Selasa, Agustus 30, 2016

Sejarah Kota Medan (38): Haji Muda Siregar, Ditahan Belanda di Sibolga (1946); Menjadi Residen Sumatera Timur (1951) dan Walikota Medan (1954)



Namanya kemudian lebih dikenal sebagai Hadji Moeda Siregar. Posisinya saat itu adalah Walikota Medan. Moeda Siregar mengawali karir sebagai pegawai di Kantor Dinas Sipil di Sibolga. Pada tahun 1936 Moeda Siregar dipindahkan tetap sebagai pegawai ke Kantor Residen di Sibolga (lihat De Indische courant, 17-02-1936).

Pada masa pendudukan Jepang tidak diperoleh informasi tentang Moeda Siregar. Baru pada pasca proklamasi ketika Sibolga ditetapkan kembali sebagai ibukota Residentie Tapanuli, Mooeda Siregar sebagai salah satu pejabat di Kantor Residen Tapanuli (Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 23-05-1946). Pada bulan Mei 1946 Moeda Siregar termasuk salah satu dari 43 orang yang ditangkap Belanda. Teman Moeda Siregar yang termasuk ditangkap adalah M. Nurdin (Kepala Polisi Tapanuli yang kelak menjadi Bupati Tapanuli Selatan).

Pada saat pembentukan pemerintahan baru (pasca pengakuan kedaulatan RI) di Sumatera Utara tahun 1950 sejumlah pejabat diangkat di Sumatera Utara. Untuk Bupati Tapanuli Selatan diangkat Moeda Siregar. Sebelumnya, Muda Siregar sudah diangkat sebagai Bupati Tapanuli Selatan ketika masa agresi militer Belanda.

Het nieuwsblad voor Sumatra, 24-06-1949: ‘Organisasi Republik di Padang Sidempuan. Pembentukan organisasi republik Padang Sidempuan (Tapanuli Selatan) yang dipimpin oleh Abdullah Hakim, Ir. Amru dan Bupati Muda Siregar. Mereka ini adalah republic sebelum periode tindakan polisi kedua (angresi militer kedua). Penasehat adalah Residen Tapanuli, anggota panitia kerja adalah Dewan Perwakilan Tapanuli dan Bupati Padang Sidempuan. Organisasi ini akan mengejar cita-cita republik dan pemerintah dukungan Sukarno-Hatta dalam pelaksanaan perjanjian Van Royen-Rum. Setelah pemerintah republik dipulihkan di Yogya, organisasi baru ini akan kontak ke Yogya yang dimaksudkan bahwa seluruh Tapanuli sebagai subdivisi dan tetap republik. Di Sibolga, Partai Republik sudah beberapa bulan yang lalu diselenggarakan yakni oleh Mr Nawawi Harahap’.

Setelah semua bupati di Sumatera Utara diangkat dan dewan perwakilan telah dibentuk lalu pada awal tahun 1951 gubernur Sumatera Utara secara definitif diangkat (untuk menggantikan posisi Sarimin R sebagai pejabat sementara yang ditunjuk Kemeneterian Dalam Negari dalam proses pembentukan pemerintahan di Sumatera Uatara). Untuk posisi jabatan Gubernur Sumatera Utara diangkat Abdul Hakim Harahap (1951). Moeda Siregar termasuk yang diangkat Gubernur Abdul Hakim Harahap sebagai pejabat utama di Kantor Gubernur Sumatera Utara.

Senin, Agustus 29, 2016

Sejarah Kota Medan (37): Binanga Siregar dari Padang Sidempuan (1932); Tokoh Penting Terbentuknya Provinsi Sumatera Utara



Nama Sumatera Utara kali pertama muncul pada tahun 1927 (sebagai nama dapil untuk pemilihan anggota dewan pusat, Volksraard). Binanga Siregar memiliki posisi yang unik di daerah Sumatera Utara (Aceh, Tapanuli dan Sumatera Timur). Binanga Siregar yang memulai karir di pemerintahan di Padang Sidempuan (sejak era Belanda) memiliki peran penting di era Republik Indonesia dalam lima periode pertama Gubernur Sumatera Utara (SM Amin Nasution, FL Tobing, Sarimin, Abdul Hakim Harahap dan SM Amin Nasution). Binanga Siregar yang berjuang atas nama Republik semasa agresi militer Berlanda terlibat aktif sejak fase awal pembentukan Provinsi Sumatera Utara (Aceh, Tapanuli dan Sumatera Timur) tahun 1945. Binanga Siregar adalah residen Tapanuli hingga terbentuknya Provinsi Sumatera Utara yang sekarang (minus Aceh) tahun 1956.

Binanga Siregar dari Padang Sidempuan

Binanga Siregar lahir tahun 1904 di Sipirok, Namanya muncul kali pertama tahun 1932 ketika diangkat menjadi jaksa di Padang Sidempuan (Soerabaijasch handelsblad, 09-09-1932). Namanya kemudian baru muncul tahun 1938 ketika Binanga Siregar gelar Sutan Mangaradja Moeda sebagai salah satu dari tiga kandidat dari Residentie Tapanoeli untuk Volksraad di Batavia.

De Sumatra post, 01-12-1938: ‘Dapil VII (Sumatera Utara dan Aceh Tapanoeli). Abdul Rashid, seorang anggota Volksraad Sipirok. Ali Musa, dokter hewan di kota Siantar. Baginda Kali Djoendjoeng di Pintoe Padang (Padang Sidempoean). Binanga Siregar, jaksa di Landraad Padang Sidempoean. Dapil VIII (Sumatera Timur-pantai timur Sumatera dan Riau). Soangkoepon, anggota Volksraad, Batavia dan Tengkoe Soeloeng, pekerjaan sebagai pengawas negara di Taroetoeng.

Ini mengindikasikan bahwa nama Binanga Siregar di Padang Sidempuan cukup popular. Namun untuk menuju Volksraad di Pejambon (kini di Senayan) tidak mudah bagi Binanga Siregar, karena tokoh-tokoh asal afdeeling Padang Sidempuan tidak hanya di Padang Sidempuan tetapi juga berada di luar daerah. Dalam pemilu tahun1938 Mangaradja Soangkoepon langsung terpilih di Sumatera Timur, tetapi untuk dapil Sumatera Utara harus dilakukan dua putaran, dimana Binanga Siregar (entrant) dengan Abdul Rashid (incumbent) harus bersaing kembali. Akhirnya yang yang terpilih dari dapil Sumatera Utara (Tapanuli dan Aceh) adalah Dr. Abdul Rashid (De Sumatra post, 17-01-1939).

Minggu, Agustus 28, 2016

Sejarah Kota Medan (36): Mr. Luat Siregar dari Sipirok; Walikota Medan Pertama dan Residen Sumatera Timur Pertama (1945)



Mr. Luat Siregar adalah walikota pertama Kota Medan di era Republik Indonesia. Mr. Luat Siregar diangkat menjadi walikota pada tanggal 3 Oktober 1945. Pada tahun yang sama (1945) posisinya ditingkatkan dan diangkat menjadi Residen Sumatera Timur. Pada tahun 1946 menjadi Ketua Komite Nasional Indonesia (KNI).

Di Lampung sejak proklamasi kemerdekaan RI, diangkat menjadi Residen adalah Mr. Abdul Abbas Siregar. Pada tanggal 9 September 1946, Mr. Abdul Abbas Siregar ditarik ke Jakarta.
.
Luat Siregar

Algemeen Handelsblad, 20-12-1934
Luat Siregar lahir di Sipirok 28 November 1908 di Sipirok (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 21-02-1953). Setelah menyelesaikan HIS di Sipirok, Luat Siregar melanjutkan studi ke Batavia, Luat Siregar lulus ujian akhir MULO di Batavia tahun 1926 (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 17-05-1926). Luat Siregar melanjutkan ke AMS dan selanjutnya masuk perguruan tinggi bidang hukum. Pada tahun 1931 Luat Siregar lulus ujian tingkat dua Rschtshoogeschool (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 11-07-1931). Pada tahun 1934 Luat Siregar dilaporkan lulus candidat Doctoraal Indische recht di Leiden tanggal 20 Desember 1934 (lihat Algemeen Handelsblad, 20-12-1934).

Sabtu, Agustus 27, 2016

Sejarah Tapanuli (Bag-7): Saat Kedatangan Nommensen di Tanah Batak, Ini Faktanya!



Kata pengantar buku Gustav van Asselet (Koning Salomon en Radja Gading). Utrecht, 31 Maart 1900. Heden 39 jaren, dat ik de twee eerste Ratta's doopte (Hari ini, 39 tahun yang lalu, saya baptis dua yang pertama orang Batak)

Kapan Nommensen tiba di Tanah Batak tentu sangatah menarik namun data dan informasi kedatangannya ke Tapanoeli terbilang minim. Nommensen sebagai penginjil terkenal di Tanah Batak, seharusnya sejarah tentang dirinya harus ditulis dengan baik dan benar (apa adanya). Nommensen datang ke Tanah Batak tentu tidaklah sendiri.

Beberapa tahun sebelum kedatangan Nommensen, misionaris yang sudah ada di Tanah Batak adalah Gustav van Asselt yang disusul Betz dan kemudian datang dua misionaris Jerman, Heine dan Klammer. Gustav van Asselt adalah pejabat Belanda yang merangkap misionaris di Sipirok. Gustav van Asselt telah memulai misi sejak tahun 1858. Tantangan yang dihadapi keempat misionaris ini begitu besar keika mereka memulai, namun justru itu yang member jalan mudah bagi Nommensen di Tanah Batak.

Selasa, Agustus 23, 2016

Sejarah Kota Medan (35):Mr. Abdul Abbas Siregar, Anak Medan; Residen Pertama Lampung (1945) dan Presiden Republik Indonesia Tapanuli (1949)



Hanya beberapa daerah yang tersisa di Indonesia yang masih republik (pro kemerdekaan RI), yakni: Jokjakarta, Lampung, Tapanuli dan Aceh. Selebihnya tak peduli lagi dengan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945.

Pemimpin dari wilayah-wilayah yang kontra kemerdekaan RI tersebut telah membentuk BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg) pada tahun 1948. Di Tapanuli, Republik Indonesia sempat melemah akibat adanya revolusi social (dari perusuh). Namun Mr. Abbas Siregar mampu menegakkan kedaulatan Republik Indonesia di Tapanuli.

Het nieuwsblad voor Sumatra, 17-09-1948
Het nieuwsblad voor Sumatra, 17-09-1948: ‘Revolusi Sosial di Tapanoeli. Di Republik Tapanoeli hari ini terjadi revolusi sosial. Pada tanggal 10 September pemberontak melawan tentara republic (TNI) dan pejabat administrasi republik. Terjadi pertempuran di Padang Sidempuan, yang mana Komandan TNI Padang Sidempoean, Kapten Koima Hasiboean dibunuh. Selain itu, sejumlah pemimpin Republik (Indonesia) terkemuka, termasuk Mr. Abbas Siregar, Mayor M. Panggabean, Maj. R. Sahian, Maj. AH Siagian dan Mr. Amir Hoesin Siagian telah ditangkap oleh para pemberontak. Mantan Gubernur Militer Tapanoeli, Dr. Gindo Siregar, dan Lt. Kol. P. Sitompoel, komandan pasukan Republik (Indonesia) di wilayah ini berhasil bersembunyi. Di Sibolga, Mr. H. Silitonga, Dr. Loehoet Loembantobing, Elam Artitonang dan M. Pangariboean ditangkap oleh pemberontak.Ini disebut revolusi social kedua yang berlangsung di Tapanoeli. Dilaporkan bahwa pemimpin pemberontakan adalah Pajoeng Bangoen, Komandan Sepuluh Polisie (polisi militer) di Tapanoeli’.

Kedaulatan Republik Indonesia di Tapanuli tetap terjaga. Semua infiltrasi dapat dicegah. Republik Indonesia adalah harga mati. Tidak ada tawar menawar. Tokoh utama dalam mempertahankan Republik Indonesia di Tapanoeli adalah Mr. Abdul Abbas Siregar.

Senin, Agustus 22, 2016

Bag-17. Sejarah Padang Sidempuan: Ir. Tarip Abdullah Harahap, Alumni ITB (1939); Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) di Medan (1957)



Tarip Abdullah Harahap adalah salah satu dari dua mahasiswa pertama asal Padang Sidempuan yang kuliah di ITB di era Belanda. Pada waktu itu ITB dikenal sebagai Technische Hoogeschool, Bandoeng. Tarip Abdullah Harahap lulus ujian saring masuk pada tahun 1934. Mahasiswa Technische Hoogeschool beragam (Belanda, Tionghoa dan pribumi) dan ujiannya sangat ketat. Seangkatan dengan Tarip Abdullah Harahap, lebih dari separuh gagal di tahun pertama.

Het nieuws van den dag voor NI, 10-06-1935
Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 10-06-1935: ‘Technische Hoogeschool. Dalam ujian akhir tingkat satu yang diikuti 45 kandidat, yang berhasil lulus adalah: Abdul Kader, Ms. A. Adels, R. Ahja, EJA Corsmit, E. Edward, M. Hoesen, H. Johannes, Lauw Jan, Liem Kiem Kie, Lic Hok Gwan, Lic Soen Giap, R. Moempoeni Dirdjosoebroto, Sardjono, JA van Schalk, AB Schrader, M. Soemarman, JF Strach, Tarip Abdullah Harahap, The Lian Thong dan Thee Kian Boen. Sebanyak 24 kandidat gagal; sementara satu kandidat dilakukan ujian ulangan’.

Umumnya siswa-siswa asal Padang Sidempuan menempuh pendidikan tinggi ke sekolah hukum (Recht School) dan sekolah kedokteran (Geneeskunde School) di Batavia (Jakarta) dan sekolah kedokteran hewan (Veeartsen School) di Buitenzorg (Bogor). Sangat jarang yang memilih ke Bandoeng (Technische Hoogeschool). Sebab sejarahnya, di afdeeling Padang Sidempoean yang sangat dibutuhkan keahlian di bidang kedokteran, kedokteran hewan dan hukum.

Minggu, Agustus 21, 2016

Dr. Tarip: Alumni Sekolah Kedokteran Hewan di Bogor (1914); Peneliti Terbaik Indonesia

*Untuk melihat semua artikel Sejarah TOKOH Tabagsel dalam blog ini Klik Disini


Dr. Tarip adalah siswa pada fase awal setelah dibentuk Sekolah Kedokteran Hewan (Veeartsenschool) di Buitenzorg (1907). Dr. Tarip telah bertugas di Atjeh, Tapanoeli dan Sumatra’s Westkust, plus pernah ditempatkan di Kandangan (sebagai kepala dinas pertama). Dr. Tarip adalah peneliti pribumi terbaik di eranya yang menyebabkannya diberi beasiswa untuk studi lebih lanjut ke Utrecht, Belanda.

Tarip memulai pendidikan dasar di sekolah pribumi (Inlandsche school) 2de klasse di Sipirok. Tarip belajar secara tutorial (les) bahasa Belanda. Pada tahun 1903 Tarip lulus ujian masuk untuk sekolah guru pribumi (kweekschool voor Inlandsche onderwijzers). di Fort de Kock. Setelah lulus Tarip diangkat sebagai guru sekolah negeri di Sibolga. Profesi guru ini hanya dijalaninya hingga tahun 1909. Pada tahun 1910 Tarip melanjutkan studi untuk sekolah kedokteran hewan (Veeartsenschool) di Buitenzorg (Bogor). Siswa yang diterima setiap tahunnya tidak lebih dari 10 orang.

Setelah selesai studi (1914), Dr. Tarip diangkat sebagai dokter hewan pemerintah dan ditempatkan di Padang Lawas. Di sela-sela tugasnya memberi layanan pemerintah, Dr. Tarip melakukan penelitian dan hasilnya dipublikasikan. Hasil penemuannya adalah metode membasmi cacing pita pada kerbau. Dr. Tarip kemudian dipindah ke Medan sebagai adjunct-gouvemements-veearts.

Jumat, Agustus 19, 2016

Sejarah Kota Natal (4): Willem Iskander Mendirikan Sekolah Guru di Tanobato; Natal Kembali Mendapat Perhatian



Sejak AP Godon menjadi Asisten Residen di Afdeeling Mandailing en Angkola (1847) telah banyak yang berubah. Produksu kopi terus meningkat di Mandailing dan Angkola, akses jalan menuju Natal semakin lancar. Perubahan yang lain adalah anak-anak Mandailing en Angkola sudah mulai bersekolah (introduksi aksara latin dalam pendidikan). Pendapatan pemerintah dari kopi telah mampu membiayai untuk pendidikan. Pendapatan yang sebelumnya terbatas untuk anggaran infrastruktur (utamanya jalan/jembatan) kini telah diperluas dan dialokasikan untuk pendidikan.

Sukses pertama dari pendidikan di Mandailing en Angkola adalah dikirimnya dua siswa (bernama Si Asta dan Si Angan) tahun 1854 untuk studi kedokteran di Batavia. Kedua siswa ini diharapkan akan mampu menangani penyakit dan wabah yang kerap terajdi sebelumnya. Sukses kedua adalah dikirimnya Si Sati pada tahun 1857 untuk studi keguruan ke Belanda. Pada tahun 1856 dua siswa kedokteran telah berhasil dalam studinya. Dr. Asta ditempatkan di Mandailing dan Dr. Angan ditempatkan di Angkola. Pada tahun 1856 dua siswa dikirim lagi ke Batavia.

Pada tahun 1961 Si Sati yang telah berganti nama menjadi Willem Iskander kembali ke tanah air (Batavia). Willem Iskander kemudian pulang kampong di Mandailing untuk mendirikan sekolah guru (kweekschool). Lokasi yang dipilih Willem Iskander tempat sekolah guru yang akan diasuhnya sendiri adalah din Tanobato. Suatu kampong yang jauh dari Panjaboengan di daerah yang lebih tinggi dan berhawa sejuk di sisi jalan menuju pelabuhan Natal.

Lokasi sekolah guru yang dipilih di Tanobato tidak menguntungkan untuk siswa-siswa yang berasal dari Angkola. Pilihan lokasi diduga karena letak Tabobato yang berhawa sejuk lebih sesuai untuk Willem Iskander sendiri yang sudah mengalami iklim Eropa. Alasan utama mungkin agar Willem Iskander mudah dan cepat akses ke pelabuhan (agar mudah ke Padang dan Batavia) dan juga agar pejabat pendidikan baik di Padang dan Batavia mudah mengakses sekolah guru itu.

Pilihan Tanobato sebagai sekolah guru secara tidak langsung menguntungkan Natal (yang sudah beberapa tahun mengalami keterpencilan). Natal dan pelabuhan Natal akan dengan sendirinya menjadi ramai kembali. Para pejabat akan sering meninjau sekolah tersebut. Demikian juga para wisatawan akan tertarik melihat keberadaan sekolah guru yang berada di ketinggian itu yang mana gurunya, Willem Iskander merupakan satu-satunya pribumi yang berpendidikan di Hindia Belanda dan memahami serta sudah terbiasa dengan budaya Eropa.

Sejarah Kota Natal (3): Jalur Transportasi Mandailing-Natal Dibangun; Tidak Semua Layar Terkembang Menuju Pelabuhan Natal Lagi



Sejak kerusuhan tahun 1842 di Mandailing dan pemecatan Controleur Natal, Eduard Doowes Dekker 1843, demi menjaga kepentingan pemerintahan (produksi komodi ekspor), pemerintah mulai ciut nyalinya lalu mulai dengan tatakelola pemerintahan yang berimbang (di satu tangan tetap dengan pengawasan senjata dan di tangan yang lain memberi stimulan yang mampu meredakan ketegangan. Stimulan itu dalam pelaksanaannya baru nanti dilakukan pada era pemerintahan yang dijabat oleh Asisten Residen AP Godon (1847-1857).

Sejak dipecatnya Eduard Douwes Dekker, pemerintahan di Natal dikendalikan oleh beberpa controleur. Anehhnya pejabat controleur definitif tidak pernah ada (hanya sebagai pejabat sementara). Ini mengindikasikan bahwa faktor Eduard Doowes Dekker masih menjadi pertimbangan.

Asisten Residen AP Godon yang humanis

Pada tahun 1846 afdeeling Natal dimasukkan ke Residentie Tapanoeli (menyusul afd, Mandailing en Angkola). Afdeeling Natal yang sempat rantai terputus 1845 (Natal masuk Residentie Air Bangis sementara Mandailing en Angkola masuk Residentie Tapanoeli) tidak terdapat koordinasi. Dengan bersatunya kedua afdeeling ini di dalam satu residentie maka fungsi koordinasi kembali terlaksana. Oleh karena di afdeeling Mandailing en Ankola statusnya asisten residen, maka controleur Natal harus selalu berkoordinasi dengan asisten residen Mandailing en Angkola.

Rabu, Agustus 17, 2016

Forum Investasi dalam Percepatan Pembangunan di Tapanuli Bagian Selatan



Tujuh puluh delapan tahun yang lalu di Batavia telah berkumpul sejumlah perantau Tapanoeli untuk membicarakan pembangunan di kampong halaman. Ide ini bermula dari Sanusi Pane dan kemudian mengajak sejumlah tokoh penting asal Tapanoeli yang peduli tentang kampong halaman.

Bataviaasch nieuwsblad, 01-03-1938: ‘Dewan yang dibentuk terdiri dari (diantaranya) Sanusi Pane sebagai Presiden. Anggota terdiri dari Parada Harahap (editor Tjaja Timoer), Abdoel Hakim Harahap (mantan anggota dewan kota Medan, kelak menjadi Gubernur Sumatra Utara), AL Tobing, H. Pane, T. Dalimoente dan Panangian Harahap (penilik sekolah di Bandung). Selain itu, sebagai pembina adalah MangarajaSoangkoepon (anggota Volksraad dari dapil Sumatra Timur), Dr. Abdul Rasjid (anggota Volksraad dari dapil Tapanoeli), Mr. Soetan Goenoeng Moelia, PhD (anggota Volksraad dari utusan bidang pendidikan) dan Amir Sjarifoedin (Pimpinan Partai Politik)’.

Dewan Rencana Reformasi Tapanoeli mewakili seluruh wilayah Residentie Tapanoeli (afdeeling Padang Sidempuan, Sibolga dan Tarutung). Komposisi dewan juga mencakup anggota dewan (Volksraad), partai politik, wartawan, sastrawan, pengusaha, pejabat pemerintah dan pendidik.

Selasa, Agustus 16, 2016

Sejarah Kota Natal (2): Controleur Eduard Douwes Dekker (1842-1843); Pemberontakan di Mandailing dan Angkola



Pada tahun 1832 di Natal mulai dibentuk pemerintahan dengan menempatkan seorang pejabat militer. Pada tahun itu juga para pemimpin Batak (Mandailing dan Angkola) meminta bantuan militer Belanda untuk bersama-sama mengusir pasukan Padri. Awalnya pemerintah Belanda enggan, baru pada tahun 1834 pemerintah Belanda tertarik untuk dua alasan: mendapat energi baru dari para hulubalang Mandailing en Ankola untuk melumpuhkan perlawanan kaum Padri di Bonjol. Alasan yang kedua Mandailing dan Angkola dapat dijadikan lumbung pangan selama perang Bonjol.

Eduard Doewes Dekker (ft 1853)
Ada dua hal yang bersifat strategis dilakukan pemerintahan militer tahun 1834: membangun benteng di Panjaboengan dan mendirikan pos militer di Kotanopan dan Sayurmatinggi. Dengan eskalasi perang yang semakin meningkat di pedalaman, status Natal ditingkatkan menjadi asisten residen dan menempatkan seorang asisten di Kotanopan.

Akhirnya pasukan Padri di Bonjol berhasil dilumpuhkan pada tahun 1837 dan pasukan Padri di Pertibie juga berhasil dilumpuhkan. Situasi yang dihadapi (1840) kemudian ternyata tidak menguntungkan bagi Natal. Status Natal diturunkan dari asisten residen menjadi hanya setingkat controleur. Sementara di afd. Mandailing en Angkola menjadi asisten residen. Perubahan yang ada mengikuti situasi baru: prospek ekonomi. TAC van Kervel ditunjuk menjadi Asisten Residen Mandailing en Ankola, sedangkan controleur yang ditunjuk di Natal adalah JH van Meerten.

Sabtu, Agustus 13, 2016

Sejarah Kota Natal (1): Traktak London, 17 Maret 1824; Penduduk Mandailing dan Angkola Melawan Pasukan Padri



Sejarah Kota Natal pada awalnya adalah bagian dari sejarah pelabuhan-pelabuhan pantai barat Sumatra. Pada tahun 1825 pelabuhan Natal menjadi wilayah penguasaan Belanda (berdasarkan Traktak London, 17 Maret 1824).

Peta kuno, 1619 (peta Portugis)
Sejak kedatangan pelaut-pelaut Eropa di Nusantara (menggantikan pelaut/pedagang dari India, Persia dan Arab), nama Natal belumlah popular. Pelaut Portugis dan Spanyol yang pertamakali datang. Kemudian disusul Perancis, Inggris dan Belanda. Pelaut-pelaut Portugis telah memetakan wilayah Nusantara. Ketika pelaut Belanda datang (1895) diantara nama-nama tempat terdapat tiga nama yang terpetakan yakni: Baros, Aroe dan Batahan. Natal tidak teridentifikasi.

Kehadiran Portugis menghilang di sekitar Sumatra oleh Belanda (Malaka direbut). Hanya tersisa Inggris dan Belanda, setelah Inggris menggusur kehadiran Perancis. Perseteruan Inggris-Belanda di Eropa berimbas pada pengusaan wilayah di Nusantara (termasuk di Sumatra). Inggris menggantikan Belanda. Lalu kemudian berdasarkan Traktat London terjadi ‘tukar guling’ Bengkulu dan Malaka.

Leydse courant, 26-06-1761
Leydse courant, 26-06-1761: ‘..4 Februari 1760, kapal Perancis berlabuh di Air Bangis..7 Februari 1860 Inggris mengambil pelabuhan Natal dari Perancis. Pelabuhan Natal ini diduduki oleh 40 Eropa dan 60

Pada tanggal 12 Mei 1829 Belanda mengambil alih Kota Padang dari Inggris. Residentie Sumatra’s Westkust dibentuk dari Pariaman hingga Indrapoera (menjadi Padaugsche bovenlanden). Kemudian wilayah Belanda di perluas di pantai dari Singkil hingga Ujung Masang dan di pedalaman Mandheling en Rao. Pada tahun 1830 di Natal dan Tapanoeli ditempatkan seorang posthouder. Di Natal posthouder bernama A.H Intveld.

Jumat, Agustus 12, 2016

Sejarah Kota Medan (34): Haji dan Idul Adha di Medan; Buku Panduan Haji Indonesia Disusun Pertama Kali oleh Dja Endar Moeda (1900)



Poster angkutan haji, 1935
Pada tahun 1935 di Medan mulai diakui hari-hari besar agama Islam (De Sumatra post, 06-03-1935) namun terdapat kekeliruan. Pengakuan ini dikaitkan dengan pemberian tanggal merah di dalam kalender. Dalam kalender pemerintah hanya disebut dua hari libur: Hari Raya Idul Fitri dan Hari Maulud (kelahiran nabi). Tidak disebutkan Hari Raya Idul Adha (Idoel Koerban). Padahal Hari Raya Idul Adha (Hari Raya Besar/ Groote Peest) juga tidak kalah penting jika dibandingkan dengan Hari Raya Idul Fitri (Hari Raya Kecil/ Kleine Peest). Kekeliruan yang lain penyebutan Hari Raya Maulud sebagai Tahun Baru Pribumi (Het Inlandsch Nieuwjaar). Padahal Tahun Baru di dalam agama Islam merujuk pada tanggal satu Muharram (bulan pertama).

Sebelum tahun 1935 tidak pernah terdeteksi bahwa Hari Raya Idul Adha dirayakan di Medan. Yang sudah dirayakan adalah Hari Raya Idul Fitri. Adanya perayaan Hari Raya Hadji di Hindia Belanda dilaporkan kali pertama pada tahun 1887 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 29-08-1889). Namun secara spesifik tidak dijelaskan dimana perayaan itu dilaksanakan

De Sumatra post, 19-02-1937
Sejak tahun 1935 Hari Raya Idul Adha diperingati dengan melaksanakan sholat Idul Adha. Namun demikian, sholat Idul Adha tidak diadakan di Masjid Raya Al Mahsum sebagaimana sholat Idul Fitri pada tahun-tahun sebelumnya. Seperti yang terjadi pada tahun 1937, bagi kelompok Komite Islam (Comite Islam) sholat Idul Adha dilaksanakan di lapangan Jalan Balistraat, sedangkan untuk kelompok Muhammadiyah dilaksanakan di lapangan sepakbola OSVB (lihat De Sumatra post, 19-02-1937). Kelompok masyarakat Djamlatoel Waslijah diselenggarakan di masjid besar Al Mahsum di Jalan Istana.

Rabu, Agustus 10, 2016

Universitas Negeri di Padang Sidempuan (1879-1893): Sudah Waktunya Universitas Graha Nusantara Diubah dari PTS Menjadi PTN

*Untuk melihat semua artikel Sejarah UGN dalam blog ini Klik Disini


Peta area Simarsayang, 1880 (kini lokasi UGN)
Di Padang Sidempuan, Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dibuka pada tahun 1879. Perguruan tinggi ini disebut Kweekschool (Sekolah Guru) Padang Sidempuan. Lulusan Kweekschool Padang Sidempuan mengisi kebutuhan guru di seluruh Tapanuli, di Riau, Sumatera Timur, Aceh dan Jambi. Guru terkenal dari Kweekschool Padang Sidempuan adalah Charles Adrian van Ophuijsen. Dari delapan tahun di Kweekschool Padang Sidempuan, van Ophuijsen lima tahun terakhir  menjabat sebagai Direktur. Prof. Charles Adrian van Ophuijsen adalah penyusun ejaan dan tata bahasa Melayu (yang menjadi cikal bakal tata bahasa Indonesia dan EYD).

Pada masa itu di seluruh Hindia Belanda hanya ada dua jenis perguruan tinggi: sekolah pembibitan guru pribumi (kweekschool voor onderwijer) dan sekolah pembibitan dokter pribumi (kweekschool van inlandsche geneeskundigen).

Sekolah dokter pribumi hanya ada satu yakni di Batavia. Sekolah dokter pribumi ini dibuka pada tahun 1851. Pada tahun 1854 dua siswa asal Mandailing dan Angkola diterima di sekolah dokter ini (bernama Si Asta dan Si Angan). Kedua siswa ini adalah siswa pertama yang diterima dari luar Jawa. Dalam perkembangannya sekolah dokter pribumi ini dikenal sebagai Docter Djawa School (dan diubah menjadi STOVIA pada tahun 1902).

Sekolah guru pribumi pertama kali didirikan di Surakarta tahun 1851. Sekolah guru ini kemudian dibuka di Probolinggo, Ambon, Banjarmasin, Bukittinggi dan Tanobato. Kweekschool Padang Sidempuan adalah pengganti dari sekolah guru (kweekschool) yang terdapat di Tanobato (Mandailing). Kweekschool Tanobato didirikan oleh Willem Iskander tahun 1862 dan kemudian ditutup tahun 1874. Sati Nasution alias Willem Iskander adalah pribumi pertama yang studi ke Negeri Belanda (1857). Setelah mendapat akte guru di kweekschool di Harlem tahun 1861, kembali ke tanah air dan mendirikan Kweekschool Tanobato. Karena dianggap bermutu, sekolah guru swasta ini, dua tahun berikutnya diakuisisi pemerintah untuk ditabalkan menjadi sekolah guru negeri.

Pada tahun 1887 Kweekschool Padang Sidempuan dan Kweekschool Probolinggo dianggap sebagai kweekschool terbaik di Hindia Belanda. Namun sangat disayangkan, Kweekschool Padang Sidempuan harus ditutup tahun 1893 karena defisitnya anggaran pemerintah. Hanya menyisakan satu kweekschool di Sumatra yakni kweekschool yang berada di Bukittinggi. Meski demikian nasib Kweekschool Padang Sidempuan, namun alumni yang sudah tersebar di banyak tempat telah menunjukkan berbagai prestasi. Guru-guru berprestasi alumni Kweekschool Padang Sidempuan, antara lain:

Senin, Agustus 08, 2016

Sejarah Kota Medan (33): Proklamasi Kemerdekaan RI di Medan Enggan Diumumkan ke Publik (1945); Perayaan Hari Kemerdekaan Pasca Kedaulatan RI 1950 Sangat Bersemangat



Pahlawan Kota Medan begitu banyak. Sangat banyak ketika terjadi semasa agresi militer Belanda. Namun pahlawan Kota Medan di seputar Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 sangat sepi sendiri. Bahkan kabar bahwa Indonesia telah merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 para ‘pejuang’ enggan untuk menyampaikannya ke publik. Sementara di daerah lain, para pejuang segera memasyarakatkannya,yang lalu disambut penduduk dengan gegap gempita. Lantas mengapa di Medan berita kemerdekaan ‘lalai’ diumumkan ke publik?

Di Bandung dan sekitarnya, berita proklamasi sudah diketahui sejak siang pada tanggal 17 Agustus 1945 dan isi proklamasi yang dibacakan Soekarno sudah diketahui penduduk pada malam harinya melalui radio Bandung. Yang menyiarkan rekaman pembacaan Proklamasi Kemerdekaan RI di Radio Bandung adalah penyiar senior, anak Medan bernama Sakti Alamsyah. Sakti Alamsyah mendapat rekaman itu dari anak Siantar bernama Adam Malik yang diantar langsung ke Bandung oleh anak Sungai Penuh, Jambi bernama Mochtar.

Dalam siaran pengantar rekaman isi proklamasi ini, Sakti Alamsyah dengan menyebut: ‘Di sini Radio Republik Indonesia’, padahal Radio Republik Indonesia (RRI) belum lahir. Suara Sakti Alamsyah sudah sangat dikenal oleh penduduk Bandung dan sekitarnya. Keberanian Sakti Alamsyah menyiarkan rekaman Proklamasi Kemerdekaan itu sangat diapresiasi oleh penduduk Bandung dan sekitarnya. Siaran Radio Bandung pada malam itu dapat di dengar di Yokyakarta dan luar negeri.

Jiwa patriot dari tiga anak muda yang bernama Sakti Alamsyah, Adam Malik dan Mochtar memang tidak diragukan. Selama pendudukan Jepang ketiga anak muda yang berkiprah di bidang media ini pernah sama-sama bekerja di Radio Militer Jepang. Kelak ketiga nama anak muda ini dikenal sebagai Sakti Alamsyah Siregar (pendiri surat kabar Pikiran Rakyat di Bandung), Adam Malik Batubara (Menteri Luar Negeri dan Wakil Presiden) dan Mochtar Lubis (pendiri surat kabar Indonesia Raya di Jakarta).   

Lantas mengapa begitu lamban untuk merdeka di Medan? Pengumuman bahwa telah diproklamirkan tanggal 17 Agustus1945  di Jakarta oleh Soekarno-Hatta baru dilakukan tanggal 6 Oktober1945. Padahal orang yang mendapat mandat dari Jakarta sudah tiba di Medan sejak 27 Agustus 1945. Yang mendapat mandat tersebut adalah Mr. Teuku Muhammad Hasan yang telah diangkat di Jakarta untuk menjadi Gubernur Sumatera.