Sabtu, Mei 09, 2015

Sejarah Marah Halim Cup (8): Dr. Alimoesa, Pemain Sepakbola di Pematang Siantar, Anggota Volksraads Pertama dari Sumatra Utara

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Marah Halim Cup dalam blog ini Klik Disini


Dr. Alimoesa, Volkraads van Noord Sumatra
Pada saat pertamakali dilangsungkan pertandingan sepakbola di Medan antara tim Deli vs tim Penang pada tahun 1894, di Padang Sidempoean, lahir anak ketiga Koeriahoofd Losoengbatoe yang diberi nama Alimoesa. Setelah memasuki usia sekolah, kepala kuria Losung Batu tersebut menyekolahkan Alimoesa di sekolah dasar Eropa di Padang Sidempoean. Saat Alimoesa masuk ELS Padang Sidempoean tahun 1902, dua anak Padang Sidempoean berangkat menuju Batavia untuk mengikuti pendidikan di Docter Djawa School.

Dua orang kakak kelas Alimoesa ini bernama Radjamin Nasoetion dan Muhamad Daoelaj. Pada tahun 1909, Radjamin sudah kuliah di tahun ketujuh dan menjadi salah satu pemain Docter Djawa School (klub Bataviache Voetbal Bond) yang datang melawat ke Medan untuk melawan Medan Tapanoeli Voetbal Club. Setelah lulus tahun 1912, Dr. Radjamin bekerja di bea dan cukai Batavia, lalu berpindah-pindah tugas hingga akhirnya ditempatkan di Medan.

Pada tahun 1923, Radjamin Nasoetion mendirikan asosiasi sepakbola pribumi di Medan yang diberi nama Deli Voetbal Bond (lihat De Sumatra Post terbitan 13-02-1923). Setelah beberapa tahun di Medan, Radjamin pindah tugas kembali beberapa kali dan terakhir berdinas di Seorabaija. Setelah pension bea dan cukai, Radjamin Nasoetion dinominasikan para tokoh Soerabaija dan kemudian terpilih menjadi anggota dewan kota Soerabaija. Pada akhir karirnya, Dr. Radjamin Nasoetion diangkat Jepang dan juga oleh Republik menjadi Walikota Soerabaija (walikota pribumi pertama di Soerabaija).

Sedangkan Muhamad Daoelaj setelah lulus Docter Djawa School ditempatkan di Ngawi, Madiun dan akhirnya di Semarang. Lalu kemudian Muhamad Daulaj dipindahkan ke Medan. Pada tahun 1916 Muhamad Daoelaj membuka rumah sakit swasta di Poeloe Sitjanang, khusus untuk para penderita penyakit kusta (Bataviaasch nieuwsblad, 22-04-1916).

Alimoesa dari Padang Sidempoean Studi ke Buitenzorg

Peta Losung Batu, Padang Sidempoean, 1908
Setelah lulus sekolah dasar tahun 1909, Alimoesa tidak tertarik melanjutkan ke Docter Djawa School/STOVIA di Batavia, tetapi lebih memilih untuk mengikuti pendidikan Sekolah Tinggi Kedokteran Hewan (Veeartsen School) di Buitenzorg (Bogor). Veeartsen School sendiri dibuka tahun 1909. Alimoesa adalah angkatan pertama Sekolah Tinggi Kedokteran Bogor (kini FKH-IPB). Alimoesa lulus dan berhak memperoleh gelar dokter hewan (kala itu masih disingkat dengan Dr) pada tahun 1914 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 08-08-1914). Dr. Alimoesa (Harahap) kemudian ditempatkan di Pematang Siantar.

Salah satu adik kelas Alimoesa adalah Anwar Nasoetion yang studi veteriner di sekolah kedokteran hewan atau Veeartsen School ((lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 28-05-1925). Anwar Nasoetion  lulusan HIS Padang Sidempoean masuk Veeartsen School tahun 1922 dan lulus dokter hewan 1928. Anwar Nasoetion dikenal kemudian sebagai ayah dari Prof. Andi Hakim Nasoetion (Rektor IPB dua periode, 1978-1987). Sebelum kedatangan Anwar, anak-anak HIS Padang Sidempoean sudah ada beberapa orang yang lebih dahulu di Buitenzorg yang studi di sekolah pertanian Middelbare Landbouwschool (MLS). Salah satu siswa bernama Djohan Nasoetion yang setelah lulus menjadi pejabat pertanian di wilayah kerja Oostkust van Sumatra dan kemudian di Tapanoeli dengan pos di Padang Sidempoean untuk menggantikan Ronggoer Loebis yang telah dipindahkan ke Sulawesi. MLS sendiri dibuka tahun 1914. Djohan Nasoetion adalah ayah dari Prof. Lutfi Ibrahim Nasoetion, alumni SMA di Medan, guru besar IPB dan mantan Kepala BPN.

Pemain Sepakbola Pematang Siantar

Areal perkebunan sekitar Pematang Siantar 1920
Ketika Dr. Alimoesa datang ke Pematang Siantar, sejumlah anak-anak Padang Sidempoean sudah ada di kota perkebunan yang tengah tumbuh ini, antara lain: Dr. Muhamad Hamzah Harahap (alumni Docter Djawa School, dokter pemerintah di Gementee Bestuur Pematang Siantar); Soetan Martoewa Radja Siregar (alumni Kweekschool Padang Sidempoean, mantan direktur sekolah di Taroetoeng yang kini menjadi direktur sekolah guru Normaal School Pematang Siantar); Hasan Harahap gelar Soetan Pane Paroehoem (pegawai pertanahan Geemetee Bestuur Pematang Siantar, menjadi notaris pertama di Sumatra); Abdoel Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon (alumni Negeri Belanda, pegawai di kantoor van den Assistent Resident van Simeloengoen en de Karolanden te Pematang Siantar), Muhamad Joenoes Siregar gelar Soetan Hasoendoetan (mantan guru dan seorang pengarang roman dengan novel terkenal Tolbok Haleon--sudah diterjemahkan ke bahasa Inggris) dan Baginda Hamonangan (direktur HIS Pematang Siantar). Dapat ditambahkan dalam daftar ini pada waktu yang sama adalah Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan, direktur HIS di Dolok Sanggoel (siswa pribumi pertama kuliah di Belanda, 1905, pendiri Indisch Vereniging (cikal bakal PPI), senior dari Mangaradja Soangkoepon di Belanda). .

Dr. Alimoesa, pemain sepakbola Pematang Siantar
Dr, Alimoesa sendiri adalah dokter hewan yang bekerja untuk pemerintah di Pematang Siantar. Oleh karena Alimoesa adalah angkatan pertama Sekolah Kedokteran Hewan Buitenzorg, maka Dr. Alimoesa menjadi dokter hewan pertama di Noord Sumatra (Oost Sumatra en Tapanoeli). Namun diantara anak-anak Padang Sidempoean yang kini menyebut dirinya menjadi Siantar Men!, hanya Alimoesa yang memiliki keahlian dalam bermain sepakbola sebagaimana halnya dengan Dr. Radjamin Nasoetion (ketika Dr. Djawa Club van Batavia melawat dan bertanding dengan Tapanoeli VC di Medan 1909). Alimoesa sebelumnya adalah pemain sepakbola klub sekolahan, semasa masih kuliah di Buitenzorg.


Kompetisi Deli, Langkat, Bedagai (De Sumatra post, 24-03-1915)
Dr. Alimoesa, sebagai new comer di Pematang Siantar diantara anak-anak Padang Sidempoean, tentu saja agak gamang di tengah para senior-seniornya di daerah rantau yang baru. Sebagai dokter hewan yang bekerja untuk pemerintah Alimoesa mulai membuka ruang komunikasi dengan anak-anak Eropa/Belanda di Pematang Siantar. Kebetulan klub sepakbola Pematang Siantar baru didirikan yakni tahun 1913 dan akan berpartisipasi dalam kompetisi regional tahun 1915. Nah, itu dia. Alimoesa berbunga-bunga, sebagai 'gibol' dan pemain sepakbola sekolahan tidak terlalu sulit untuk masuk klub sepakbola Pematang Siantar yang seratus persen bangsa Eropa/Belanda. Melalui sepakbola, Dr. Alimoesa, the new kid on de block, lambat laun namanya makin dikenal publik Pematang Siantar, bahkan jauh melampaui populeritas para seniornya. Sepakbola sebagai hiburan baru di Pematang Siantar, nama Alimoesa, tidak hanya dikenal di kalangan pemerintah Belanda tetapi juga ekspatriat Eropa/Belanda, pribumi dan Tionghoa. Hal ini karena hanya Alimoesa yang berkulit coklat di Pematang Siantar Voetbal Club.

Mendirikan Bank

De Telegraaf, 28-12-1920
Setelah anak-anak Padang Sidempoean ini di Pematang Siantar marhepeng timbul ide bersama entah siapa yang memulai untuk mendirikan bank. Lantas, Alimoesa Harahap bersama teman-temannya yang dari Padang Sidempoean (Muhamad Hamzah, Soetan Pane Paroehoem, dan Soetan Hasoendoetan) benar-benar mendirikan bank yang diberi nama Bataksche Bank di Pematang Siantar tahun 1920 (lihat De Telegraaf, 28-12-1920). Yang bertindak sebagai Presiden dari bank tersebut adalah Dr. Alimoesa. Bataksche Bank adalah bank pribumi pertama. Melihat jabatan mereka di masyarakat, pendirian bank ini dimaksudkan untuk membangkitkan ekonomi pribumi. Sebab bank yang ada saat itu hanya bank yang dikelola di lingkungan bangsa Belanda (Javasche Bank) dan kalangan Tionghoa (Kesawan).

Menjadi Dewan Kota Pematang Siantar

Pematang Siantar, 1920
Alimoesa dalam perkembanganya menjadi anggota dewan Kota Pematang Siantar 1922. Alimoesa adalah pribumi kedua yang menjadi anggota dewan kota (gementee raads) di Pematang Siantar. Pribumi pertama adalah Abdoel Firman gelar Mangaradja Soangkoepon (lihat De Sumatra post, 27-08-1919). Alimoesa selama menjadi anggota cukup banyak mengusulkan peraturan kota dan melayangkan protes terhadap pemerintah (gementee bestuur). Pada tahun 1924, setelah berdinas lebih dari delapan tahun, Alimoesa mendapat kesempatan cuti ke Eropa. Pada tanggal 1-7-1924 Alimoesa bersama istri ke Batavia dengan kapal s.s. Alting. Lalu dengan kapal s.s. Jan Pielerszoon Coen, van Batavia naar Amsterdam via Singapore, Belawan Deli, Sabang, Colombo, Suez, Port-Said, Genua, Algiers en Southampton 16-07-1924. Alimoesa kembali pada tanggal 20 Desember 1924 dengan kapal s.s. Grotius dan tiba di Tandjong priok 23 Januari 1905.
Anak-anak Padang Sidempoean yang diangkat menjadi anggota dewan kota (Gementeeraads) selain Alimoesa adalah, sebagai berikut (lihat De Sumatra post, 17-11-1923): di Tebing Tinggi adalah Si Barioen gelar Soetan Batang Taris (adjunct-djaksa bij den landraad te Tebing-Tinggi); di Pematang-Siantar adalah Madong Loebis (Onderwijzer aan de Normaalschool voor Inlandsche onderwijzers) dan Mohamad Hamzah (Landschapsarts te Pematang Siantar); di Bindjei (tidak ada); di Tandjoeng Balai adalah Abdul Firman gelar Mangaradjaa Soangkoepon (commies op het assistent-residentiekantoor te Tandjoeng Balai).

Kandidat Volksraads dari Tapanoeli

Mangaradja Soangkoepon
Pada fase awal partisipasi pribumi di Volksraad dimulai pada tahun 1920. Nama-nama kandidat yang dinominasikan yang dikaitkan berafiliasi dengan Tapanoeli hanya ada dua orang. Kandidat Tapaneoli tersebut adalah Dr. Abdoel Rasjid, seorang dokter yang tengah bertugas di Panjaboengan, Afdeeling Mandheling en Ankola, Residentie Tapanoeli dan Abdoel Firman gelar Mangaradja Soangoepon di Sibolga (lihat De Sumatra post, 05-01-1921). 

Menjadi Volksraads di Batavia

Pada tahun 1926 Alimoesa dicalonkan sebagai kandidat dari Tapenoeli untuk anggota Volksraad dari kalangan pribumi (De Indische courant, 10-11-1926). Dalam konstituen Noord Sumatra telah ditetapkan sebanyak 22 orang perwakilan. Hasilnya, terpilih Mr. Alimoesa, dokter hewan di Pematang Siantar dari anggota PEB. Mr. Alimoesa memperoleh 13 suara orang perwakilan (Bataviaasch nieuwsblad, 18-01-1927). Dengan demikian, Dr. Alimoesa akan mewakili Noord Sumatra. Total anggota Volksraads dari pribumi sebanyak 17 orang, Sebelas orang dari Djawa dan enam orang dari luar Djawa yang terdiri dari: dua dari Celebes, dua orang Sumatra’s Westkust dan masing-masing satu orang dari Bali dan Noord Sumatra. Untuk wakil dari Oostkust Sumatra, proses pemilihan masih berlangsung (De Indische courant, 28-01-1927). Konsekuensinya, diluar perumahan dan transportasi, Alimoesa yang saat ini bergaji f 540 sebagai dewan kota, akan menerima gaji di Volksraads 1500 per bulan (De Sumatra post, 18-03-1927). Ini juga berarti, Dr. Alimoesa adalah orang pribumi dari Noord Sumatra yang memiliki gaji terbesar.

Todoeng Harahap
Dari kandidat Tapanoeli untuk Noord Sumatra, yang dikalahkan oleh Dr. Alimoesa adalah Alinoedin Siregar gelar Radja Enda Boemi. Alinoedin anak Batangtoru ini pada saat itu adalah Kepala Pengadilan di Buitenzorg. Alinoedin adalah salah satu dari dua dari Sumatra dan salah satu dari delapan pribumi ahli hokum di Nederlansch Indie. Alinoedin adalah ahli hokum pertama orang Batak dan satu-satunya yang bergelar doctor (PhD) lulus dari Universiteit Leiden tahun 1925 dengan desertasi berjudul 'Het grondenrecht in de Bataklanden: Tapanoeli, Simeloengoen en het Karoland'.

Untuk perwakilan Oostkust akhirnya yang terpilih adalah Mangaradja Soangkoepon. Untuk anggota Volksraads yang ditunjuk langsung pemerintah satu diantaranya adalah Todoeng Harahap gelar Soetan Goenong Moelia dan Muhamad Husni Thamrin.

Pendiri Sumatranen Bond

Setibanya di Batavia, Alimoesa langsung mengundang rekannya dari Sumatra’s Westkust Datoek Kajo untuk membahas Sumatra Bond dalam suatu pertemuan. Orang-orang Sumatra yang hadir dalam pertemuan tersebut adalah Mr Moelia, Mr. Nja Arif, Soangkoepon dan Mochtar. Tujuan pertemuan ini adalah untuk memperkokoh Sumatra di Volksraads dan akan mendatangkan manfaat bersama jika bekerja sama (Bataviaasch nieuwsblad, 24-05-1927).
Mr. (Soetan Goenoeng) Moelia dan (Mangaradja) Soangoepon adalah dua anak Padang Sidempoean yang sama-sama pernah studi di negeri Belanda. Abdoel Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon (kelahiran Panyanggar) datang ke Leiden 1910, sedangkan Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia (kelahiran Padang Sidempoean) datang ke Leiden 1911. Pada waktu mereka datang sudah ada anak Padang Sidempoean yang lain, Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan (kelahiran Batu Nadua) yang datang ke Haarlem, 1905.
Siantar Men! Menggebrak Pejambon

Suara sumbang MH Thamrin (Bat. nbld, 15/6/1928)
Alimoesa dan Mangaradja Soangkoepon adalah anak Padang Sidempoan tetapi juga Siantar Men!. Mereka sudah di Pejambon (kini Senayan). Alimoesa masuk komisi pertanian di Volksraads, Mangaradja Soangkoepon masuk komisi sosial kemasyarakatan. Setelah semua persiapan selesai di Volksraads, tata-tertib sudah disahkan, pembangian tugas dan tanggungjawab dalam komisi-komisi, para anggota dewan mulai melakukan sidang-sidang. Sidang pertama, dua Siantar Men! Berbicara lantang (De Indische courant, 14-06-1928):

Alimoesa, anak Losoeng Batu: ‘saya berjanji agar pemerintah memberikan kaum nasionalis berevolusi. Selama ini antara minoritas Eropa dan mayoritas pribumi yang mana berlangsung beberapa permusuhan terhadap segala sesuatu yang datang dari pihak Indonesia. Pers Belanda mungkin menyebabkan di sana-sini kekeruhan, tapi di sisi lain pers juga memberikan perlindungan kepada berbagai kelompok masyarakat. Ingat, hanya ketika tingkat peradaban seluruh Nusantara diratakan, akan ada persatuan'.

Mangaradja Soangkoepon, anak Panyanggar: ‘membangun kepercayaan memiliki hasil yang bermanfaat dengan memperkuat polisi. Kepemimpinan Belanda diperlukan dalam hal ini, tetapi tidak boleh dilupakan bahwa tujuan kepemimpinan harus diberikan juga untuk kemerdekaan pribumi. Saat ini, penduduk pribumi harus diberi independensi yang bernilai’. 

Pribumi yang menyuarakan kemerdekaan sudah sejak lama ada. Mulai dari Dja Endar Moeda di Padang, Parada Harahap di Padang Sidempoean dan Adam Malik di Pematang Siantar.


Dja Endar Moeda melalui korannya di Padang, Pertja Barat. Bahkan keinginan kemerdekaan ini diputarbalikkan oleh pemerintah dengan isu delik pers. Dja Endar Moeda dihokum cambuk.

Parada Harahap melalui korannya Poestaha di Padang Sidempoean dan Sinar Merdeka di Siboga, yang menyuarakan kemerdakaan, idem ditto, dihukum dengan isu delik pers.

Adam Malik menganggap kebebasan berkumpul adalah hak, dengan alasan yang kurang lebih sama, harus dihukum dan mendekam di penjara Padang Sidempoean, tempat dimana sebelumnya berulang kali keluar masuk karena alasan  hokum, Parada Harahap.

Sidang Volksraads (1925)

Lagi-lagi, kini di Pejambon, di tempat dimana puncak piramida tertinggi ‘demokrasi’ di Nederlansch Indie, anak Padang Sidempoean mempelopori kembali arti penting kemerdekaan bagi pribumi dan bagaimana meraihnya. Dr. Alimoesa dan Mangaradja Soangkoepon telah menyuarakannya dengan lantang. Koran, Bataviaasch nieuwsblad, 15-06-1928 sempat berkomentar terhadap suara dari Dr. Alimoesa di sidang perdana: ‘menyimak pidato Alimoesa, akan dapat memberi resonansi di kalangan penduduk pribumi'.


Menemui Suporter di Konstituen Tapanoeli


Tanggal 25 September 1928 Alimoesa mudik dengan menumpang kapal s.s. Melchior Treub dari Batavia.

Dr. Alimoesa vs Dr. Abdoel Rasjid

Konstituen VII (Tapanoeli)
Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 16-01-1931 melaporkan di Konstituen VII (Tapanoeli) ada 23 surat suara dari Plaatselyken Dewan Padang Sidempoean. Si Karako, koeriahoofd dari Tamiang Kota, menerima Sembilan orang, TS Mareden, koeriahoofd dari Hoeta Imbaroe, menerima satu suara, Alimoesa (anggota Volksraads) lima orang dan Dr. Abdoel Rasijd delapan orang. Karena itu harus revote berlangsung antara Dr. Rasijd dan Si Karako. Alimoesa tidak terpilih kembali.


***
Dalam pemilihan Volksraads tahun 1931 ini Dr. Alimoesa pemain sepakbola Pematang Siantar ini yang bersaing dengan Dr. Abdoel Rasjid pada babak semifinal dikalahkan oleh Si Karako yang kemudian bertemu Dr. Abdoel Rasjid di final. Akhirnya yang melenggang ke Pejambon adalah Dr. Abdoel Rasjid.



Abdoel Rasjid adalah alumni STOVIA yang sudah karatan berdinas di Mandheling en Ankola. Abdoel Rasjid masuk STOVIA 1908 dan lulus 1914 (Bataviaasch nieuwsblad, 10-07-1914). Pada tahun itu juga ditempatkan di Medan. Awal tahun 1915 Abdoel Rasjid, Baginda Djoendjoengan dan kawan-kawan mendirikan dan bertindak sebagai Presiden Medan Prijaji adalah Dr. Abdoel Rasjid (De Sumatra post, 18-01-1915). Pada bulan Juli 1915 Abdoel Rasjid diangkat sebagai guru HIS di Medan. Pada tahun 1920, Abdoel Rasjid dipindahkan ke Panjaboengan untuk menggantikan Dr. Sjoeib Paroehoeman (Bataviaasch nieuwsblad, 22-06-1920).


Alimoesa kembali ke kandang, kembali ke Gementee Raads di Pematang Siantar. Alimoesa adalah Wethouder (anggota dewan senior).

Dr. Abdoel Rasjid vs Dr. Alimoesa

Untuk kandidat Volksraads di Tapaneoli sudah terjaring sebanyak tiga orang. Sebagaimana dilaporkan De Sumatra post, 24-09-1934 di Padangsidempoean, ketiga nama yang dimaksud telah diserahkan kepada 15 voter para pemilih pribumi. Posisi calon anggota Dewan Rakyat adalah Dr. Alimoesa, Baginda Kalidjoendjoeng dan Binanga (Siregar) telah disebutkan, sementara Dr. Rasjid gecandidateerd oleh berbagai pihak akan menyusul’.

Soerabaijasch handelsblad, 23-01-1935: ‘Aneta melaporkan dari Batavia, bahwa kantor suara sidang Dewan Rakyat diadakan kemarin malam untuk pemilihan lebih lanjut dari anggota untuk Volksraads yang baru. Yang dinyatakan terpilih:…; untuk Oostkust Sumatra, Mr. Soangkoepon; dan Noord Sumatra antara calon Alimoesa dan Rasjid. Pemungutan suara untuk Noord Sumatra kemungkinan mantan anggota Alimoesa kembali ke Volksraads’.

De Sumatra post, 20-02-1935: ‘Sabtu di Padangsidempoean harus menempatkan surat suara untuk calon Volksraad antara Mr. Alimoesa dan Dr. Rasijd’.

Pada pertarungan tahun 1935 ini kembali Dr. Alimoesa bersaing dengan Dr. Abdoel Rasjid untuk menuju ke Pejambon. Dr. Abdoel Rasjid menang dan untuk kali kedua ke Pejambon.

Alimoesa tetap menjadi Dokter Hewan Kota dan Direktur Departemen Kesehatan di Pematang Siantar dan sekaligus konselor bagi anggota dewan pribumi yang mana dua anggota dewan pribumi adalah Dr. Muhamad Hamzah Harahap dan guru Soetan Martoewa Radja Siregar. Dalam tahun ini Dr. Alimoesa mendapat cuti ke Eropa yang kedua setelah berdinas lebih dari delapan tahun.

De Sumatra post, 08-04-1935: ‘Pesta Radjah di Pematang Siantar..banyak yang hadir, bahkan gubernur… kemudian yang datang Dr. Hamzah, Dr. Alimoesa, mantan anggota dewan dan selanjutnya,..Mr. Sutan Maharaja, anggota dewan..asisten residen dari Simaloengoen en Karolanden dan Controlur..’.

De Sumatra post, 16-05-1935: ‘Pembukaan Pasar Baru Pematang Siantar. Dalam pembukaan gedung pasar baru ini hadir Presiden Gementee Raads, Aisten Residen, initiatief van den gemeenteraad en het advies van den beheerder van den pasar, Dr. Alimoesa,.. Kemudian Radja Siantar berbicara.. Setelah layanan minuman dingin dilakukan tur dibuat di seputar kompleks pasar baru. Lalu semua elektrik dihidupakan dan semua diterangi dan penjelasan dipandu kepala pasar. Ini pasar, bazar baru untuk Siantar yag terlihat luas dan higienis, pengunjung bisa datang untuk mendapatkan dalam segala hal’.

De Sumatra post, 03-06-1935: ‘Perpisahan dengan Ketua Dewan Kota, Mr. Soodt…Hadir Dr. Muhamad Hamzah, Kapten Cina, Hasan gelar. Soetan Pane Paroehoem, Julius gelar Soetan Martoea Radja, Rajah dari Siantar, Dr Alimoesa, Mr. Koningh, Mr. LH Stevens dan Mr. I. Harahap dan Stanislaus….Hamzah berpidato.. ingat bagaimana Mr. Soodt dalam 18 tahun ia menjadi sekretaris dari Siantar, bekerja dengan semangat tak kenal lelah.. Soodt berpidato.. kami telah tinggal disini bersama-sama dan anak-anak kami telah lahir di sini, dan kami akan berbicara bersama-sama di Belanda pada Siantar. Itu hak istimewa untuk memperoleh persahabatan Anda. Ketika aku pergi, satu lagi untuk saya akan datang di tempat, dan yang mungkin akan melakukan pekerjaan yang lebih baik dari saya, tapi dia tidak akan lebih banyak cinta Siantar dari saya. Akhirnya masih berbicara Mr. Hasan, yang memberikan Soodt banyak kata pujian dan penghormatan kepada banyak usaha-usaha yang dilakukan Soordt’.

De Sumatra post, 26-08-1935: ’Dr. Alimoesa met verlof Hoofd Gezondheidsdienst te Siantar.  Kita diberitahu adalah karena 15 September Dr. Alimoesa, Kepala gezondheisdienst kotamadya Siantar diberikan cuti ke luar negeri untuk sepanjang tahun. Tugas Dr. Alimoesa untuk sementara dilakukan oleh wakil dokter hewan, Mr. J. Coenraad’. [Dr. Alimoesa berangkat dari Batavia 25 September 1935 pukul 12 dengan kapal m.s. Baloeran menuju Rotterdam via Marseille (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 23-09-1935)].

De Sumatra post, 25-09-1935: ‘Dewan melakukan persidangan. Membicarakan banyak hal, termasuk: Menetapkan tanggal efektif dari buitenlandsch-cuti dan adopsi cuti dari remunerasi Kedokteran Hewan Kota yakni Alimoesa; Behandeling van het Bestuur der OSVB om verlaging van den huur van het gemeentel. sportterrein Marihat; Proposal untuk verleeuen dispensasi terkait dengan penunjukan permanen Wakil Inspektur (Onderopzichter) Ishak Harahap’.

***
Alimoesa anak rantau yang jarang pulang kampong, karena tugas yang padat dan juga tidak praktisnya perjalanan melalui transportasi. Namun ada waktunya pulang, dan bahkan wajib, ketika orangtua meninggal dunia. Ini yang juga dialami oleh Dr. Alimoesa. Ibunda tercinta telah meninggal dengan tenang di Losoeng Batoe, Padang Sidempoean.

Ibu dari Dr. Alimoesa Meninggal di Losoeng Batoe
De Sumatra post, 30-09-1936 (ZEVENTIG-JARIGE BATAKSCHE OVERLEDEN. Moeder van vele voor ande personen): ‘Sabtu lalu meninggal di Losoeng Batoe di Tapanoeli umur 70 tahun istri dari Kepala Kuria Koeriahoofd dari Loesoengbatoe. Almarhum adalah sosok ibu Bataksche yang dikenal luas yang anak-anaknya banyak orang-orang terkemuka, Nama-namanya Mr. Baginda Sodogoran, sekretaris di kantor Asisten Residen di Taroetoeng; Dokter hewan, Mr. Alimoesa di Siantar, mantan anggota Volksraads, sementara anak ketiga Koeriahoofd di Loesoengbatoe, yang bungsu dari keluarga ini adalah petugas di controleurskatoor di Kotanopan. Anggota keluarga yang lain dan Demang dan Koeriahoofden dari tempat tetangga di distrik tersebut. Banyak kerabat dan kenalan yang datang untuk menghadiri sehubungan dengan tradisi adat yang dilangsungkan dimana banyak yang pidato. Ada sekitar 2.000 pelayat yang menghadiri bersama-sama pemakaman’.

Kompetisi Pemain Lawas: Dr. Abdoel Rasjid vs Dr. Alimoesa dan Mangaradja Soangkoepon Tanpa Lawan

De Sumatra post, 29-01-1938: ‘Awal bulan depan dalam merayakan International Simaloengoen Club di Siantar ulang abad kuartal. Sehubungan dengan itu kompetisi olahraga jelas tidak dilupakan! Program perayaan dilaksanakan 1 Februari, pukul 5 sore: een geeostumeerde veteranen-voetbalwedstrijd (veteran  pertandingan sepakbola). Susunan tim dapat berubah: J. Th. Thierens. J. Roetert. J. Heek L. v. Es J. Ensink JM.Lijnkamp De Veer Widmer Kleer A.R.A. Heken. F. Hartman OCJ. v. Raalten F. Hartkamp. PLM. Koerman, Dr. Alimoesa, GW. Vermeer Th. Hay Cameron Milne. K. v.d. Ploeg JF. Bakker. OS. Jenkins. Grensrechters LD. Sharman en J. Bannerman, Scheidsrechter, J. Schuller.

De Sumatra post, 08-10-1938: ‘Kemarin Meindersma terakhir memimpin pertemuan Siantar di dewan kota. Hadir dalam pertemuan tersebut antara lain Dr. Mohamad Hamzah dan St. Martoea Raja. Mr. Meindersma menyambut dengan pidato, bahwa kerjasama yang sangat baik dan menyenangkan antara Dewan dan Presiden sekama ini dan telah bersama-sama menetapkan agenda dari sebelumnya untuk promosi kepentingan kotamadya Siantar’.

Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 07-01-1939 (Persstemmen. Buitengewesten en nieuwe Volksraad): ‘Mengutip Soeara Oemoem yang menyajikan prognosis mengenai pengisian kursi di Volksraads dari luar Jawa. Untuk Sumatra;s Ooskust kesempatan terbaik akan jatuh ke tangan anggota Volksraads, Mangaradja Soeangkoepon. Saat ini hanya satu kandidat baru yakni T. Soeloeng, namun melihat komposisi  pemilu di daerah ini, tidak ada musuh besar bagi Soangkoepon yang dapat disebut. Untuk Tapanoeli dan Aceh yang membentuk konstituen tunggal akan terjadi pertarungan sengit. Dr. Abdoel Rasijd akan memiliki kesempatan yang baik, meskipun demikian dalam kandidat kontranya, Dr. Alimoesa, mantan anggota Volksraads (oud-Volksraadslid). Jangan meremehkan lawan. Alimoesa adalah politisi ulung. Keduanya  memiliki banyak posisi yang menguntungkan yang sama, dua pria ini juga hampir sama banyak memiliki kerabat diantara anggota Onderafdeelingsraad dari Angkola en Sipirok, satu-satunya pemilih di daerah pemilihan ini’.

Kota Pematang Siantar 1940
Hasil akhir pemilihan pada tahun 1939 adalah kandidat kuat calon Volksraads Noord Sumatra, Dr. Abdoel Rasjid. Untuk wilayah konstituen Sumatra’s Westkust, seperti diduga kuat yang mendapat tanpa tantangan berarti adalah Mangaradja Soangkoepan (mantan anggota dewan kota Tandjoeng Balai yang kini sebagai Volksraads). Dr. Alimoesa (mantan Volksraads)  kembali tidak berhasil. Yang terpilih dan melangkah ke Pejambon dari Sumatra’s Oostkust adalah Mangaradja Soangkoepon Siregar, anak Panyanggar Padang Sidempoean.

Bersama Soangkoepon, dari daerah pemilihan Batavia, Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia (bersama Husni Thamrin) juga melenggang ke Pejambon. Todoeng, sepupu Mr. Amir Sjarifoeddin ini adalah seorang guru yang bergelar doctor (PhD) lulus dari Negeri Belanda tahun 1930.

***
Alimoesa, seorang anak kepala kuria di Padang Sidempoan melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi di Buitenzorg (Veeartsen School). Setelah lulus dan mendapat gelar dokter hewan (Dr) alumni Veeartsen School yang kini disebut FKH-IPB tahun 1914 ditempatkan di Pematang Siantar. Kedatangannya ke kota perkebunan tersebut klub Pematang Siantar Voetbal Club yang didirikan tahun 1913 tengah mempersiapkan kompetisi regional 1915. Dr. Alimoesa yang semasa kuliah ikut sepakbola di kampusnya tidak sulit untuk menjadi bagian dari tim sepakbola Siantar. Tidak teerasa, sepakbola telah mengangkat nama Dr. Alimoesa menjadi tokoh penting di Pematang Siantar. Awalnya menjadi anggota dewan kota (Gementeeraads) lalu kemudian menjadi anggota dewan nasional (Volksraads) di Batavia.


Gedung Volksraad di Batavia
Volksraads dibentuk pada tahun 1916. Sebagaimana komposisi keanggotaannya, wilayah konstituennya terus berkembang. Pada tahun 1926 nama Dr. Alimoesa mengemuka sebagai kandidat. Pada waktu itu wilayah konstituen Sumatra dibagi menjadi empat konstituen yakni: Tapanoeli (yang juga disebut Noord Sumatra karena dikaitkan dengan wilayah kerjanya Atjeh); dua konstituen cost to cost yakni Sumatra’s Westkust dan Sumatra’s Oostkust; dan Zuid Sumatra. Ketika pemilihan sudah usai di Noord Sumatra (baru Tapenoeli saja) yang terpilih adalah Dr. Alimoesa, sedangkan di Sumatra’s Oostkust baru proses persiapan. Akhirnya wakil dari Sumatra’s Ooskust terpilih adalah Mangaradja Soangkoepon. Dengan demikian, anggota Volksraads asal Noord Sumatra (Sumatra Utara) adalah Dr. Alimoesa.

Dalam perkembangannya wilayah konstituen diperluas ke Atjeh yang mana konstituen Noord Sumatra terdiri dari Tapanoeli en Atjeh. Secara kebetulan wakil-wakil Volksraads asal Noord Sumatra dan Sumatra’s Oostkust adalah anak-anak Padang Sidempoean. Pada tahun 1927: Dr. Alimoesa (Tapanoeli/Noord Sumatra) dan Mangaradja Soangkoepon (Sumatra’s Oostkust). Untuk anggota yang ditunjuk pemerintah adalah Todoeng gelar Soetan Goenoeng Moelia. Pada tahun 1932: Dr. Abdoel Rasjid (Tapanoeli/Noord Sumatra) dan Mangaradja Soangkoepon (Sumatra’s Oostkust). Pada tahun 1936: Dr. Abdoel Rasjid (Noord Sumatra) dan Mangaradja Soangkoepon (Sumatra’s Oostkust). Untuk anggota yang ditunjuk pemerintah adalah Todoeng gelar Soetan Goenoeng Moelia; Pada tahun 1940: Dr. Abdoel Rasjid (Noord Sumatra) dan Mangaradja Soangkoepon (Sumatra’s Oostkust). Untuk anggota yang ditunjuk pemerintah adalah Todoeng gelar Soetan Goenoeng Moelia.

Dr. Alimoesa, Dr. Abdoel Rasjid, Mr. Mangaradja Soangkoepon dan Soetang Goenoeng Moelia, PhD adalah anak-anak Padang Sidempoean yang menjadi anggotya Volksraads (1927-1941). Ke dalam daftar ini bisa ditambahkan satu lagi anak Padang Sidempoean di Volksraads adalah Radjamin Nasoetion mewakili Oost Java.

(Bersambung)


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber tempo doeloe.


*Anggota Volksraad te Batavia (1941)

Voorzitter
mr. J.A. Jonkman

1e Plv. Voorzitter
Thamrin Mohamad Hoesni

2e Plv. Voorzitter
mr. P.A. Blaauw

Secretaris
C.Th. de Booy

Adj. Secretaris
Jhr. mr. G.F.H.W. Rengers Hora Siccama

Leden
Abdul Rasjid
Aldjoeffry Sajid Oesman bin Ali *)
Th. van Ardenne
mr. P.A. Blaauw
D.R.K. de Boer
R. Ng. Djojo Achmad Hoedojo
R.M. Hamongsepoetro *)
mr. M. Harmani
mr. C.C. van Helsdingen *)
R. Oto Iskander di Nata
Iskander Tirtokoesoemo, R.A.A.
mr. P.N. Janssen
H.H. Kan
drs. M. Hermen Kartowisastro
I.J. Kasimo *)
P.A. Kerstens
P.J. Kloppenburg *)
dr. H. Kolkman *)
B.W. Lapian
H.L. la Lau
V.Ph. Leunissen
Loa Sek Hie
Toeankoe Mahmoed *)
Abdoellah Daeng Mapoedji *)
Manggoenegara Mochtar bin Prabo
Dr. Mr. Todoeng gelar Soetan Goenoeng Moelia *)
N.F.G. Mogot
R.A.A. Mohamad Moesa Soeriakartalegawa
mr. Mohamad Yamin
N.J.L.N. Mussert
O.M. Nalaprana *)
W.F. van Nauta Lemke *)
Mevr. J.Chr. Neuyen (geb. Hakker) *)
mr. Phoa Liong Gie *)
R. Prawotosoemodilogo
G. de Raad
L.L. Rehatta
ir. J.W. Roeloffs
B. Roep *)
mr. A.C. Sandkuyl *)
J.H. Smit *)
Abdul Firman gelar Maharadja Soangkoepon
R.A.A. Soedibiokoesoemo *)
R. Soekardjo Wirjopranote
Tjokorde Gde Rake Soekawati *)
R.O. Soerosos
Mas Soetardjo o.g. Kartohadikoesoemo
R. Ng. Soerohadikoesoemo *)
mr. Tadjoedin Noor
Mohamad Hoesni Thamrin
A.F. Vas Dias *)
J. Verboom
Jhr. mr. C.H.V. de Villeneuve *)
ir. E.D. Wermuth
dr. ir. J.Th. White
R. Wiwoho Poerbohadidjojo *)
Yo Heng Kam
drs. H. van Zuylen
ir. W.G.J. Zwart

*) Benoemde leden (diangkat)


 


*Dikompilasi dari berbagai sumber tempo doeloe oleh Akhir Matua Harahap

Tidak ada komentar: