oost Java (Soerabaija) juga melenggang ke Pejambon. Dengan demikian ada empat anak Padang Sidempoean yang berada di Volksraads.

(berambung)


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber tempo doeloe.

Tidak ada komentar: