Rabu, Juli 06, 2016

Sejarah Kota Medan (32): Hari Jadi Kota Medan, Suatu Interpretasi yang Keliru; Untuk Pelurusan Sejarah, Ini Faktanya!


Baca juga:


Hari jadi Kota Medan bukan tanggal 1 Juli 1590. Mari kita buktikan! Selama ini setiap tanggal 1 Juli dianggap sebagai ‘ultah’ Kota Medan. Meski penetapan tanggal ini sudah dipatenkan sejak 1974 oleh SK resmi pemerintah bukan berarti tidak dapat direvisi. Sejumlah pihak menganggap penetapan 1 Juli hanya berdasarkan konsensus dari bukti-bukti sebuah kajian yang dianggap kurang akurat. Sejumlah pihak yang lain mengajukan usul dengan bukti dan interpretasi yang lebih kredibel. Namun nyatanya, persoalan yang mengemuka tidak pernah diselesaikan (direvisi), juga rekomendasi yang baru juga tak kunjung diperhatikan. Permasalahannya apa? Semua tidak bisa menunjukkan fakta-fakta yang lengkap dan akurat. Mari kita telusuri semua fakta yang tertulis.

Rumah Controleur di Onderafdeeling Medan, Deli (1875)
Hari jadi sebuah kota seharusnya tidak berbeda dengan hari kelahiran seorang manusia. Hari jadi atau hari kelahiran adalah penanda tanggal kapan dilakukan ulang tahun pada tahun berikutnya. Lahirnya sebuah kota, layaknya lahirnya seorang bayi. Dari tidak ada menjadi ada. Antara tidak ada menjadi ada seharusnya diletakkan dalam garis continuum. Dengan demikian, fase konsepsi harus dianggap belum ada. Konsep tentang lahirnya seseorang (bayi) adalah jika sang bayi telah dilahirkan: hidup dan berkelanjutan hidupnya (balita, anak-anak, remaja, dewasa, tua). Oleh karena bersifat continuum, maka titik-titik yang berada di fase konsepsi dan di fase lahir harus mengacu pada titik origin (agar tidak terjadi dislokasi).

Jebakan persepsi Guru Patimpus

Persoalan hari jadi Kota Medan bukanlah satu-satunya (unik) tetapi juga terjadi pada kota-kota lain. Permasalahannya menjadi besar, karena kini Medan adalah kota besar (metropolitan). Memang semakin besar sebuah kota seharus lebih tua. Akan tetapi azas itu tidak selalu sejalan. Persepsi bahwa semakin besar kota semakin tua akan muncul godaan untuk membuatnya lebih tua. Ini akan keliru jika tetap mengandalkan azas (pola umum). Akan tetapi (seperti banyak kota), Medan adalah sebuah kasus, sebuah kota yang unik (berbeda dengan kota lain), tidak hanya penampilan dan dinamika di dalamnya, tetapi juga tentang kelahirannya: perdebatan yang tak kunjung reda kapan kelahirannya (hari jadinya).

Sejarah Kota Medan (31): Upacara Perkawinan Putri dari Sultan Deli di Medan (1931); Upacara Perkawinan Putri dari Radja Persuratkabaran di Padang (1903); Ascription vs Achievement



Hanya ada dua perayaan perkawinan yang dianggap heboh di era kolonial Belanda: (1) Upacara perkawinan putri dari Radja Persuratkabaran Sumatra di Padang tahun 1903 dan (1) Upacara perkawinan putri dari Sultan Deli di Medan tahun 1931. Kedua upacara perkawinan ini tergolong sangat mewah dan meriah yang dilangsungkan dalam beberapa hari. Disebut sangat mewah karena pembiayaannnya sangat besar dan mengudang banyak tamu. Hanya keluarga kaya yang mampu menyelenggarakannya. Tidak hanya rakyat biasa yang berdecak kagum tetapi juga para pejabat pemerintah juga mengakuinya. Kedua upacara ini diberitakan secara luar biasa di surat kabar sehingga terkabarkan ke seluruh penjuru Nederlandsch Indie (Hindia Belanda).

Opera Bangsawan dari Penang: Pesta Putri Dja Endar Moeda
Pers Belanda boleh jadi selama ini upacara perkawinan hanya dianggap sebagai kategori berita keluarga. Good newsnya adalah karena bentuk penyelenggaraannya sangat langka: mahal. Sangat berbeda dengan tradisi perkawinan di kalangan keluarga orang-orang Belanda yang cenderung dilakukan efisien (umumnya cukup di gereja). Inilah yang menyebabkan mengapa upacara perkawinan putri dari dua ‘radja’ ini layak mendapat liputan media. Uraian yang lengkap tentang kedua upacara perkawinan itu memudahkan kita memahami apa yang telah terjadi di masa lampau yang dapat kita perbandingkan antara upacara perkawinan di Padang dengan upacara perkawinan di Medan maupun kedua upacara tersebut dengan upacara perkawinan yang terjadi pada masa kini.

Upacara ‘boru panggoaran’ di Padang: Suatu pesta yang mendatangkan Opera Bangsawan dari Penang dan Gondang Batak dari Padang Sidempuan

Putri ‘boru panggoaran’ dari Radja Persuratkabaran Sumatra, Dja Endar Moeda yang bernama Alimatoe Saadiah menikah dengan Dr. Haroen Al Rasjid (alumni Docter Djawa School). Alimatoe Saadiah br. Harahap adalah perempuan pribumi pertama yang memiliki pendidikan Eropa, sedangkan Haroen Al Rasjid Nasution adalah putra dari Sutan Abdoel Azis (mantan penulis di Asisten Residen di Padang Sidempuan dan murid dari Willem Iskander). Boru panggoaran dari pasangan Haroen Al Rasjid dan Alimatoe Saadiah bernama Ida Loemongga adalah perempuan Indonesia pertama bergelar doktor (Ph.D) yang berhasil mempertahankan disertasinya di Universiteit Leiden (1931)..Adik dari Dr. Ida Loemongga Nasution, PhD bernama Gele Haroen, alumni sekolah hukum Universiteit Leiden (1936) adalah Residen pertama Lampung (yang kini tengah diusulkan menjadi Pahlawan Nasional). Salah satu putra dari Ida Loemongga ada yang bergelar Profesor. Inilah salah satu contoh yang memiliki garis keturunan berdasarkan achievement.

Senin, Juli 04, 2016

Sejarah Kota Medan (30): Masjid Raya Al Mahsun, Pemberian Kapitalis Perkebunan untuk Menyingkirkan Pribumi dari Tengah Kota dan Menghilangkan Kekuasaan Sultan



Masjid Raya Medan, Al Mahsun selesai dibangun tahun 1909. Pendirian masjid megah ini ada ruginya tetapi lebih banyak manfaatnya di kemudian hari. Pembangunan masjid Al Mahsun pendanaannya yang cukup besar didukung kapitalis (planter Eropa/Belanda dan handelaar Tionghoa) dan prosesnya disokong penuh oleh pemerintah kolonial. Tujuannya adalah untuk menyenangkan sultan, tetapi yang letaknya di luar kota mengindikasikan untuk menyingkirkan pemukiman komunitas Muslim dan pusat kegiatan keagamaan (Islam) dari tengah..

Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 18-08-1909 De nieuwe missigit te Medan. Masjid baru di Medan. Sebuah bangunan megah hampir selesai…..Grand desainer oleh kapten (zeni) Van Erp…Kapten van Erp yang dibuat pada pertengahan 1906 atas perintah dari desain Sultan…Mr. van Erp, diakui ahli dalam Oriental. Dia bertanggung jawab atas pemulihan Boroboedoe…missigit akan total biaya sekitar 4 ton….Dimensi bangunan pada 500,0 M, sementara bagian atas pel tengah 27 Mbangunan Moor Vau Granada (Alhambra) dan Seville stamping spesimen yang paling indah dari gaya Arabischen.....

Masjid Al Mahsun (1910): Jauh di pinggir kota dan sepi
Besar kemungkinan perencanaan dan penetapan lokasi masjid jauh dari tengah kota terkait dengan perencanaan perubahan status kota menjadi kotapraja (gemeente) yang diberlakukan pada tahun 1909. Dengan diangkatnya seorang walikota maka kota Medan sepenuhnya akan berada di bawah seorang walikota (burgermeester). Dan memang terbuki kemudian, kekuasaan Sultan yang sudah beberapa tahun pelan tapi pasti semakin dikurangi dan pada akhirnya wewenang kesultanan itu hanya terbatas pada bidang keagamaan saja. Istana Maimun dan Masjid Al Mahsun adalah scenario licik dari pemerintah kolonial di Residentie Sumatra’a Oostkust.

Sejarah Kota Medan (29): Puasa dan Hari Raya Idul Fitri; Awal Puasa Ditandai dengan Tembakan Meriam dari Halaman Istana Sultan



Pada masa lalu terminologi ‘puasa’ sudah umum digunakan. Puasa dalam bahasa Belanda adalah ‘vasten’ (Hetnieuws van den dag: kleine courant, 24-04-1893). Di dalam surat kabar lebih umum digunakan puasa daripada vasten. Akan tetapi terminologi ‘hari raya idul fitri’ belum dikenal. Terminologi yang umum digunakan adalah ‘akhir puasa’ (einde der poeasa) atau ‘akhir bulan puasa’ (eindigen der poeasa). Sementara, di Jawa istilah ‘lebaran puasa’ sudah muncul dan biasanya dirayakan biasa saja (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 13-07-1886).

Penanda dimulainya puasa berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lain. Di Batavia, awal puasa dimulai dengan pemukulan beduk. Di Medan penanda awal puasa dilakukan dengan tembakan meriam ke udara.

Bataviaasch nieuwsblad, 20-03-1893: ‘Poeasa. Kemarin pukul empat sore mengumumkan dengan memukul bcdoeks oleh masyarakat asli sebagai tanda dimulainya puasa’.

De Sumatra post, 05-11-1937
De Sumatra post, 05-11-1937: ‘Permulaan Poeasa. Tadi malam terdengar dari halaman istana Maimoen (Maimoenpaleis) tiga kali tembakan meriam. Untuk Islamis, khususnya dibawah dari ZH. Sultan Deli ini berarti bahwa tanggal, bulan puasa, Ramadhan telah dimulai. Di kalangan Islam tradisi ini muncul lagi, seperti yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya, tetapi ada perbedaan pendapat tentang awal bulan puasa (Poeasamaand). Dengan demikian, ada kelompok Islam di Medan yang mulai puasa kemarin. Almanak Pemerintah menunjukkan awal dari Poeasa tidak disebutkan, tetapi dua hari di akhir Poeasamaand ditunjuk sebagai hari libur resmi, yaitu tanggal 5 dan 6 Desember’.

Selama bulan puasa selain aktivitas berjalan seperti biasa juga terjadi kejadian-kejadian khusus yang dianggap menjadi perhatian publik. Di Jawa hari penobatan Putra Mahkota tetap dijalankan (Bataviaasch nieuwsblad, 20-03-1893). Kompetisi sepakbola di Medan libur selama bulan puasa (De Sumatra post, 04-10-1938). Di Banten, masyarakat non muslim (utamanya orang-orang Belanda) bukan toleran tetapi khawatir timbul gejolak. Di Medan kegiatan di pengadilan juga terjadi perbedaan paham.

Sabtu, Juli 02, 2016

Sejarah Kota Medan (28): Sjech Ibrahim, Orang Tapanuli Pertama di Deli (1875) yang Menjadi Kepala Kampung Pertama di Medan (1909); Pendiri Sjarikat Tapanoeli



Sjech Ibrahim atau Haji Ibrahim pernah menjadi kepala kampong (penghulu) Kampung Kesawan Medan. Mohamad Yacoub gelar Soetan Kinajan atau Sjech Ibrahim datang ke Deli pada tahun 1875 sebagai krani Kantor Sultan Serdang (Serdangsche Sultanaatskantoor) di Rantaoe Pandjang. Mohamad Yacoub berasal dari afdeeling Mandheling en Ankola. Pada saat itu umur Mohamad Yacoub baru 15 tahun (tamat sekolah dasar).

Pemerintahan sipil di Residentie Tapanoeli dibentuk tahun 1841 yang (masih) terdiri dari tiga afdeeling: Afd. Natal, Afd. Mandheling en Ankola dan afd, Sibolga. Residen berkedudukan di Sibolga. Di Afd. Mandheling en Ankola ditempatkan seorang Asisten Residen berkedudukan di Panjaboengan. Pada tahun 1870 ibukota Asisten Residen dipindahkan dari Panjaboengan ke Padang Sidempuan. Pada tahun 1879 dibuka sekolah guru (kweekschool) di Padang Sidempuan sebagai pengganti Kweekschool Tanobato yang ditutup tahun 1874 (Kweekschool Tanobato didirikan oleh Willem Iskander tahun 1862). Residentie Tapanoeli baru dipisahkan dari Province Sumatra’s Westkust pada tahun 1905.

Esplanade (kini Lapangan Merdeka) Medan, 1881
Pemerintahan sipil di afdeeling Deli dibentuk tahun 1863 dengan menempatkan seorang controleur di Labuhan Deli (sebagai bagian dari Asisten Residen Siak Indrapoera, Residentie Riau. Pada tahun 1874, keberadaan nama kampung Medan Poetri di Deli sudah diketahui melalui koran (Bataviaasch handelsblad, 27-11-1874), sebagai tempat orang Eropa/Belanda. Semakin banyaknya orang Eropa/Belanda yang tinggal di Medan (Poetri) pada tahun 1875 ditempatkan seorang letnan militer (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 03-03-1875). Pada tahun 1875 di sekitar Medan sudah terdapat antara 6000-7000 kuli Cina. Pada tahun 1875 onderafdeeling Medan dibentuk dengan menempatkan seorang controleur di Medan. Sementara di Labuhan Deli statusnya ditingkatkan dari controleur menjadi Asisten Residen. Pada tahun 1879 ibukota afd. Deli dipindahkan dari Laboehan Deli ke Medan (Bataviaasch handelsblad, 02-07-1879). Ibukota Residentie Sumatra van Oostkust akan dipindahkan pada tanggal 1 Maret 1887 ke Deli (De locomotief: Samarangsch han.en adv.-blad, 05-02-1887). Pada tahun 1909 ibukota Medan ditingkatkan menjadi kotamadia (gemeete). Pada tahun 1915 Residentie Sumatra van Oostkust menjadi sebuah provinsi.

Ketika Medan masih kampung, Padang Sidempuan sudah kota
Pada tahun 1875 tujuan utama orang-orang Tapanoeli khususnya afd. Mandheling en Ankola adalah ke Padang (sebagai ibukota provinsi). Untuk mencapai ibukota provinsi tersebut dilakukan dengan moda transportasi darat ke pelabuhan Natal atau pelabuhan Sibolga dan dilanjutkan dengan moda transportasi laut. Meski demikian adanya, orang-orang Mandailing dan Angkola sudah sejak lama melakukan migrasi ke Semenanjung yang awalnya melalui daratan (era padri) kemudian melalui laut (era colonial) dari Sibolga via Sabang terus ke Penang/Malaka. Sejak dibukanya perkebunan tembakau di Deli (Nienhuys, 1865) orang-orang Mandailing dan Ankola mengubah perantauan ke Deli (Labuhan Deli, Rantau Pandjang, Tandjong Poera dan Tandjong Balai). Mohamad Yacoub termasuk para migrant tersebut.

Jumat, Juli 01, 2016

Sejarah Kota Medan (27): Sutan Gunung Tua, Murid Pertama Nommensen yang Menjadi Jaksa di Medan; Kakek PM Amir Sjarifuddin



Amir Sjarifoeddin, semasa remaja di Medan
Orang Medan hanya mengenal Amir Sjarifuddin kelahiran Medan yang pernah menjadi Perdana Manteri Republik Indonesia. Tidak hanya itu. Kakek Amir Sjarifuddin yang bernama Sjarif Anwar gelar Sutan Gunung Tua adalah jaksa pribumi pertama di Medan. Ayah Amir Sjarifuddin bernama Djamin gelar Baginda Soripada memulai karir sebagai mantri polisi di Medan sebelum menjadi jaksa. Sutan Gunung Tua sendiri sebelum diangkat menjadi jaksa adalah penulis (schrijver) di kantor Asisten Residen Mandheling en Ankola di Padang Sidempuan. Sjarif Anwar gelar Sutan Gunung Tua adalah murid pertama Nommensen di Sipirok.

Dari Sipirok ke Medan, Murid Pertama Nommensen

Saat Ludwig Ingwer Nommensen meninggal pada tanggal 23 Mei 1918, Sutan Gunung Tua sudah tinggal di Medan. Murid-murid Nommensen tentu saja sudah banyak yang tinggal di Medan. Diantara murid-murid Nommensen di Medan, Sutan Gunung Tua adalah yang tertua. Sebab Sutan Gunung Tua adalah murid pertama Nommensen sejak kehadirannya di Tanah Batak.