Selasa, Mei 19, 2015

Sejarah Marah Halim Cup (12): Mathewson-Beker, Cikal Bakal Marah Halim Cup? Suatu Wawancara Imajiner dengan Marah Halim Harahap

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Marah Halim Cup dalam blog ini Klik Disini


Rumah dinas Gubernur Marah Halim, 1971
Tidak ada Tim Inggris sekuat yang ada di Langkat di seluruh Nederlandsche Indie. Tidak ada tim Inggris yang eksis diluar wilayahnya/koloninya kecuali yang ada di Langkat. 

Jauh sebelum ada Tim Inggris dari Langkat, Tim Inggris asal Penang memprovokasi adanya pertandingan sepakbola di Nederlandsche Indie yang dilangsungkan di Medan, tanggal 31 Desember 1893. Inilah pertandingan sepakbola pertama kali diadakan di Kepulauan Nusantara.

Esplanade Medan (kini lapangan Merdeka) disulap stadion
Lalu kemudian, Tim Inggris vs Tim Belanda di Medan yang dilangsungkan pada tahun 1915 menjadi berita heboh di Eropa. Inilah pertama kali Tim Belanda berhasil mengalahkan Tim Inggris—melampaui prestasi buruk Tim Nasional Nederland.. Pertandingan yang dilaksanakan di Esplanade Medan (kini Lapangan Merdeka) pada tanggal 1 Juni 1915 untuk pertamakali iklan pertandingan sepakbola dimuat di koran dan untuk yang pertama pula sebuah pertandingan di Medan penonton dikutip bayaran sebesar satu gulden. Dalam pertandingan ini juga untuk yang pertama kali lapangan Esplanade disulap menjadi layaknya stadion (tertutup dan ada tribun). Dan ini pula suatu pertandingan sepakbola di Medan yang dapat disebut sebagai pertandingan sepakbola yang bersifat komersil (pra industrialisasi sepakbola). Di Jawa metode komersil serupa ini baru dilaksanakan pada tahun 1918 ketika Bandoeng menjadi nyonya rumah (kala itu belum disebut tuan rumah) kejuaraan antarkota (antarbond) se-Djawa.

Medan, 1894: Tim Penang (Inggris) vs Tim Deli (Belanda)


Saat itu, Medan belumlah setua Batavia, Soerabaija, Semarang, Bandoeng, Padang, Siboga dan Padang Sidempoean. Singkat cerita, tidak lama setelah Batavia memiliki Gymnastiek Vereeniging (Perhimpunan Senam), juga menyusul perhimpunan sejenis di kota-kota lainnya. Pada bulan Mei 1888 di Medan dilaporkan bahwa telah didirikan suatu perhimpunan senam (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 30-05-1888). Perhimpunan senam ini merupakan bagian dari salah satu organisasi social. Pada waktu itu ada dua organisasi social di Medan, yakni: De Witte Sociëteit dan De Deli Wedren-club. Perhimpunan Deli Wedren memiliki perhimpunan senam yang diberi nama Gymnastiek-club (lihat Algemeen Handelsblad, 23-03-1890). De Witte Sociëteit, organisasi kalangan atas memiliki klub catur terkenal di Nederlansch Indie (lihat De Sumatra Post, 18-06-1910). Dalam perkembangannya, klub senam Medan ini tidak hanya menghimpun peminat-peminat senam, tetapi juga tennis, kriket dan sepakbola serta balap sepeda. Pada akhir tahun 1893 (tahun baru 1894) dilaporkan ada pertandingan sepakbola antara klub Deli dengan tim dari Penang (lihat Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 02-01-1894). Namun demikian, hanya senam dan balap sepeda (Deli Wielrijders Club) yang sangat pesat perkembangannya (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 05-12-1896). Akan tetapi, pelan tapi pasti sepakbola (Deli Voetbal Club) juga berkembang. Menariknya, sepakbola Deli ini tidak hanya berkembang di komunitas Eropa, tetapi juga di kalangan Tionghoa dan kaum pribumi.


Medan, 1906: Dominasi Tim Inggris di Langkat (Langkat Sportclub) Dihancurkan oleh Klub baru Belanda di Medan (Voorwaart Sportclub)


Dengan meningkatnya animo komunitas Belanda, Tionghoa dan pribumi dalam sepakbola di Medan, klub sepakbola yang menjadi bagian Gymnastiek Vereeniging memproklamirkan diri menjadi sebuah klub sepakbola yang mandiri. Yang tak tak terduga adalah ‘gibol; Belanda ini ternyata semuanya adalah para mantan pemain sepakbola professional di Belanda yang bermigrasi ke Deli (sebagai pengusaha perkebunan dan pegawai pemerintah) seperti klub Sparta, HBS, Quick, HFC, Rapiditas dan Volharding. Klub yang mereka dirikan diberi nama portclub Sumatra's Oostkust yang disingkat dengan Sportclub pada tanggal 1 Juni 1899. Klub Medan ini sebagai klub sepakbola terbilang telat diproklamirkan meski sesungguhnya sepakbola justru di Medan pertamakali dilaporkan adanya di Nederlansch Indie. De Sumatra Post edisi 03-01-1900 melaporkan telah berlangsung pertandingan sepakbola antara Sportclub dengan tamunya kesebelasan Langkat. Uniknya tim Langkat ini merupakan tim yang didominasi oleh orang-orang Inggris (komunitas Inggris dominan di Bindjei). Dengan kata lain pertandingan ini bagaikan tim Belanda versus tim Inggris. Inilah untuk kali kedua (setelah tim Penang) tim Belanda (Medan/Deli) diprovokasi oleh tim Inggris. Tim Langkat ini tidak hanya datang ke Medan sekali dua kali tetapi tiga kali. Sejauh itu tim Langkat belum pernah menang. Lama-lama tim Belanda gerah juga didatangi terus. De Sumatra post, 02-12-1901 tim Belanda yang diwakili Sportclub keluar kandang dan melawat ke Bindjei. Pemerintah bahkan memfasilitasi dengan menambah kereta ekstra ke Bindjei untuk mengangkut pemain, ofisial dan suporter. Hasil pertandingan: imbang 4-4. Setelah pertandingan tersebut, tim Langkat diformalkan menjadi sebuah klub yang diberi nama Langkat Sportclub (De Sumatra Post 20-12-1901). Setelah Langkat Sportclub berhasil mengukuhkan organisasi mereka menjadi sebuah klub formal, klub dari Bindjei ini ingin mengundang Sportclub Sumatra’s Oostkust yang diagendakan pada tanggal 16 November 1902 di Esplanade, Bindjei. De Sumatra post, 17-11-1902 melaporkan hasil pertandingan antara Langkatters en Medanners yang dilangsungkan di Esplanade, Bindjei itu sangat seru dan keras. Pertandingan berakhir dengan kedudukan 3-1. Inilah kemenangan pertama Langkat atas Medan. Sans rancune! (balas dendam). Rupanya kekalahan Sportclub membuat suasana tidak nyaman di Medan. Sportclub tidak puas. Raja sepakbola dikalahkan oleh tim kampong dari Langkat. Supporter, pemain dan official sepakbola Medan gerah. Tampaknya emosi yang muncul. Tidak lama setelah pertandingan yang berakhir kekalahan itu, Sportclub mengajak bertanding lagi, mengajak tarung di kandang Langkat sendiri. Kubu Langkat Sportclub tampaknya dingin-dingin saja menerima tantangan yang tidak lazim ini. De Sumatra post, 26-02-1903 melaporkan, bahwa: ‘hari Minggu tanggal 1 Maret akan dilakukan pertandingan sepakbola yang dimainkan di Esplanade, Bindjey, Sportclub Sumatra’s Oostkust akan datang. (tidak seperti biasanya) Sebuah kereta api khusus dari Bindjey pukul 7:00 malam dipesan khusus untuk membawa pulang segera pemaian Medan kembali ke ibukota (biasanya tim Medan ke Bindjei akan menginap). Seorang pembaca menulis di koran De Sumatra post edisi 02-03-1903 ‘…akhir pertandingan Langkat menang dengan skor 2-1. Orang-orang berpikir, Medan menyiapkan keretanya untuk membawa pulang kemenangan, tetapi ternyata itu adalah kereta yang membawa tim yang kalah’. Apakah kekuatan sepakbola di Sumatra Utara telah bergeser dari Medan ke Langkat? Sejak kekalahan itu tidak pernah ada lagi berita sepakbola di Medan, Sportclub entah bagaimana. Setelah lama tidak terdengar pertandingan antara Sportclub SOK dari Medan dengan Langkat Sportclub dari Bindjei, seorang pembaca menulis pada koran De Sumatra Post edisi 07-09-1903. Hasil pertandingan pada babak pertama Inggris unggul dua gol lalu diperkecil Belanda hingga tiba waktunya turun minum, Pada babak kedua dengan skor akhir 3-2 untuk kemenangan tuan rumah (lihat De Sumatra post, 17-03-1904). Pada awal tahun 1904 terdapat suatu pertandingan oleh tim yang baru. Sementara, Tim Sportclub SOK dan Langkat Sportclub tengah digabung dengan membentuk tim Deli yang akan melawat ke Penang. Kunjungan ke Penang ini sebenarnya merupakan kunjungan balasan Sportclub 'ayam kinantan' Sumatra's Oostkust. Pada babak pertama berakhir dengan imbang tanpa gol. Pada babak kedua Penang membuahkan gol lebih banyak. Pertandingan itu seharusnya imbang. Pada tahun 1906 dua klub baru muncul: Voorwaarts (Belanda) dan Tapanoeli Voetbalclub. De Sumatra post, 14-11-1906: Langkat Sportclub memiliki tantangan Medan Voetbal Club Voorwaarts hari Jumat tanggal 16 untuk datang dan memainkan pertandingan di Medan. De Sumatra post, 17-11-1906: ‘Voorwaarts menyadari bahwa Langkat Sportclub adalah tim yang kuat, bagaikan kucing vs tikus. Pertandingan yang dimulai di lapangan Esplanade pada pukul lima sore masing-masing menurunkan pemain terbaiknya (lihat gambar). Tidak main-main, tim Langkat Sportclub langsung menyerang, tapi tidak pernah beruntung. Skor 0-0 hingga turun limun. Menyadari kedudukan imbang, Voorwaarts semakin bersemangat, peluang menang menjadi terbuka. Para penonton semakin khusuk memperhatikan tim anak bawang ini. Namun mereka menyadari bahwa Voorwaart tim yang muda dan belum terlatih serta secara individu lebih buruk masih mampu menghindari kekalahan. Hal ini jarang ditemukan pada Sportclub jika bertemu Langkat. Ini sungguh memalukan buat Sportclub. Apakah ini karena semangat muda Voorwaart dan apakah perlu Sportclub melakukan pension dini sejumlah pemainnya? Akhir pertandingan Voorwaart malah dapat mengalahkan Langkat Sportclub dengan skor 2-0. Untuk ini dapat ditambahkan bahwa kekalahan Langkat Sportclub adalah yang pertama sejak 2.5 tahun ini’. Apakah dengan kemenangan Voetbal Club Voorwaart telah mengubah peta kekuatan klub sepakbola di Medan atau di Deli? Lantas, apakah ini sinyal bagi Langkat Sportclub yang beberapa tahun terakhir tak tertandingi mulai was-was?


***
Konsul Inggris di Medan bernama Mathewson yang merekam jejak anak-anak Inggris yang bermain sepakbola sejak lama di Langkat, lalu berinisiatif untuk mematenkan pertandingan Inggris vs Belanda dalam suatu pertandingan bergengsi yang diberi nama sesuai namanya: Mathewson–Beker (Piala Mathewson). Permintaan Mathewson in kepada Gubernur Sumatra’s Oostkust dengan berat hati dikabulkan.

Mathewson sangat sadar arti sepakbola bagi bangsa dan kerajaannya di England. Mathewson tahu betul mengapa harus ‘ngotot’ melakukan suatu pertandingan di Medan. Jika memperhatikan sejarah sepakbola di Nederlansch Indie khususnya di Deli, anak-anak Inggris tidak bisa dilupakan.

Pertama, sesungguhnya anak-anak Inggrislah yang pertama kali mengadakan pertandingan sepakbola di Nederlandsche Indie. Ini bermula dari kisah ini: Sebelum 1893 ketika sepakbola belum dikenal secara luas di Nederlandsche Indie, sepakbola di Penang sudah sangat jauh berkembang. Ketika anak-anak Inggris di Penang ini mengetahui kabar bahwa Gymnastiek Vereeniging di Medan telah membuka cabang olahraga baru, kriket dan sepakbola, anak-anak Inggris di Penang ini mengirim surat ke Vereeniging bahwa mereka akan melawat ke Medan untuk bertanding melawan tim Deli. Pertandingan ini dilangsungkan pada tanggal 31 Desember 1893 di lapangan Esplanade Medan yang mana pagi hari krikiet dan sore hari sepakbola. Inilah pertandingan sepakbola dilaporkan di Nederlansche Indie. Tim Penang kembali ke Medan melakukan pertandingan pada 6 Oktober 1901 sebelum Tim Deli melakukan lawatan balasan ke Penang yang dilangsungkan pada tanggal 18 Februari 1904. Setelah itu, pernah Deli Sport Vereeniging mengusulkan dalam rapat tahunan untuk melakukan pertandingan kembali antara tim Deli vs tim Penang, namun karena klub-klub sepakbola sudah banyak di Medan (Deli) dan sekitarnya, usul itu urung terlaksana.

Kedua, Tim Inggris pernah merajai sepakbola di Deli dan Langkat. Klub yang didominasi anak-anak Inggris, Langkat Sportclub tidak terkalahkan selama 2,5 tahun. Adalah tim pendatang baru, Voorwaarts yang didominasi anak-anak Belanda yang mengalahkan Langkat Sportclub dan setelah itu Langkat Sportclub hilang dari peredaran.

Ketiga, Langkat Sportclub memang sudah mati suri, tetapi anak-anak Inggris di Langkat khususnya di Bindjei masih aktif bermain sepakbola.

Mathewson-Beker I (1915): Komersialisasi Dimulai di Medan



Iklan komersil sepakbola di Medan (1915)
Sejauh ini, belum pernah ada berita yang melaporkan bahwa pertandingan sepakbola di Deli dan Langkat dilakukan dalam lapangan tertutup dan dipungut tiket masuk. Pertandingan sepakbola antara Holland vs Engeland yang diselenggarakan Deli Voetbal Bond akan dilakukan Dinsdag 1 Juni 1915 di lapangan Esplanade adalah yang pertama. Pertandingan ini bukan antar klub, bukan antar bond, tetapi antar bangsa: Bangsa Belanda vs bangsa Inggris. Besarnya tiket masuk adalah f1. Ini adalah metode komersil. Pemberitahuan ini yang disajikan dalam bentuk iklan (lihat De Sumatra post, 31-05-1915) menunjukkan adanya biaya (cost) yang dikeluarkan panitia sebelum pertandingan dimulai. Luasnya cakupan target penonton hingga Bindjei dan Tebingtinggi dengan menyedikan kereta ekstra lebih mengindikasikan maksud agar semakin banyak penonton maka semakin banyak penerimaan (revenue). Oleh karena hasil penjualan tiket digunakan untuk Dana Deli (Deli Fonds) untuk kemanusian (golongan miskin) dan Palang Merah Inggris (British Red Cross Society) nilai komersil pertandingan menjadi samar. Namun demikian, apapun maksud dari penyelenggaraan pertandingan sepakbola tersebut, yang jelas semua metode yang dilakukan dalam pertandingan tersebut adalah kegiatan komersil. Inilah indikasi pertama adanya sepakbola di Noord Sumatra yang dapat dibilang kegiatan sepakbola (kegiatan sportivitas) sudah mulai dibungkus layaknya bisnis. Kejuaraan antarkota di Jawa yang dimulai tahun 1914 sudah menjadi lazim menggunakan metode komersial untuk menutupi biaya dan tentu saja mengharapkan ada keuntungan yang dinikmati (khususnya untuk pembinaan dan peningkatan kualitas pemain serta untuk menyediakan fasilitas sepakbola,  utamanya pembangunan stadion sepakbola yang memenuhi standar bermain sepakbola seperti di Eropa).


***
Pertandingan Tim Belanda vs Tim Inggris di Medan: Menyita Perhatian Publik di Negeri Belanda. Tim sepakbola Belanda vs Ingris tentu saja selalu menjadi perhatian public di Negeri Belanda. Selain ada latar belakang sejarah perseteruan perang antara kedua Negara, juga politik kedua Negara juga sering mengalami panas-dingin. Demikian juga di lapangan sepakbola, pertandingan sepakbola selalu diartikan sebagai perang di lapangan rumput. Pertempuran kedua tim selama ini hanya dilangsungkan di Eropa dalam label tim nasional. Tidak ditemukan di tempat lain di dunia ini pertandingan antara tim Belanda vs tim Inggris. Sejauh ini, itu pamahaman oleh pers di Eropa

Ternyata pers Eropa keliru besar. Mereka selama ini abai melihat perseteruan tim Inggris vs tim Belanda di daerah terpencil di Noord Sumatra. Seperti kita ketahui, kenyataannya tim Belanda vs tim Inggris sudah sejak lama ada di Noord Sumatra, baik antara tim Deli (Belanda) vs tim Penang (Inggris) maupun antara tim Deli vs tim Langkat (Inggris). Pertandingan yang dilakukan tanggal 1 Juni yang lalu telah membuka perhatian pers Eropa bahwa ada pertandingan seru di Medan. Inilah pangkal perkara, sepakbola Medan mulai dikenal di Eropa. Sebuah koran bertiras besar di Belanda melaporkannya sebagai berikut:

Nieuwe Rotterdamsche Courant, 27-07-1915 (Voetbal, In Indie): ‘Ini adalah negara kita, sayangnya saat pertandingan antara Holland vs Engeland hanya diberitakan oleh VSN Niuews. Ini suatu pertandingan yang seru, bukan di Amsterdam, tetapi di stadion olaharga di Medan pada tanggal 1 Juni. Terhadap olahraga yang dimainkan, mungkin ini banyak sikap para pihak memandang kejadian sepakbola tersebut sebagai sikap tidak kurang pentingnya jika dibandingkan di Amsterdam. Padahal yang di Medan ini adalah pertandingan ETI (Eropa). Banyak penonton datang menggunakan kereta. Memang ini pertandingan untuk tujuan amal dan telah mengumpulkan angka 13.000 gulden yang diperuntukkan untuk kepentingan umum yang telah diselenggarakan oleh Deli Sport Vereeniging. Khusus untuk alokasinya sudah lebih lanjut diatur secara rinci. Tim Hollandsche dalam hal pertandingan ini telah bermain dengan sempurna untuk mempertaruhkan shirt oranje, oleh para pemain Belanda terbaik di wilayah tersebut. Lapangan yang digunakan tampak banjir tidak sebaik pertandingan internasional Belanda di dalam Olimpiade yang datang ke Stockholm. Berikut adalah nama-nama susunan pemain: NJ. Stok (doel): JJ. Manta en GF. Pop. (achter), J. Dlederik. RD. Jongeneal DH. v. d. Poel (midden); M. Brouwer Ponkens, J. Ruysennaare. L. Delboy, C. ten Cate en H. Alofs ¦ (voor). Yang bertindak sebagai wasit dalam pertandingan adalah Arnhemmer Leo Suringa dengan kepemimpinan yang adil sehingga pertandingan berjalan lancer. Oleh Mr. Mathewson yang telah menyediakan piala dari perak yang menarik yang mana dalam pertandingan tersebut dimemenangkan oleh Hollanders terhadap Britien dengan kemenangan 3-1. Pertandingan ini yang dianggap sebagai even kompetisi internasional maka lagu kebangsaan antar dua Negara juga diperdengarkan di lapangan dan juga disertai dengan lagu-lagu rakyat. Lalu kemudian seorang wanita membawa bola untuk dilakukan kickoff. Ia adalah istri dari ketua donor. Dalam tempo setengah pertandingan yang bersih itu untuk Belanda kedudukan dengan skor 1-0. Segera babak kedua dimulai Inggris yang mulai serangan, lalu Belanda yang dimotori Cate tidak berhasil, malah Inggris menghasilkan gol ke gawang Belanda. Namun tidak lama gol terjadi oleh Delboy dan membawa stand 2-1 dan pada berikutnya Cate membuat menjadi 3-1. Pada pertandingan pada tingkat tinggi kehormatan yang dicapai ini diragukan lagi kita dapatkan. Dua tim dengan pemain terbaik direncanakan akan melakukan pertandingan untuk selanjutnya setiap tahun yang menjadi agenda resmi di bonden Medan’.

Mathewson-Beker II (1916): Tim Belanda dan Tim Inggris di Medan Semakin Dikenal


Pertandingan antara tim Inggris dengan tim Belanda, tidak saja sudah berlangsung sejak lama, juga sudah menjadi agenda tahunan OSVB. Selain itu, pertandingan antar bangsa ini tidak hanya dikenal di Deli dan Langkat tapi juga sudah diketahui di seluruh Nederlansche Indie. Rupanya berita itu sudah berhembus kencang di Eropa.


Pintu masuk Lapangan DSV Medan (foto 1925)
De Sumatra post, 27-06-1916 Hollandsch-Britsche voetbal match. Pertandingan sepakbola internasional antara Belanda dan Inggris untuk memperebutkan piala yang ditawarkan oleh Mr G Mathewson, akan berlangsung di lapangan DSV pada l Agustus serta menggunakan hasil pemasukan untuk dibagi sama antara dana amal Belanda dan Palang Merah Inggris. Sebelum dilakukan pertandingan puncak, dilakukan terlebih dahulu pra-seleksi yang mempertemukan antara dua pertandingan dua Inggris Sabtu 1 Juli dan 16 Juli antara dua tim Belanda. Hasil dari pertandingan ini digunakan untuk memilih dan menentukan pemain terbaik untuk masing-masing tim. Dalam laga ujicoba Inggris yang bermain hari Sabtu melawan satu sama lain: Tim-A. Goal: Milis (Langkat). Backs: Milne (Langk»t), Lam ont (Tandjong). Half- backs: Hartley (Langkat), Lyons, Murrny (Siantar). Forwards: Cameron, Sharman, Bumpus, Holloway, Kinnear (Langkat). Tim-B. Goal: Lindau (Serdang). Bicks: Barnett, Taylor (Siantar). Half-backs : Stewart (Langkat), Shirras (Medan), R. Munro (Siantar). Forwards: Fenton, Thomson (Medan), Cinipbeil (Langkat), Nicholson (Serdang), Bnnsmead (Tandjong Poera). Piala besar yang ingin diperebutkan sudah dipamerkan selama beberapa hari ini di Wiite Societiet.


Hasil pertandingannya dilaporkan sebagai berikut:

De Sumatra post, 02-08-1916: ‘Kontes negara Holland-Inggris. 4-0. Seperti pada tahun sebelumnya, di Medan telah terjadi pertandingan sepakbola yang sangat besar yang menyajikan pertandingan antara tim yang dipilih dari pemain Hollandsche dan tim terbaik dari voatballars British tanggal 1 Agustus. Meskipun di dalam situs terjadi hujan, kasus sebelumnya jauh dari indah, tapi kepentingan dan animo penonton pun tak kalah besar, sedangkan qualiteit permainan dengan kondisi buruk ini tidak berpengaruh besar Pertandingan ini ditonton oleh banyak pihak dari berbagai tempat, bahkan jauh dari Tamiangsche (Aceh) dan Bilasche (Labuhan Batu) di lapangan situs DSV. Yang mengatur kontes tahunan yang menarik ini OSVB. Dalam pertandingan ini hadir gubernur, tamu undangan lainnya baik eropa maupun pribumi. Pengelolaan ticktet masuk sudah lebih praktis dan lebih cepat prosesnya daripada di sebelumnya. Ketika tim Belanda memasuki lapangan, disambut dengan tepuk tangan meriah untuk menyambut kostum kaus oranye mereka yang diiringi garnisun, kemudian diikuti oleh tim orang Inggris dengan drum dan di lapangan sendiri sudah lebih dari seribu seratus penonton Oriental dan Eropa dengan harap cemas menunggu pertempuran dimulai. Tepat pukul lima dimulai permainan setelah sebelumnya diperdengarkan lagu kebangsaan Belanda dan Eigelsche yang mana semua yang mendengar diminta berdiri. Setelah dilakukan kickoff maka muncul  sorakan antusias terdengar di lapangan. Bola kemudian bergilir di tengah yang dipimpin oleh wasit Buurman Vreede. Kedua tim telah sepenuhnya dan mulai pertempuran. Kedua tim bermain cepat dan tajam. Terutama Inggris di dengan jersey biru, dengan pita putih di seluruh kaos biru, segera melakukan serangan berbahaya ke pertahanan Belanda. Kemudian Belanda yang mana Alofs melepas umpan silang kepada Welsch membuat gol pertama untuk Belanda. Sorakan besar meletus ketika penonton melambaikan topi tikar dan sapu tangan dan lain-lain bertepuk tangan. Dari arah sisi Medan Hotel penonton berteriak Come on, chaps! yang lalu kemudian dibalas penonton dari British, come on, don't be downhearted (ayo, jangan putus asa. Sementara permainan tetap cepat dan permainan bergerak terus-menerus. Akhirnya, bagaimanapun tak terduga serangkan dilnacarkan dan gol menjadi  tweo-nol. Pendukung Belanda: Hore.! - Hore! – bergema dan melambai topi dari baris padat penonton, - Hore! Hore!. Setengah bermain selesai. Suatu pertandingan untuk menghibur yang banyak penonton terutama wanita di antara mereka di  tempat terlindung di panggung. Bagaimanapun,  beruntung tidak hujan, lalu setelah turun minum paruh kedua pertandingan tim Belanda terus menyerang dan tampak agak kuat. Para pemain tengah Inggris juga memiliki perlawanan. Tampak kedua tim bekerja tak kenal lelah. Menyenangkan namun kemudian mulai sudah hujan, sekarang mereka tidak lagi merasa santai mata sudah mulai perih yang berlumpur lapngan yang tampak terendam di mana pemain bersikeras sulit benar-benar memberi permainan yang baik dan bahkan tangkapan bola juga adakalanya lepas. Sekitar lima belas menit sebelum pertandingan berakhir Cate mengambil kesempatan akhirnya terjadi untuk gol keempat. Lalu skor empat-nol, hasilnya adalah sesuatu yang terlalu indah, namun idealnya pertandingan itu seharus tiga-satu secara akurat. Setelah wedstrjjd mencapai keadaan masih di bawah gerimis,  Gubernur Van der Plas memberikan piala Mathewson Cup kepada Pop, kapten tim Belanda, setelah itu - sorakan biasa - Thooft atas memberikan sambutan atas nama Asosiasi Sepakbola Sumatera Timur (OSVB. Setelah selesai pertandingan pemain pergi untuk bersih pakean dan mandi diterima untuk mengumpulkan kekuatan baru untuk kumpul malam, yang masih sangat menjanjikan bersih untuk kedua tim, yang malam itu memiliki dinner di Medan Hotel, juga dihadiri para pemain dan pejabat Belanda. Kemudian, banyak pidato, banyak makanan dan minuman lainnya, akhirnya, partai di Medan Hotel ini tampaknya terlalu sempit dengan ramai Inggris dan tamu mereka dengan drum dan bagpipe di depan tenda sirkus, menjadi periang suara untuk memutuskan hari olahraga. Belanda sekarang sudah untuk kedua kalinya memenangkan lawan Inggris (1 Juli 1915, skor 3-l) ketika oranye jersey juga memungkinkan tahun depan kemenangan Mathewson beker untuk juga diadakan’.

De Sumatra post, 12-08-1916: ‘Kami mengirimkan kepada anda bahwa pertandingan sepakbola tahunan antara Belanda dan Inggris tahun ini dimenangkan oleh Belanda dengan 4-0. Editorial Java Bode telah menyembunyikan berita itu sehingga.. maaf keringat sepakbola, tapi ada fantasi dan membiarkan Holland di Den Hague pada tanggal 2 Agustus memenangkan pertandingan sepak bola Engeland. Untuk meyakinkan pembaca kami dapat menambah sensasi berita ini, yang berarti akan jatuh pada ulang tahun Ratu Emma yang mana pertandingan di Medan dimainkan antara tim Belanda dan Anglo, yang kami tulis di edisi kami 28 Juli. Hijau tanpa olahraga prestasi hasil untuk olahraga saudara kita di Medan dan keberhasilan jurnalistik Java Bode dan Preanger Bode!

Mathewson-Beker III (1917): Penonton Datang dari Asahan, Simaloengoen dan Atjeh


Iklan pertandingan di Medan (De Sumatra post, 30-06-1917)
Dalam rapat umum pertama OSVB yang dilaksanakan April 1917 diputuskan untuk melanjutkan turnamen yang mempertemukan Tim Inggris vs Tim Belanda (De Sumatra post, 30-05-1917). Pertandingan akan dilangsungkan pada 1 Juni 1917 (iklan di De Sumatra post, 31-05-1917). Jadwal pertandingan ternyata digeser menjadi tanggal 1 Juli 1917 (iklan De Sumatra post, 30-06-1917). Pergeseran ini diduga untuk mermperpanjang masa persiapan karena Mathewson edisi yang ketiga ini akan diperluas cakupan penontonnya agar revenue makin besar, sebab harga tiket sebelumnya (iklan selama Juni) sebesar 1 gulden menjadi 1,5 Gulden pada iklan selama Juli.

De Sumatra post, 02-07-1917 melaporkan hasil kegiatan turnamen yang menjadi kalender rutin OSVB. Beritanya sebagai berikut:  Holland Engelarid pertandingan. 6-1. Ini adalah pertandingan tahun pertemuan ketiga untuk Piala Mathawsoa antara tim sepakbola dari Belanda Bnttjn di sini! Suasana pertandingan besar, bahkan lebih besar daripada tahun sebelumnya besar-besaran, jauh dan luas, jauh dari Assahansche, Simeloengoensche dan Atjehsche, juga penggemar olahraga di Medan datang ke lapangan. Bahwa saat ini cuaca begitu mengagumkan di Medan. Tepat sebelum dimulai pertandingan Engelachs dan Belanda dan di bawah suatu kehormatan tepuk tangan dari ribuan penonton Brittisch dan Belanda di lapangan. The British di celana biru dan kemeja putih dan  Hollanden dengan kostum kebesaran oranje. Yang memimpin jalannya pertandingan adalah Cornfield. Susunan tim sebagai berikut: (lihat gambar).

Susunan pemain Mathewson Beker, 1917
Setelah sekian menit pertandingan berlangsung Ten Cate tiba-tiba melanggar membuat lawan jatuh, atas tindakan itu dihukum oleh wasit dengan penalti. Murray telah menempatkan dirinya, run up dan dengan satu tembakan bola jauh dari Verduia ditempatkan ke dalam gawang. Satu noluntuk Eagehnd! Penonton inggris histeris berteriak ‘satu lagi, satu lagi bergema sepanjang baris. Holland setidaknya membiarkan dirinya sedikit bertahan lalu kembali menggebrak, dan bahkan dari kaus orange hampir membobol. Namun Lamont cukup tangguh dan juga pekerja keras Hartley berdiri di pos mereka dan sapu bersih ketika daerah terancam. Juga Milis, kipper Langkat raksasa, harus bertahan saat ini menjaga keadaan, tetapi membuat indah, sampai tiba-tiba setelah satu menit dan Ten Cate penyerang Holland lagi datang begitu sabar barrier besar besaran terbukti terlalu kuat. Orang Belanda masih menyerbu voorwaartsan gawang  Inggris, tapi pemain belakang dengan kuat. Trio tengah Holland bersama penyerang begitu berani terutama Boutmy dan Pop unggul dan berhasil. Untuk memenangkan berhasil Ten Cate yang sodor bola ke Delboy, mengejutkan sundulan kepala keras ke gawang dan stand membawa 2-1, hingga babak pertama. Setelah istirahat, Inggris membawa beberapa ancaman, Featon bertukar tempat dengan Lyoas dan Lewis dengan Brinsmead. Namun, banyak hal tidak dapat membantu, karena bahkan setelah konversi ini voorhoeae Inggris hanya punya peluang kecil terhadap pertahanan Belanda. Kembali bermain bola sekali, lagi Belanda datang. Sekarang satu hoeksehot dipertahankan menjadi  gol keempat lahir. Tidak lama sudah dua gol lagi. Holland tampaknya tidak menganggap itu cukup, namun, sebuah serangan ditandai oleh Ten Cate dengan Vermeer yang kemudian skor meningkat menjadi 6-1. Dengan demikian berakhir kontes dengan bersinar kemenangan dari Belanda, kekalahan oleh Inggris sebagai adil. Di depan situs disediakan dan oleh Gubernur, Mr. Mathewson, dan Komandan garnisun melakukan pemberian piala. Gubernur membuka pidato beberapa kata untuk menghormati pemenang dan simpati ke Inggris, tim Belanda pada Mathewson cup menjadi tiga kali memenangkan. Setelah pidato tulus ini diberikan Souveneur oleh Mrs. Mathewson. Pop, kapten tim menerima piala untuk disebut diserahkan rekan senegaranya. Suasana sorak-sorai dan hurrahs, terdengar kembali sampai akhirnya Mr. Jongencel, yang terkenal baik, dari  Asosiasi Sepak Bola Sumatera Timur, pidato rapi tentang pertandingan besar-besaran melawan Engeland. di mana terutama kepada Mr Mathewson ucapan terimakasih untuk suambangan piala dan Gubernur  lalu untuk memberikan piala kepada pemenang. Masing-masing tim terpilih pemain dari Inggris dan Belanda, kepada Ten Cate terdengar sekali lagi bergemuruh kuat penonton yang hadir. Pada malam kontes yang Briton dan Hollander dilakukan persaudaraan. Pertandingan ini dihadiri lebih dari 800 Eropa dan 1.200 oriental. Hasil dari pertandingan yaitu! 1.700 Gulden setelah ditambhkan sumbangan sebesar 500, hasil bersih total setelah dikurangi biaya dapat diperkirakan  2.000 Gulden. Jumlah ini sebagian dimaksudkan untuk palang merah British dan sebagian untuk korban para pelaut Belanda yang meninggal.

Penonton PSMS vs Persib di Stadion Senayan, 1985 (internet)
Yang menarik dalam Mathewsoen Beker yang ketiga ini, jumlah penonton telah mencapai rekor tertinggi selama ini yang kini telah mencapai 2.000 penonton. Rekor penonton di Medan ini baru muncul kemudian tahun 1955 ketika klub Locomotief dari dari Rusia bertandang ke Medan melawan tim perserikatan Medan di Stadion Teladan dengan jumlah penonton 40.000 (lihat Leeuwarder courant: hoofdblad van Friesland, 18-11-1955). Rekor penonton untuk tim (perserikatan) Medan kembali pecah pada tahun 1985 di Stadion Senayan Jakarta melawan Persib Bandung di final dengan perkiraan total penonton sebanyak 150.000 orang. 


Wawancara Imajiner dengan Marah Halim Harahap*

Marah Halim yang menjabat Gubernur Sumatra Utara untuk periode kedua, pada tahun 1972 menggagas diadakannya turnamen sepakbola di Medan. Selain belum ada turnamen bergengsi yang dilaksanakan di Indonesia saat itu, Marah Halim mencoba merekam jejak sepakbola di Medan dan sekitarnya. Mungkin kesimpulan Marah Halim dalam hati, begini:

Pertama, klub pribumi pertama di Nederlansche Indie adalah Toengkoe Club di Bindjei. Saat itu di Bandjei hanya ada dua klub, yakni: Langkat Sport Club, klub yang didirikan anak-anak Inggris; dan Toengkoe Club yang didirikan kerabat-kerabat kerajaan Melayu di Langkat. Klub Belanda hingga ini hari tidak pernah dilaporkan adanya di Bindjei. Lalu kemudian muncul beberapa klub pribumi, satu diantaranya bernama Tapanoeli Voetbal Club yang didirikan tahun 1906. Pendiri klub Tapanoeli ini adalah Saleh Harahap gelar (Mangara)Dja Endar Moeda, alumni Kweekschool Padang Sidempoean, mantan guru dan editor pertama pribumi (diangkat menjadi editor Pertja Barat di Padang 1897). Bersama klub Belanda yang didirikan tahun 1906 bernama Voorwaarts Voetbal Club bersama Tapanoeli VC mempelopori dilakukannnya kompetisi sepakbola di Medam (1907).

(klik gambar untuk memperbesar peta)
Kedua, pada tahun 1909 klub Tapanoeli kedatangan tamu klub Dr. Djawa VC yang berkompetisi di Bataviasche Voetbal Bond, satu-satunya klub yang berkompetisi saat itu di Djawa, yang 100 persen pemainnya pribumi. Dalam klub Dr. Djawa VC ini salah satu pemainnya bernama Radjamin Nasoetion, mahasiswa Docter Djawa School. Radjamin Nasoetion kemungkian besar yang menghubungkan lawatan Dr. Djawa VC untuk berkunjung ke markas Tapanoeli. Selain klub Tapanoeli sebagai klub terkuat pribumi di Medan, juga klub Tapanoeli didukung oleh Dr. Muhamad Hamzah, alumni Docter Djawa School yang saat itu bertugas di Pematang Siantar. Dr. Muhamad Hamzah Harahap dan Dr. Radjamin Nasoetion adalah anak Padang Sidempoean. Ketika Dr. Radjamin usai kuliah dan berpindah-pindah tugas, akhirnya ditugaskan di Medan. Selama di Medan, tidak hanya bermain sepakbola, tetapi juga mempelopori didirikannya perserikatan sepakbola pribumi yang disebut Deli Voetbal Bond. Setelah selesai tugas di Medan, Radjamin pindah lagi dan akhirnya ditempatkan di Soerabaija. Di Soerabaija Radjamin terpilih menjadi anggota dewan kota dan di tengah masyarakat Radjamin menjadi Pembina sepakbola pribumi di Soerabaija. Di akhir masa karirnya, Radjamin Nasoetion diangkat sebagai walikota Soerabaija (walikota pribumi pertama). 

Ketiga, seorang anak Padang Sidempoean, alumni sekolah kedokteran hewan di Buitenzorg ditempatkan pertamakali tahun 1914 di Pematang Siantar. Di kota ini sudah ada anak-anak Padang Sidempoean selain Dr. Muhamad Hamzah yang bertugas, yakni: Soetan Martoewa Radja Siregar (alumni Kweekschool Padang Sidempoean, direktur sekolah guru Normaal School Pematang Siantar. Hasan Harahap gelar Soetan Pane Paroehoem (pegawai pertanahan Geemetee Bestuur Pematang Siantar, Abdoel Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon (alumni Negeri Belanda, pegawai di kantoor van den Assistent Resident van Simeloengoen en de Karolanden te Pematang Siantar)  Saat itu Siantar Voebal Club baru didirikan (1913) dan akan ikut kompetisi Wlayah Padang en Bedagai (1914). Dr. Alimoesa Harahap, mantan pemain sepakbola di kampusnya dulu, masuk tim Siantar VC. Sepakbola sebagai hiburan baru di Pematang Siantar, nama Alimoesa, tidak hanya dikenal di kalangan pemerintah Belanda tetapi juga ekspatriat Eropa/Belanda, pribumi dan Tionghoa. Hal ini karena hanya Alimoesa yang berkulit coklat di Pematang Siantar Voetbal Club. Pada tahun 1920 Dr. Alimoesa, Dr. Muhamad Hamzah, Soetan Pane Paroehoem dan Soetan Hasoendoetan mendirikan Bataksche Bank di Pematang Siantar (bank pribumi pertama). Alimoesa dalam perkembanganya menjadi anggota dewan Kota Pematang Siantar 1922. Alimoesa adalah pribumi pertama yang menjadi anggota dewan kota (gementee raads) di Pematang Siantar. Pada tahun 1926 Alimoesa dicalonkan sebagai kandidat dari Tapenoeli untuk anggota Volksraad dari kalangan pribumi. Dr. Alimoesa terpilih dan melenggang ke Pejambon (kini Senayan). Sedangkan wakil dari Oost Sumatra adalah Abdoel Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon yang sebelumnya menjadi anggota dewan kota Tandjoeng Balai. Dr. Alimoesa dan Mangaradja Soangkoepon adalah dua orang pribumi pertama di Volksraads yang berasal dari Noord Sumatra. Dr. Alimoesa dan Dr. Muhamad Hamzah Pembina sepakbola pribumi di Pematang Siantar.

Keempat, Dja Endar Moeda, Dr. Radjamin Nasoetion. Dr. Alimoesa dan Dr. Muhamad Hamzah adalah beberapa diantara anak-anak Padang Sidempoean yang memiliki dedikasi tinggi untuk sepakbola pada masa-masa awal sepakbola Sumatra Utara. Selama pendudukan Jepang (1941-1945) dan masa agresi militer Belanda (1945-1949), praktis kegiatan sepakbola mati suri di Sumatra Utara. Kegiatan sepakbola baru mulai hidup kembali pada periode pasca pengakuan kedaulatan RI yang mana gubernur pertama Sumatra Utara saat itu SM Nasoetion. PSMS sendiri berdiri tahun 1950 dan kepengurusan, baru terbentuk tahun 1951. Struktur pengurus yang pertama, periode 1951-1952 terdiri dari: Ketua adalah Komisaris (polisi) Amir Hamzah, Wakil Ketua: R.M Lubis. Sekretaris: Kamaroddin Panggabean, dan Tjong Lie Liong; Bendahara: Muchtar Siregar, De Raadt, Firdaus Siregar, Korver dan AHC Jans. Komisaris Amir Hamzah adalah mantan pemain klub Politie Sport Vereeniging (PSV) di Medan (lihat De Sumatra post, 23-12-1938).

Amir Hamzah dan Joesoef Pontas Siregar dua anak Padang Sidempoean diangkat menjadi Mantripolitie di Medan tahun 1936 (lihat De Sumatra post, 30-10-1936). Sebelumnya dilaporkan bahwa Joesoef adalah pemain sepakbola di Medan (lihat De Sumatra post, 24-04-1936). Jauh sebelumnya lagi, sudah ada beberapa anak Padang Sidempoean yang diangkat mantri polisi, yakni: Djamin gelar Baginda Soripada di Medan dan Sati gelar Mengaradja Enda Moera (Pakan Baroe). Pada tahun  1914 jaksa di Bengkalis, Abdul Gani gelar Soetan Batang Ari  menjadi jaksa di Medan; dan jaksa di Tandjoengpoera Si Doran dipindahkan Bindjei; dan untuk menempati jaksa di Tandjoengpora adalah mantripolisi Djamin gelar Baginda Soripada (lihat Bataviaaschnieuwsblad, 12-05-1914). Djamin Harahap lebih dikenal kemudian sebagai ayah dari Mr. Amir Sjarifoeddin (salah satu dari tiga the founding father RI, mantan Menteri Pertahanan di masa Agresi Militer). Ayah Djamin atau kakek Amir adalah Soetan Goenoeng Toea diangkat menjadi jaksa 1875 dan pensiun  di Medan (mantan penulis di kantor Asisten Residen Mandheling en Ankola di Padang Sidempoean, dan murid pertama Nommensen di Sipirok, 1863). Pada saat Soetan Goenoeng Toea diangkat menjadi jaksa di Sipirok 1875, Afdeeling Deli (bagian dari Residentie Bengkalis, Province Riouw) masih setingkat controleur yang berkedudukan di Laboehandeli (kota Medan belum ada). Singkat cerita: pada tahun 1915 Residentie Sumatra’s Oostkust menjadi sebuah province. Sedangkan Residentie Tapanoeli sendiri dipisahkan dari province Sumatra’s Westkust dan berdiri sendiri (1905). Pada tahun 1925 Residentie Tapanoeli dan Residentie Atjeh dalam pemilihan Volksrads (1926) disatukan menjadi satu wilayah pemilihan yang disebut ‘dapil’ Noord Sumatra. Wakil terpilih dari Noord Sumatra adalah Dr. Alimoesa Harahap dan wakil terpilih dari Sumatra’s Oostkust adalah Abdoel Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon. Alimoesa dan Mangaradja Soengkoepon adalah pribumi pertama yang menjadi anggota Volksrasds di Batavia dari Noord Sumatra (Tapanoeli, Oost Sumatra en Atjeh). Baru pada masa agresi militer Belanda province Sumatra’s Oostkust, Residentie Tapanoeli dan Residentie Atjeh digabung menjadi satu province dengan nama Province Noord Sumatra.

Pengurus PSMS periode 1952-1953 terdiri dari: ketua, Komisaris (pol) Mustafa Pane, wakil ketua: Tamas Siregar, sekretaris: BTS Hasibuan, dan bendahara: TD Pardede dan AHC. Jans. Komisaris Amir Hamzah, Mochtar Siregar dan Tamas Siregar adalah mantan pemain klub Politie Sport Vereeniging (PSV) di Medan (lihat De Sumatra post, 23-12-1938).

Amir Hamzah dan Mustafa Pane memiliki karir di kepolisian yang cukup cemerlang. Amir Hamzah yang diangkat polisi di Medan 1936, kemudian dipindahkan ke Pakan Baroe pada tahun 1938, sedangkan rekannya ML Siagian dipinahkan ke Pematang Siantar (lihat De Sumatra post, 30-12-1938. Satu lagi anak Padang Sidempoean yang menjadi rekan Amir Hamzah yang menjadi mantri polisi di Medan adalah Partaonan Harahap (lihat Rusliharahap's Blog). Pada tahun 1941 Amir Hamzah dipindahkan dari Medan ke Pangkalanbrandan dan temannya Hisar Poeloengan ke Pematang Siantar (lihat De Sumatra post, 28-02-1941). Amir Hamzah dan Mustafa Pane semasa agresi Militer Belanda berjuang di luar Sumatra’s Oostkust dibawah komando Gubernur Militer Noord Sumatra (minus Sumatra’s Ooskust) Major General Dr. Gindo Siregar dan wakilnya Abdul Hakim (mantan wakil Residen Tapaneoli). Setelah pengakuan kedaulatan 1949, Amir Hamzah diangkat menjadi Kepala Kepolisian Medan dan Belawan (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 30-01-1950). Sementara itu, Abdul Hakim Harahap (mantan wakil Residen Tapaneoli) pada tahun 1951 diangkat menjadi Gubernur Sumatra Utara (gubernur ketiga). Pada saat itu Kapten Marah Halim Harahap (tokoh dalam seri artikel ini) setelah pulang perang semasa agresi militer Belandan dari Indragiri Hilir yang menjadi perwira menengah di Komando Tentara Teritorium-I (KO TT-I) Bukit Barisan. Lalu kemudian Amir Hamzah pangkatnya dinaikkan, commissaris lste klas Amir Hamzah bevorderd tot onder hoofd commissaris van de politie 2de klas (Het nieuwsblad voor Sumatra, 04-02-1953).

Stadion Teladan Medan, 1953
Kelima, Abdoel Hakim Ketika Abdul Hakim menjabat Gubernur Sumatra Utara (1951-1953), anak Padang Sidempoean ini meminta setiap bupati dan walikota agar membangun stadion yang layak minimal satu buah di dalam satu kabupaten/kota. Abdul Hakim (Harahap) adalah penggagas dan mempelopori pembangunan Stadion Teladan Medan (1851). Ketika Sumatra Utara ditunjuk menjadi tuan rumah PON 1953, Abdul Hakim yang juga kala itu sebagai Ketua Panitia PON jelang pesta olahraga nasional tersebut (hanya sekali itu saja PON diselenggarakan di Sumatra Utara) meminta agar setiap afdeeling perkebunan menyediakan lahan untuk digunakan sebagai lapangan sepakbola. Karenanya, animo masyarakat Sumatra Utara terhadap sepakbola tetap terus terjaga.

Komisaris Amir Hamzah dipindahkan ke Malang (Het nieuwsblad voor Sumatra, 12-06-1953). Sedangkan Komisaris Mustafa Pane yang tengah menjabat Ketua Umum PSMS dipindahkan ke Bandoeng (Het nieuwsblad voor Sumatra, 16-06-1953). Amir Hamzah kemudian dipromosikan dan menjadi Kepala Kepolisian di Sumatra Selatan (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 15-03-1957). Bersamaan dengan promosi Amir Hamzah ini, Mayor Marah Halim ditugaskan ke Bandoeng mengikuti pendidikan di SSKAP (kini Seskoad). Pulang dari pendidikan dari Bandoeng, Marah Halim dinaikkan pangkatnya menjadi Kolonel dan menjabat sebagai Kepala Staf Kodam (Kasdam) II Bukit Barisan.   

Keenam, periode pengurus PSMS pada periode 1959-1960 adalah Ketua Umum: Muslim Harahap, Ketua I: Komisaris Kadiran, Ketua II: Kapten Tamas Siregar, Sekretaris: Buyung Bahrum dan M Noer Situmorang, Bendahara: Tan Ho Land dan AM Nasution.


De Sumatra post, 22-04-1938
Muslim Harahap pernah menjadi Manajer Tim PSMS dalam kejuaraan PSSI (lihat De nieuwsgier, 03-01-1955). Muslim Harahap adalah Direktur Bank Dagang Nasional (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 13-01-1955). Walikota Medan saat itu adalah H. Muda Siregar (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 11-03-1955). Sedang Komisaris (Mas) Kadiran adalah kepala polisi di Taroetoeng (Tapanoeli). Pada masa agresi Militer Belanda berjuang bersama rakyat Padang Sidempoean untuk membebaskan kota yang telah diduduki oleh pasukan/tentara Belanda. Ketika pasukan Belanda merangsek ke Panjaboengan menuju ibukota republic di Bukitttinggi, Komisaris Kadiran bersama Kapten Bedjo (para militer di Medan yang mengungsi ke Padang Sidempoean) di bawah komando Mayor Maraden Panggabean (komando Tapanoeli dibawah Gubernur Militer Noor Sumatra, Mayor Jenderal Dr. Gindo Siregar) bertempur habis-habisan di Benteng Huraba. Benteng itu tidak berhasil ditembus Belanda (satu-satunya benteng di Indonesia yang tidak berhasil dikuasasi oleh pasukan/militer Belanda hingga pengakuan kedaulatan RI). Kapten Tamas Siregar adalah perwira di Kodam II Bukit Barisan. Ketika masih muda (1938) Tamas Siregar, dan Mochtar Siregar pemain tangguh bond Medan (Tim-A) yang berasal dari klub Sahata Voetbal Club..  

Tim Veteran Medan (Het nieu.voor Sumatra, 16-12-1954)

Ketujuh, generasi kedua anak-anak Padang Sidempuan di Medan sudah banyak yang menjadi pemain bintang di PSMS Medan pasca kemerderkaan Republik Indonesia, antara lain: Chairuddin Siregar (Asian Games 1951 di India dan 1954 di Manila). Rasjid Siregar (Olimpiade 1956 di Melbourne, Asian Games 1958 di Tokyo), kiper Sahala Siregar (Asian Games 1962), Taufik Lubis (kiper andalan PSMS awal 1970an, anak Kapten (Purn) Amran M Lubis dan juga abang mantan kapten Timnas Anshari Lubis). Zulham Effendi Harahap, kapten PSMS. Taufik Lubis, Zulkarnaen Lubis, Zulham Effendi ikut berpartisipasi dalam Marah Halim Cup.

***
Berdasarkan fakta-fakta sejarah sepakbola Sumatra Utara tersebut Marah Halim Harahap tertegun, terkesan dengan anak-anak Padang Sidempoean yang telah turut merintis dan membangkitkan sepakbola di Sumatra Utara tanpa henti khususnya di Medan dan sekitarnya. Tanpa pikir panjang Marah Halim lalu berkekuatan hati : Sepakbola Sumatra Utara harus nomor satu di Indonesia. Untuk itu, diperlukan wadah untuk tetap menjaga performa PSMS sebagai piramida tertinggi, puncak para pemain-pemain terbaik di Sumatra Utara untuk berkokok lebih nyaring. Wadah itu adalah sebuah turnamen sepakbola internasional di Medan. Kebetulan baru-baru ini (September 1971), Pangeran Bernhard dari Belanda berkunjung ke rumah dinas gubernur, entah ada kaitannya dengan sepakbola, kita tidak tahu.Yang jelas, tiga bulan sebelumnya, klub PSV melawat ke Medan melawan PSMS. Inilah klub profesional Belanda untuk kali pertama datang ke Indonesia di Medan (lihat Het vrije volk : democratisch-socialistisch dagblad, 15-06-1971). Hasilnya PSV mengalahkan PSMS dengan skor 4-0 (lihat De Telegraaf, 16-06-1971).

Pangeran Bernhard di Medan (September, 1971)
Marah Halim lalu terinspirasi dari ingat ide konsul Inggris di Medan tempo doeloe bernama Mathewson dengan menggelar Piala Mathewson (Mathewson Beker). Untuk merealisasikan gagasan ini, lantas Marah Halim mengundang tokoh-tokoh sepakbola Sumatra Utara. Di dalam rumah dinas gubernur, 1971, Marah Halim menyambut tiga gibol: Kamaruddin Panggabean, TD Pardede dan Muslim Harahap. Ketiga orang ini tidak asing dengan sepakbola Medan dan PSMS. Kamaruddin Panggabean memulai karir sebagai sekretaris PSMS pada periode 1951-1952; TD Pardede adalah seorang pengusaha besar dan mantan bendahara PSMS pada periode 1952-1953; dan Muslim Harahap, mantan Ketua Umum PSMS pada periode 1959-1960.

Empat gibol yang sudah kenal sejak lama ini sepakat untuk menyelenggarakan turnamen sepakbola. Kamaruddin Panggabean yang fasih berbahasa Belanda dan Inggris diminta menjadi pengelola turnamen sekaligus urusan luar negeri; TD Pardede diminta untuk mendukung untuk suksesnya turnamen dan mengajak pengusaha lainnya untuk berpartisipasi; dan Muslim Harahap diminta untuk memfasilitasi dan mengkoordinasikan dengan stakeholder lainnya terutama dari pihak pemerintah sekaligus urusan dalam negeri. Tugas ini tampaknya tidak sulit baginya, sebab Muslim Harahap Harahap adalah sekreatis pertama Komite Olahraga Indonesia di Sumatra Utara (KOI-SU) yang dibentuk tahun 1955 (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 11-03-1955). Kamaroeddin Panggabean adalah mantan pemain andalan klub Sahata Medan (lihat De Sumatra post, 02-08-1939).

Lantas tiba-tiba Muslim Harahap bertanya: ‘Apa nama turnamennya, Jenderal?’ Marah Halim menjawab: ‘Saya tidak tahu, cari sendirilah. Tapi perlu dipikirkan baik-baik. Tapi saya tahu bahwa dulu pernah ada turnamen hebat di Medan ini’. TD Pardede bertanya: ‘Turnamen apa namanya, friend?’. Marah Halim menjawab: ‘Turnamen Mathewson Beker, yang penyelenggaraannya pada era Nederlandsche Indie, dimulai tahun 1915. Penggagasnya adalah Mr. Mathewson, konsul Inggris yang ditempatkan di Medan…’. Kamaruddin Panggabean memotong kisah dari Marah Halim itu, lalu spontan: ‘Kalau begitu, nama turnamennya Marah Halim Cup saja’. Muslim Harahap menyahut: ‘Itu sudah pas, lae. Ada historisnya dan itu menjadi mudah membuat dasar legalitasnya’. Pertemuan ditutup.

Partisipasi tim Belanda dalam  Marah Halim Cup, sebagai berikut: Belanda berpartisipasi dalam Marah Halim Cup sebanyak tiga kali: 1980 (juara satu); 1981 (juara tiga); dan 1989 (juara satu). Pada tahun 1980 tim Belanda yang dikirim adalah Tim Nasional Olimpiade (Amatir). Setelah mengalahkan lawannya Korea Selatan di semifinal lalu bertemu Birma di final. Pertandingan yang disaksikan penonton lebih dari 40.000 ini tim Belanda mengalahkan Birma dengan skor 4-2. Pada tahun 1981, Belanda kembali mengirimkan tim amatir. Di semifinal Belanda dikalahkan oleh Jepang. Dalam perebutan tempat ketiga, tim Belanda berhasil mengalahkan tim dari Thailand. Pada tahun 1989, Belanda mengirim tim dari klub Wageningen. Di semifinal berhasil mengalahkan Persib Bandung dengan skor 0-3 dengan adu finalti setelah sebelumnya hanya bermain dengan hasil 0-0. Di final berhasil bertemu Jepang yang telah mengalhkan Cina. Akhirnya Wageningen berhasil mengalahkan Jepang dengan skor 1-0. Dengan demikian, sejauh ini hanya tiga kali tim Belanda berpartisipasi tetapi hasilnya cukup memuaskan: dua kali juara dan satu kali runner up.
*Sebagai kenangan: Saya pernah bertemu Mayjen Marah Halim di rumahnya di Jakarta tahun 1985 (sebelumnya saya belum pernah ke Medan)

(Bersambung)


Sejarah Marah Halim Cup (1): Sepakbola Indonesia Bermula di Medan

Sejarah Marah Halim Cup (2): Langkat Sportclub, Klub Sepakbola Kedua di Sumatera Utara

Sejarah Marah Halim Cup (3): Suporter Sepakbola Medan Dukung Klub ke Bindjei dan “Menteri Olahraga” Belanda Berkunjung ke Deli

Sejarah Marah Halim Cup (4): Majalah Pertama Olahraga Indonesia, Edisi Perdana Melaporkan Sepakbola di Medan

Sejarah Marah Halim Cup (5): Kompetisi Sepakbola Medan Kali Pertama Bergulir, Klub Tapanoeli Didirikan

Sejarah Marah Halim Cup (6): Klub Baru, Kompetisi Baru dan Deli Voetbal Bond Dibentuk

Sejarah Marah Halim Cup (7): Kompetisi Deli Voetbal Bond 1908 Menjadi Tiga Divisi

Sejarah Marah Halim Cup (8): Dr. Alimoesa, Pemain Sepakbola di Pematang Siantar, Anggota Volksraads Pertama dari Sumatra Utara

Sejarah Marah Halim Cup (9): Klub Sepakbola Bermunculan di Luar Deli, Kompetisi Bergulir Lagi

Sejarah Marah Halim Cup (10): Sepakbola di Perkebunan Berkembang Pesat, ‘Bond’ Baru Bertambah, Kejuaraan Antarbond

Sejarah Marah Halim Cup (11): Oost Sumatra Voetbal Bond (OSVB) Didirikan, Tapanoeli Voetbal Club Berkompetisi Kembali

Sejarah Marah Halim Cup (12): Mathewson-Beker, Cikal Bakal Marah Halim Cup? Suatu Wawancara Imajiner dengan Marah Halim Harahap

Sejarah Marah Halim Cup (13): Kajamoedin gelar Radja Goenoeng, Pribumi Pertama Anggota Gementeeraad Medan; Sepakbola Tumbuh, Pendidikan Berkembang

Sejarah Marah Halim Cup (14): GB Josua, Tokoh Pendidikan Medan dan Presiden Sahata Voetbal Club Sebagai Ketua Perayaan 17 Agustus 1945 dan Ketua Panitia PON III

Sejarah Marah Halim Cup (15): Parada Harahap, Pers dan Sepakbola, Pertja Barat vs Pertja Timor, Pewarta Deli vs Sinar Deli, Benih Mardeka vs Sinar Merdeka

*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber tempo doeloe.

Tidak ada komentar: