Rabu, Agustus 10, 2016

Universitas Negeri di Padang Sidempuan (1879-1893): Sudah Waktunya Universitas Graha Nusantara Diubah dari PTS Menjadi PTN

*Untuk melihat semua artikel Sejarah UGN dalam blog ini Klik Disini


Peta area Simarsayang, 1880 (kini lokasi UGN)
Di Padang Sidempuan, Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dibuka pada tahun 1879. Perguruan tinggi ini disebut Kweekschool (Sekolah Guru) Padang Sidempuan. Lulusan Kweekschool Padang Sidempuan mengisi kebutuhan guru di seluruh Tapanuli, di Riau, Sumatera Timur, Aceh dan Jambi. Guru terkenal dari Kweekschool Padang Sidempuan adalah Charles Adrian van Ophuijsen. Dari delapan tahun di Kweekschool Padang Sidempuan, van Ophuijsen lima tahun terakhir  menjabat sebagai Direktur. Prof. Charles Adrian van Ophuijsen adalah penyusun ejaan dan tata bahasa Melayu (yang menjadi cikal bakal tata bahasa Indonesia dan EYD).

Pada masa itu di seluruh Hindia Belanda hanya ada dua jenis perguruan tinggi: sekolah pembibitan guru pribumi (kweekschool voor onderwijer) dan sekolah pembibitan dokter pribumi (kweekschool van inlandsche geneeskundigen).

Sekolah dokter pribumi hanya ada satu yakni di Batavia. Sekolah dokter pribumi ini dibuka pada tahun 1851. Pada tahun 1854 dua siswa asal Mandailing dan Angkola diterima di sekolah dokter ini (bernama Si Asta dan Si Angan). Kedua siswa ini adalah siswa pertama yang diterima dari luar Jawa. Dalam perkembangannya sekolah dokter pribumi ini dikenal sebagai Docter Djawa School (dan diubah menjadi STOVIA pada tahun 1902).

Sekolah guru pribumi pertama kali didirikan di Surakarta tahun 1851. Sekolah guru ini kemudian dibuka di Probolinggo, Ambon, Banjarmasin, Bukittinggi dan Tanobato. Kweekschool Padang Sidempuan adalah pengganti dari sekolah guru (kweekschool) yang terdapat di Tanobato (Mandailing). Kweekschool Tanobato didirikan oleh Willem Iskander tahun 1862 dan kemudian ditutup tahun 1874. Sati Nasution alias Willem Iskander adalah pribumi pertama yang studi ke Negeri Belanda (1857). Setelah mendapat akte guru di kweekschool di Harlem tahun 1861, kembali ke tanah air dan mendirikan Kweekschool Tanobato. Karena dianggap bermutu, sekolah guru swasta ini, dua tahun berikutnya diakuisisi pemerintah untuk ditabalkan menjadi sekolah guru negeri.

Pada tahun 1887 Kweekschool Padang Sidempuan dan Kweekschool Probolinggo dianggap sebagai kweekschool terbaik di Hindia Belanda. Namun sangat disayangkan, Kweekschool Padang Sidempuan harus ditutup tahun 1893 karena defisitnya anggaran pemerintah. Hanya menyisakan satu kweekschool di Sumatra yakni kweekschool yang berada di Bukittinggi. Meski demikian nasib Kweekschool Padang Sidempuan, namun alumni yang sudah tersebar di banyak tempat telah menunjukkan berbagai prestasi. Guru-guru berprestasi alumni Kweekschool Padang Sidempuan, antara lain:

Dja Endar Moeda (lulus 1884): Setelah pension guru menjadi editor pribumi pertama surat kabar berbahasa Melayu, Pertja Barat di Padang (1897). Dja Endar Moeda kemudian mengakuisisi surat kabar dan percetakan Pertja Barat yang kemudian menerbitkan beberapa surat kabar di Padang, Sibolga, Banda Aceh dan Medan. Dja Endar Moeda kemudian dijuluki sebagai Radja Persuratkabaran Sumatra.

Sutan Casajangan Soripada (lulus 1887): Selagi masih guru melanjutkan studi untuk mendapatkan akte guru Eropa ke Belanda tahun 1905 (mahasiswa kedua pribumi yang studi ke Belanda). Sutan Casajangan adalah pendiri Indisch Vereeniging (Perhimpunan Hindia Belanda) tahun 1908 yang menjadi cikal bakal Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI).

Sutan Martoewa Radja (lulus 1892): Guru sekolah negeri pertama di Tarutung (Silindoeng). Pengarang novel dan buku pelajaran sekolah. Direktur Noormal School dan anggota dewan kota (gemeenteraad) Pematang Siantar. Sutan Martoewa Radja lebih dikenal sebagai ayah dari Kolonel MO Parlindungan (alumni sekolah teknik Delf dan Direktur pertama Pserusahaan Senjata dan Mesii (PSM) di Bandung 1950 (kini PINDAD).

Mangaradja Salamboewe (189?): Penulis di Kantor Residen Tapanoeli di Sibolga yang menjadi jaksa. Berhenti menjadi jaksa menjadi editor surat kabar Pertja Timor di Medan 1902. Mangaradja Salamboewe adalah editor pribumi kedua di Hindia Belanda (yang ketiga adalah Tirto Adhi Soerjo). Mangaradja Salamboewe adalah anak dari Dr. Asta (dokter pribumi pertama yang berasal dari luar Jawa).

Mohamad Taif (188?): Setelah berkarir sebagai guru di Tapanuli ditempatkan di Kota Radja (Banda Aceh). Taif Nasution lebih dikenal sebagai ayah dari Mr. SM Amin Nasution (Gubernur Sumatra Utara yang pertama).

Mangaradja Hamonangan (188?): Berkarir sebagai guru di Tapanuli dan menjadi guru terkenal di Padang Sidempuan. Mangaradja Hamonangan lebih dikenal sebagai ayah dari Prof. Toedoeng Soetan Goenoeng Moelia, Ph.D (anggota Volksraad dan Menteri Pendidikan RI yang kedua). Mangaradja Hamonangan adalah saudara kandung dari ayah Amir Sjarifoedin (Perdana Menteri RI).

Dan banyak lagi yang tidak cukup disebut satu per satu di sini.

Ketiadaan sekolah tinggi di Padang Sidempuan tidak menyurutkan minat siswa-siswa di afdeeling Padang Sidempoean (kini Tapanuli Bagian Selatan) untuk masuk sekolah tinggi. Mereka tidak hanya bersekolah di Jawa (Batavia/Jakarta dan Buitenzorg/Bogor) tetapi juga ke negeri Belanda. Siswa-siswa asal afdeeling Padang Sidempuan juga terbilang alumni pertama dari Sekolah Kedokteran Hewan di Buitenzorg (1911), Sekolah Pertanian di Buitenzorg (1914), Sekolah Hukum di Batavia (1915). Tentu saja sangat banyak yang kuliah di STOVIA.

Sudah Waktunya Universitas Negeri Didirikan di Padang Sidempuan

Kisah sukses Perguruan Tinggi Negeri di Padang Sidempuan dan kisah sukses siswa-siswa afdeeling Padang Sidempuan yang sekolah ke Jakarta, Bogor dan Belanda serta lainnya telah lama berlalu. Kini, zaman telah berubah, kehidupan ekonomi semakin sulit di Tapanuli Bagian Selatan, para orangtua semakin sulit menyekolahkan anak-anak mereka ke perguruan tinggi bermutu di tempat jauh. Namun semangat belajar dari siswa-siswa di Tapanuli Bagian Selatan terbukti tetap tinggi.

Tunggu deskripsi lebih lanjut


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap dari berbagai sumber.

Tidak ada komentar: