Minggu, Agustus 21, 2016

Dr. Tarip: Alumni Sekolah Kedokteran Hewan di Bogor (1914); Peneliti Terbaik Indonesia

*Untuk melihat semua artikel Sejarah TOKOH Tabagsel dalam blog ini Klik Disini


Dr. Tarip adalah siswa pada fase awal setelah dibentuk Sekolah Kedokteran Hewan (Veeartsenschool) di Buitenzorg (1907). Dr. Tarip telah bertugas di Atjeh, Tapanoeli dan Sumatra’s Westkust, plus pernah ditempatkan di Kandangan (sebagai kepala dinas pertama). Dr. Tarip adalah peneliti pribumi terbaik di eranya yang menyebabkannya diberi beasiswa untuk studi lebih lanjut ke Utrecht, Belanda.

Tarip memulai pendidikan dasar di sekolah pribumi (Inlandsche school) 2de klasse di Sipirok. Tarip belajar secara tutorial (les) bahasa Belanda. Pada tahun 1903 Tarip lulus ujian masuk untuk sekolah guru pribumi (kweekschool voor Inlandsche onderwijzers). di Fort de Kock. Setelah lulus Tarip diangkat sebagai guru sekolah negeri di Sibolga. Profesi guru ini hanya dijalaninya hingga tahun 1909. Pada tahun 1910 Tarip melanjutkan studi untuk sekolah kedokteran hewan (Veeartsenschool) di Buitenzorg (Bogor). Siswa yang diterima setiap tahunnya tidak lebih dari 10 orang.

Setelah selesai studi (1914), Dr. Tarip diangkat sebagai dokter hewan pemerintah dan ditempatkan di Padang Lawas. Di sela-sela tugasnya memberi layanan pemerintah, Dr. Tarip melakukan penelitian dan hasilnya dipublikasikan. Hasil penemuannya adalah metode membasmi cacing pita pada kerbau. Dr. Tarip kemudian dipindah ke Medan sebagai adjunct-gouvemements-veearts.

Pada tahun 1922 Dr. Tarip dipindahkan dari Medan ke Padang Sidempuan untuk membantu LVM Lobel (De Sumatra post, 28-08-1922).

Kontribusinya dalam dunia riset telah mengundang perhatian pemerintah. Setelah bekerja beberapa tahun praktek, pemerintah mengapresiasi kinerja Dr. Tarip dan memberikannya beasiswa untuk studi lebih lanjut ke Belanda. Dr. Tarip berangkat ke Belanda tahun 1927. Tarip lulus ujian akhir dokter hewan tahun 1930 di Veeartsenij Hoogeschool di Utrecht, Belanda (De Sumatra post, 07-10-1930).

Orang Indonesia pertama studi Veeartsenij Hoogeschool di Utrecht adalah Sorip Tagor. Pada tahun 1916 Sorip Tagor diterima di sekolah kedokteran tersebut dan lulus tahun 1920. Sorip Tagor adalah siswa pertama Veeartsenschool di Buitenzorg (1907). Pada tahun 1910 dua anak Padang Sidempuan, Tarip dan Alimoesa diterima sebagai siswa Veeartsenschool. Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 25-08-1911 melaporkan Inlandsche Veeartsensohool te Buitenzorg telah selesai ujian dan yang lulus: dari tingkat satu ke tingkat dua (antara lain) Tarip dan Alimoesa (Harahap); dan dari tingkat tiga ke tingkat empat (hanya) Sorip (Tagor Harahap).

De Sumatra post, 07-10-1930
Setelah lulus tahun 1932, Dr. Tarip kembali ke tanah air dan atas permintaannya sendiri untuk ditempatkan di tanah kelahirannya di Padang Sidempuan (Residentie Tapanoeli). Dr. Tarip sangat terkenal di Tarutung. Demikian juga di Nias. Dr. Tarip telah melakukan penelitian dan telah menyelamatkan populasi babi di Nias dari penyakit. Ternak babi tersebut telah dijamin oleh Dr. Tarip dan dipasarkan ke Medan dan sebagian ke Singapoera.

Hobi Dr. Tarip adalah bermain tennis. Ketika lapangan tennis yang baru dibangun di Padang Sidempuan yang dibuka pada tanggal 30 Oktober 1932, hadir antara lain Dr. Rashid, Dr. Tarip, Mr. Delmaar dan Dr. Pohan (lihat De Sumatra post, 03-11-1932). Catatan: Dr. Rashid Siregar adalah Kepala Dinas Kesehatan Zuid Tapanoeli, Dr. Alinoedin Pohan (Direktur Rumah Sakit Padang Sidempuan)

Dr. Tarip tidak berumur panjang dan dikabarkan telah meninggal dunia tahun 1936 di Tarutung. Saat itu Tarip tengah bertugas di kantor cabang Dinas Kedokteran Hewan (Burgerlijken Veeartsenijkundigen) di Taroetoeng yang baru dirintisnya (De Indische courant, 24-08-1936). Catatan: Dr. Tarip belum diketahui marganya (masih dilacak). Apakah ada yang mengetahuinya?


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe.

Tidak ada komentar: