Selasa, September 27, 2016

Mr. Arifin Harahap (6): Tokoh Ekonomi Tapanuli Selatan; dari ‘Trio Lama’ (Sukarno, Hatta, Amir) hingga ‘Trio Baru’ (Suharto, Sultan, Adam)

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Mr. Arifin Harahap dalam blog ini Klik Disini


Trio baru Indonesia
Drs. M. Hatta memang seorang ekonom (sarjana ekonomi) lulusan Belanda. Akan tetapi, pelaku-pelaku ekonomi pribumi di era Belanda sesungguhnya adalah orang-orang Tapanuli: Tidak hanya di Padang, Sibolga dan Medan tetapi juga di Batavia. Di daerah Tapanoeli dan di daerah Padangsche setiap penduduk bisa berdagang, tetapi di era Belanda pedagang skala besar (antar kota, antar pulau) sebagian besar berasal dari Tapanuli. Pedagang-pedagang besar asal Tapanuli juga sangat piawai memahami sistem ekonomi (perdagangan, keuangan dan sistem kelembagaannya). Karenanya, lembaga-lembaga ekonomi yang kuat di Padang, Sibolga, Medan dan Batavia selalu dipelopori oleh orang-orang Tapanuli.

Pedagang-Pedagang Asal Tapanuli di Padang dan Medan

Di Padang, selain Belanda, yang menguasai media adalah orang-orang Tionghoa dan orang-orang Tapanuli. Media (surat kabar dan majalah) adalah instrument utama dalam perdagangan. Perusahaan perdagangan (jasa) pertama di Padang dimiliki oleh Dja Endar Moeda. Mantan guru, alumni Kweekschool Padang Sidempuan (1884) ini awalnya mendirikan sekolah swasta (pertama) di Padang, kemudian menjadi editor surat kabar Pertja Barat tahun 1897. Editor pribumi pertama ini lalu mengakuisisi surat kabar Pertja Barat beserta percetakannya pada tahun 1900 (dan menerbirkan majalah Insulinde dan surat kabar Tapian Na Oeli. Tiga media utama pribumi di pantai barat milik Dja Endar Moeda ini menjadi pusat pertukaran informasi perdagangan. Sejak itu pedagang-pedagang Tapanuli membanjiri Padang dan Sibolga. Dengan media pribumi ini, di Padang dan Sibolga pedagang-pedagang asal Tapanuli tidak tengah berhadapan dengan padagang-pedagang asal Minangkabau, tetapi berhadapan dengan pedagang-pedagang Tionghoa yang telah memiliki media sendiri.

Sumatra-courant, 08-04-1874
Bahkan sebelum adanya media (surat kabar Pertja Barat) berbahasa Melayu di Padang, para pedagang Tapanuli di Padang Sidempoean memasang iklan (awal 1870an) di surat kabar berbahasa Belanda Sumatra Courant yang terbit di Padang. Uniknya iklan-iklan yang di pasang para pedagang asal Tapanuli ini dibuat dalam bahasa Melayu. Tentu saja iklan itu ditujukan untuk para pedagang pribumi atau para pedagang Tionghoa. Pemasang iklan yang dimaksud tersebut berdomisili di Padang Sidempuan. Paket-paket yang diperdagangkan sangat beragam, seperti hasil peternakan (sapi, kerbau, kuda, dan kambing), hasil hutan (kulit manis, rotan), hasil budidaya pertanian seperti beras, kopi, gula aren serta hasil industry kerajinan.

Ketika Residentie Tapanoeli dipisahkan dari Province Sumatra’s Westkust tahun 1905, pedagang-pedagang asal Tapanuli di Padang sebagian mulai hijrah ke Medan. Di Medan, pedagang-pedagang asal Tapanuli menghadapi pedagang-pedagang kuat Tionghoa. Para pedagang Tionghoa memasang iklan dan mendapat informasi perdagangan dari dua surat kabar di Medan: Sumatra Post (berbahasa Belanda) dan Pertja Timor (berbahasa Melayu). Kekuatan pedagang-pedagang Tionghoa di Medan sangat sulit diimbangi oleh pedagang-pedagang asal Tapanuli.

Minggu, September 25, 2016

Mr. Arifin Harahap (5): Menjadi Duta Besar untuk Alzajair; Sukarno dan Arifin Harahap Diteruskan Suharto dan Adam Malik

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Mr. Arifin Harahap dalam blog ini Klik Disini


Hanya ada dua presiden di Indonesia yang begitu lama menjabat: Sukarno dan Suharto. Hanya ada dua orang yang begitu lama berada di rezim Sukarno dan rezim Suharto: Arifin Harahap dan Adam Malik Batubara. Arifin Harahap dapat dipercaya oleh Sukarno maupun Suharto; demikian juga Adam Malik dapat dipercaya Sukarno dan Suharto.

Adam Malik Batubara Menjadi Menteri Perdagangan

Pada Kabinet Kerja IV (sejak 13 November 1963) yang masih tetap di bawah Perdana Menteri Sukarno, posisi Mr. Arifin Harahap tetap sebagai Menteri Urusan Anggaran Negara. Untuk posisi Menteri Perdagangan dijabat oleh Adam Malik Batubara. Sementara Abdul Haris Nasution naik dari Menteri Pertahanan/Kepala Staf AD menjadi Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan. Ini berarti untuk kali pertama tiga putra-putra terbaik dari Tapanuli Selatan duduk bersama dalam jajaran menteri. Kabinet Kerja IV berakhir 27 Agustus 1964)

Kabinet Dwikora I (27 Agustus 1964), Adam Malik Batubara naik menjadi Menteri Koordinator Pelaksanaan Ekonomi Terpimpin. Mr. Arifin Harahap digeser menjadi Menteri Negara. Jabatan Menteri Koordinator/Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal tetap dijabat oleh Abdul Haris Nasution.

Mr. Arifin Harahap (4): Mendirikan Akademi Dinas Perdagangan; Dari Menteri Perdagangan Bergeser Menjadi Menteri Urusan Anggaran Negara

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Mr. Arifin Harahap dalam blog ini Klik Disini


Gonjang ganjing politik, pasang surut politik adalah pangkal masalah ekonomi. Siapa yang berkuasa, dialah yang membuat kebijakan yang dapat mengarahkan kemana arah ekonomi berjalan. Pada Kabinet Burhanuddin Harahap, kebijakan ekonomi telah membuat ekonomi lebih terkendali. Namun pada cabinet Ali II, selain kebijakan ekonomi mulai tidak terarah juga ada indikasi yang kuat adanya korupsi. Mosi tidak percaya muncul, serangan pers makin kuat, sementara di sisi yang lain harga-harga merangsek naik. Kabinet Ali II digugat. Demonstrasi sudah mulai menghangat.  Akhirnya Kabinet Ali II tumbang. Presiden Sukarno mengambil alih jabatan Perdana Menteri yang kemudian dibentuk Kabinet Kerja I (sejak 10 Juli 1959). Dalam jabatan rangkap Sukarno (Presiden merangkap Perdana Menteri) Mr. Arifin Harahap dipromosikan menjadi Menteri (Muda) Perdagangan. Situasi dan kondisi ekonomi makin runyam. Mr. Arifin Harahap yang menjadi Menteri Perdagangan menjadi sasaran tembak, padahal gerak menurun ekonomi sudah meluncur jatuh sejak Kabinet Ali II. Akhirnya Sukarno meresuffle cabinet dan membentuk cabinet baru 18 Februari 1960 (Kabinet Kerja II).

Algemeen Handelsblad, 19-01-1960: ‘Di Jakarta: Demonstrasi terhadap kenaikan harga. Untuk pembangunan, Departemen Perdagangan di Jakarta kemarin menjadi sasaran melawan meningkat pesat biaya hidup. Wanita mengenakan tanda-tanda dengan tulisan seperti ‘Anak-anak kita telanjang’. Dimana pakaian, di mana makanan? Para demonstran yang sebagian besar berafiliasi dengan serikat pekerja dikendalikan federasi serikat pekerja oleh komunis. Mereka menuntut penurunan harga umum 50 persen. Menteri Perdagangan Arifin Harahap menolak delegasi dari para pengunjuk rasa untuk menerima. Gedung kantor menteri dijaga oleh polisi militer. Harga emas di Jakarta kemarin 460-470 rupiah per gram, dolar diperdagangkan di pasar terbuka 320-350 rupiah. Dua minggu lalu, harga emas 250-270 dan dolar 200-240 rupiah’.

Pada saat Kabinet Kerja I demisioner, posisi semua menteri kosong, tetapi fungsi Mr. Arifin Harahap tetap jalan, tetapi tidak lagi sebagai Menteri Perdagangan melainkan (kembali) sebagai Sekjen Departemen Perdagangan. Sebagaimana diketahui, jabatan menteri adalah jabatan politis, ketika secara politis menteri kosong, aktivitas Departemen (Perdagangan) tetap jalan yang mana posisi tertinggi dijabat oleh Sekjen (jabatan tertinggi pegawai karir). Oleh karena Mr. Arifin Harahap pejabat karir di Departemen Perdagangan, maka secara otomotis Mr. Arifin Harahap kembali menjadi sebagai sekjen.

Sabtu, September 24, 2016

Mr. Arifin Harahap (3): Dipromosikan Sebagai Menteri Perdagangan; Kompeten Karena Learning by Doing

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Mr. Arifin Harahap dalam blog ini Klik Disini


Memang semua yang dilakukan harus dimulai dari nol. Demikian juga, semua pengetahuan yang terakumulasi juga dimulai dari nol. Apa saja yang harus diketahui dan apa saja yang harus dilakukan di awal pemerintahan RI harus dimulai dari nol. Memang pemerintahan RI adalah kelanjutan dari pemerintahan kolonial, tetapi kenyataannya ketika pemerintahan RI dimulai harus semuanya dimulai dari nol, karena berbeda visi dan misi, berbeda situasi dan kondisi, berbeda tujuan dan idiologinya. Khusus di bidang ekonomi, semua hal berbeda dan semua hal bersifat baru dan semuanya harus dari nol. Mr. Arifin Harahap, seorang ahli hokum, harus mengisi pekerjaan bidang ekonomi yang membutuhkan banyak orang. Mr. Arifin Harahap memulainya dengan learning by doing,

Bagaimana Negara Indonesia yang kita lihat sekarang ini terbentuk dan bagaimana sistem pemerintahan terwujud dan bagaimana sistem ekonomi nasional berjalan seperti sekarang: semuanya dimulai dari nol dengan try and error. Mr. Arifin Harahap juga termasuk di dalamnya. Para pendahulu ini kelihatannya lambat dan tenang tetapi tingkat kesalahannya rendah, berbeda dengan yang sekarang: cepat dan ceroboh tetapi banyak kesalahannya. Itulah pemerintahan RI di masa awal, itulah system ekonomi nasional Indonesia di masa permulaan pemerintahan RI.

Dua bidang pemerintahan (kementerian luar negeri dan kementerian ekonomi urusan perdagangan) sangat kerap bersentuhan dengan asing (internasional), karena itu kedua bidang ini mendapat banyak tantangan. Mr. Arifin Harahap dalam kesehariannya di bidang perdagangan sangat banyak tantangan. Semuanya dapat teratasi dengan learning by doing. Hal ini dimulai dari kebijakan kerjasama pedagangan dengan Negara lain (luar negeri), kebijakan impor (domestic) dan lain sebagainya. Proses pembangunan dan pengembangan ekonomi terus bergerak, kebijakannya juga terus dipikirkan secara matang.

Ekonomi Tertutup vs Ekonomi Terbuka

Di era Kabinet Burhanuddin Harahap yang dimulai 11 Agustus 1955 menerapkan ekonomi terbuka. Hal ini dilakukan karena Indonesia kesulitan keuangan, kebutuhan rakyat belum sepenuhya teratasi dari dalam negeri. Situasi dan kondisi saat itu sudah mulai stabil (kecuali masalah Irian Barat yang masih tersisa), pemerintahan sudah mulai berjalan lancar. Kerjasama luar negeri tidak terhindarkan, bahkan keinginan bekerjasama dengan Belanda (di bidang ekonomi).  

Selasa, September 20, 2016

Mr. Arifin Harahap (2): Birokrat yang Menata Ekonomi RI; Kementerian Perdagangan Dibentuk Wakil Perdana Menteri Abdul Hakim Harahap

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Mr. Arifin Harahap dalam blog ini Klik Disini


Pasca kedaulatan RI, Mr. Arifin Harahap adalah salah satu pejabat di Departemen Urusan Ekonomi. Salah satu tugas penting  dari negara untuk melakukan kunjungan ke Belanda dalam rangka proses lebih lanjut pasca KMB di bidang ekonomi (De nieuwsgier, 13-01-1951). Sebagaimana diketahui, selama proses KMB Australia termasuk Negara yang meninginkan Indonesia mendapat kemerdekaannya. Untuk menindaklanjuti hubungan baik tersebut, Mr. Arifin Harahap dan kawan-kawan juga mendapat tugas ke Australia untuk melakukan negosiasi perdagangan dengan Australia.

Het nieuwsblad voor Sumatra, 28-11-1952: ‘Negosiasi dengan Australia. Sebuah tim Departemen Urusan Ekonomi, dari Jakarta, Rabu bertolak mengadakan pertemuan antara Pemerintah Australia dan delegasi dari pemerintah Indonesia untuk membahas hubungan perdagangan antara kedua negara. Pertemuan ini dimaksudkan sebagai diskusi persiapan pada menyimpulkan ekonomi dan perdagangan baru. Pihak Australia akan mengambil bagian dalam pembicaraan persiapan ini asalah Mr A. J. Day (Ketua), Anderson, Robertson, Signol dan Parson. Delegasi Indonesia terdiri dari Mr Achmad Punches (Ketua), Mr. Arifin Harahap, Modeo, Hasbulah, A A. Harahap dan Sukirman’.

Selama perang, ekonomi Indonesia dan penerimaan pemerintah berantakan dan kesulitan keuangan yang sangat luar biasa. Pemerintah mulai menata perekonomian, selain menjalin hubungan dengan-negara sahabat, di dalam negeri potensi ekonomi juga mulai dibangkitkan baik berupa pajak maupun retribusi. Beberapa komisi dibentuk untuk menyusun peraturan, salah satunya adalah komisi untuk pemungutan pajak film (De nieuwsgier, 11-06-1953). Di dalam komisi ini  ini termasuk Mr. Arifin Harahap (dari Departemen Urusan Ekonomi).

Nama Mr. Arifin Harahap semakin popular ketika munculnya Surat Edaran P 42. Surat ini dikeluarkan oleh Kantor Pusat Untuk Impor yang mana ketua kantor ini adalah Mr. Arifin Harahap (De nieuwsgier, 19-09-1953). Surat ini berisi prosedur, persyaratan dan ketentuan impor yang direspon banyak pengusaha dan diberitakan semua surat kabar di dalam negeri dan juga dilansir surat kabar di luar negeri. Inilah untuk kali pertama pemerintah Indonesia menata tatakelola impor (yang dikaitkan dengan penataan ekonomi Indonesia). Selama ini ekonomi Indonesia dan penerimaan negara sangat tergantung pada ekspor. Bersamaan waktunya dengan SE P 42 ini pemerintah melakukan pembangunan galangan kapal.

Abdul Hakim Harahap: Konsisten Meski Indonesia Terbelah; Sukarno dan Hatta Pernah ‘Mengingkari’ Republik Indonesia



Pada waktu yang sama, di Indonesia pernah terjadi suatu yang ganjil: Dua orang Presiden, dua orang Perdana Menteri dan dua orang Wakil Perdana Menteri. Kejadian ini terjadi pada tahun 1950. Abdul Hakim Harahap adalah Wakil Perdana Republik Indonesia (di Yogyakarta) yang mana Perdana Menteri adalah Abdul Halim dan Presiden adalah Assaat. Sementara itu, Soekarno adalah Presiden dan M. Hatta Perdana Menteri dari Republik Indonesia Serikat (RIS) di Jakarta. Ini berarti, Soekarno-Hatta proklamator kemerdekaan Indonesia telah ‘mengingkari’ Republik Indonesia (RI) dan meninggalkannya serta lebih memilih menjadi Presiden/Perdana Menteri dari RIS.

Mengapa Sukarno dan M. Hatta ‘mengingkari’ dan ‘meninggalkan’ Republik Indonesia? Jawabnya adalah Republik Indonesia secara defacto hanya tersisa di dua wilayah, yakni: Tapanuli dan Yogyakarta. Wilayah lainnya di Indonesia sejak kedatangan kembali Belanda (aggresi militer) lebih memilih dan ingin membentuk negara sendiri-sendiri atau negara otonom dan secara sadar meninggalkan Republik Indonesia. Wilayah-wilayah yang membentuk negara (dan yang menjadi boneka Belanda), antara lain: Negara Sumatera Timur, Negara Jawa Timur, Negara Pasundan, Negara Indonesia Timur.

Soekarno dan M. Hatta boleh jadi beranggapan bahwa Republik Indonesia Serikat termasuk di dalamnya Republik Indonesia (Tapanuli dan Yogyakarta) tetapi kenyataannya di wilayah Republik Indonesia masih ada Presiden, Perdana Menteri, Wakil Perdana Menteri dan menteri-menterinya. Ini bukan redundance, tetapi kenyataannya di Indonesia terdapat dua republik yang masing-masing memiliki pemerintahannya.

Situasi dan kondisi ini jelas berbeda ketika Pemerintah Republik Indonesia mengalami kekosongan, ketika Soekarno menyerah lalu ditangkap Belanda di Yogyakarta dan kemudian dibuang ke tempat pengasingan. Untuk mengisi kekosongan itu, di Bukittinggi dibentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesi (PDRI) dengan presidennya Sjafroeddin Prawiranegara. Dengan demikian tidak mengalami redundance. Dengan terbentuknya RIS dan RI yang eksistensinya masih ada dan jelas tidak redundance, tetapi benar-benar ada dua negara, dua pemerintahan dan dua presiden. Ini jelas tidak lazim.

Republik Indonesia yang Ditinggalkan Soekarno-Hatta

Seperti apa sisa Republik Indonesia yang ditinggalkan Soekarno dan M. Hatta. Di Wilayah Republik Indonesia, Mr. Assaat, Mr. Abdul Halim dan Mr. Abdul Hakim Harahap melakukan apa yang seharusnya dilakukan sebagai pemimpin Republik Indonesia. Hal yang pertama dilakukan di Yogyakarta adalah merehabilitasi para pejuang kemerdekaan dan keluarga. Para pejuang telah banyak yang gugur dan yang masih hidup banyak yang cacat. Mr. Assaat, Mr. Abdul Halim dan Mr. Abdul Hakim Harahap mengumpulkan para pejuang yang makamnya terpencar-pencar (selama perang kemerdekaan) untuk disatukan di dalam satu Taman Makam Pahlawan yang dihiasi dengan Monumen Perjuangan. Inilah kebajikan para pemimpin yang seharusnya tidak boleh dilupakan.

Mr. Arifin Harahap (1): Cucu Sutan Gunung Tua di Padang Sidempuan; Menteri Selama Tujuh Tahun dalam Tujuh Kabinet di Era Sukarno

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Mr. Arifin Harahap dalam blog ini Klik Disini



Mr. Arifin Harahap (1968)
Mr. Arifin Harahap bukanlah orang biasa, tetapi tidak ada yang menulis kisahnya, karena itu tidak ada yang bisa dibaca mengenai dirinya. Boleh jadi banyak orang yang ingin mengetahui riwayat karirnya, tetapi tentu saja tetap tidak bisa menemukan. Padahal Mr. Arifin Harahap adalah seorang yang cemerlang, menjabat sebagai menteri di dalam tujuh kabinet mulai dari Kabinet Kerja I (10 Juli 1959) hingga Kabinet Dwikora III (25 Juli 1966). Ketika Suharto menjadi anggota kabinet (Kabinet Ampera I) Mr. Arifin Harahap tidak lagi menjadi menteri, tetapi pada Kabinet Pembangunan I (era Suharto), tahun 1969 Mr. Arifin Harahap diangkat menjadi Duta Besar untuk Aldjazair.

Selama tujuh tahun dalam tujuh kabinet Era Sukarno, Mr. Arifin Harahap telah menjabat Menteri Muda Perdagangan, Menteri Urusan Anggaran Negara dan Wakil Menteri Bank Sentral (Bank Indonesia).

Sebaliknya, Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap riwayat karir dan sepak terjangnya sejak era Belanda, Jepang dan Republik sangat luar biasa banyaknya. Demikian juga, riwayat Burhanuddin Harahap cukup mudah untuk ditelusuri. Lantas mengapa kisah Mr. Arifin Harahap tidak muncul ke permukaan? Jawabnya: Mr. Arifin Harahap adalah seorang yang low profile, dan posisinya sebagai menteri yang berurusan dengan perdagangan, anggaran negara dan kebanksentralan tidak terlalu hingar bingar karena jauh bersentuhan dari urusan perebutan politik pada saat itu.

Anak Jaksa di Sibolga, Lulus Sekolah Hukum di Batavia

Arifin Harahap lulus sekolah hukum (Recht Hooge School) di Batavia tahun 1939 (lihat De Indische courant, 19-08-1939). Setelah itu kabar beritanya tidak muncul lagi. Arifin Harahap menyelesaikan pendidikan dasar (HIS) di Sibolga kemudian melanjutkan studi (MULO) di Batavia. Arifin Harahap lulus MULO Menjangan (Bataviaasch nieuwsblad, 08-05-1931) dan AMS di Batavia.

Minggu, September 18, 2016

Sejarah Masjid Istiqlal, Ini Faktanya (6): Pembangunan Masjid Istiqlal Terkendala, Pemberontakan Jilid II Meletus; Presiden Sukarno Dilengserkan

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Masjid Istiqlal dalam blog ini Klik Disin

Pembangunan Masjid Istiqlal ternyata kemudian tidak mulus, bahkan terbilang berhenti. Bukan krisis ekonomi yang menyebabkan tidak mulus, tetapi krisis kepemimpinan yang menyebabkan berhenti. Meraih kemerdekaan dari bangsa lain memang berat; tetapi menyusun kesatuan di dalam bangsa sendiri lebih berat. Baru mau terbentuk integrasi (kesatuan) dan persatuan, ternyata sudah muncul disintegrasi (keretakan) dan permusuhan. Penyebabnya bukan soal pengelolaan keuangan pembangunan Masjid Istiqlal, tetapi pengelolaan keuangan Negara. Penyebab utamanya adalah indikasi adanya korupsi dan alokasi anggaran negara: pusat vs daerah.  

Zainul Arifin tidak dalam kabinet lagi. Ketika Kabinet Ali Sastroamidjojo bubar, Zainul Arifin Pohan juga melepas jabatan Wakil Perdana Menteri. Kabinet yang menggantikan Kabinet Ali (PNI) adalah Kabinet Burhanuddin Harahap (Masyumi). Yang menyelesaikan hajatan Pemilu 1955 adalah Kabinet Burhanuddin Harahap. Pemenang Pemilu adalah PNI yang di urutan kedua adalah Masyumi dan ketiga Partai NU.

Ini untuk kali pertama jumlah kursi NU di parlemen melonjak tajam. Jika sebelumnya di parlemen hanya delapan kursi dan tiga posisi di cabinet, maka kali ini Partai NU akan tampak signifikan. Dengan komposisi perolehan kursi di parlemen,

Kabinet Burhanuddin Harahap dengan sendirinya digantikan oleh kabinet baru. Kabinet baru ini justru kembalinya Kabinet Ali (dari PNI), Sementara itu di parlemen ketua adalah Sartono (PNI) dan dua wakil: Zainul Arifin Pohan (NU) sebagai Wakil Ketua I dan … (Masyumi) sebagai Wakil Ketua II.

Ini berarti, dua tokoh penting di balik pembangunan Masjid Istiqlal masih ada, yakni: Sukarno sebagai Presiden dan Zainul Arifin Pohan sebagai Wakil Ketua I Parlemen.

Kabinet Ali mulai memunculkan masalah baru. Ada indikasi korupsi di tubuh Kabinet Ali. Pengelolaan keuangan Negara dirasakan tidak berimbang dan tidak adil: pusat vs daerah.

Sabtu, September 17, 2016

Sejarah Kota Medan (40): Sejarah PON III, Secara Defacto Pekan Olahraga Nasional Kedua; Pertama di Luar Jawa



PON III di Medan adalah Pekan Olahraga Nasional yang pertama diselenggarakan di luar Jawa yang berlangsung dari tanggal 20 September hingga  27 September 1953. Tanpa mengurangi nilai historis PON I, sesungguhnya Pekan Olahraga Nasional baru dilaksanakan dua kali. Pertama di Jakarta (PON II, 1951) dan kedua di Medan (PON III, 1953).

PON I di Solo sesungguhnya tidak dapat dikatakan sebagai Pekan Olah Raga Nasional. PON I ini diselenggarakan selama empat hari dari tanggal 9 hingga 12 September 1948 hanya diikuti oleh kota-kota (13 kota) di Jawa Tengah dan Jawa Timur plus Jakarta. Kota-kota di Jawa Barat tidak satu pun yang terwakili, bahkan Kota Bandung sendiri tidak ikut serta.

Penunjukkan Kota Medan sebagai tempat penyelenggaraan PON III (pertama di luar Jawa) karena di Medan sendiri telah terjadi proses politik yang dinamik yang dimenangkan oleh RI. Sementara itu, dari sudut pandang pusat (Yogyakarta/Jakarta) Medan adalah kota kedua (setelah Jakarta) yang memiliki gengsi dimana RI berada, baik keluar (terhadap penjajah Belanda) maupun di dalam negeri (terhadap orang/kelompok yang tidak menginginkan kesatuan dan persatuan RI).


Penunjukkan pusat (Presiden Sukarno dan KONI) mendapat respon positif di Medan karena dua tokoh penting di Medan sangat siap. Dua Tokoh penting ini adalah Gubernur Abdul Hakim Harahap, Residen Sumatera Timur, Muda Siregar dan Ketua Front Nasional Medan, GB Josua. Ketiga tokoh politik ini (sejak era colonial Belanda) sangat intens membina olahraga khususnya sepakbola. Dalam perang kemerdekaan (angresi miter Belanda) tiga tokoh olahraga ini berjuang habis-habisan mengusir Belanda dalam posisi: Abdul Hakim Harahap sebagai Residen Tapanuli, Muda Siregar, Bupati Tapanuli Selatan, dan GB Josua Batubara sebagai Ketua Front Nasional Medan.

Kota Medan pada Masa Perang

Kota Medan adalah kota internasional yang di level penduduk pribumi memiliki karakteristik yang berbeda dibanding kota-kota lain di Indonesia. Kota Medan memiliki dua faksi penduduk yang berimbang: pro kemerdekaan dan anti kemerdekaan. Pada masa pendudukan Jepang, kota Medan tenang-tenang saja, tetapi ketika Belanda kembali, penduduk pro kemerdekaan bereaksi keras: puncaknya terjadi perang Medan Area. Beberapa tokoh muda dalam perang ini, antara lain: Martinus Lubis dan Marah Halim Harahap.

Kamis, September 15, 2016

Sejarah Masjid Istiqlal, Ini Faktanya (5): Orang Jawa Naik Haji (Sukarno); Orang Batak Naik Haji (Zainul Arifin Pohan)

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Masjid Istiqlal dalam blog ini Klik Disin

Hanya ada dua etnik di Indonesia yang heboh naik haji, yakni Orang Jawa dan Orang Batak. Etnik lainnya biasa-biasa saja. Tentu saja itu dikaitkan dengan buku berjudul Orang Jawa Naik Haji karya Danarto dan buku berjudul Orang Batak Naik Haji karya Baharuddin Aritonang. Lantas mengapa dua judul buku itu muncul? Inilah jawabnya! Orang Jawa dan orang Batak yang dimaksud memang benar-benar naik haji, yakni: Presiden Soekarno dan Wakil Perdana Menteri Zainul Arifin Pohan. Dalam kapasitas mereka, Soekarno dan Zainul Arifin Pohan adalah dua petinggi negara tertinggi Republik Indonesia yang pertama yang naik haji. Karena itu, mereka disambut sukacita oleh Raja Arab Saudi.
***
Soekarno dan Zainul Arifin Pohan berangkat naik haji ke Mekah setelah tiga urusan Negara yang sangat penting selesai. Urusan Negara itu adalah: pertama,  Zainul Arifin Pohan telah berhasil meredakan pemberontakan di Jawa Barat (Kartosuwirjo), Aceh (Daud Beureuh) dan Sulawesi Selatan (Kahar Muzakkar). Saat pemberontakan itu terjadi yang menjadi panglima secara dejure adalah Presiden Sukarno tetapi secara defacto yang menjadi panglima adalah Wakil Perdana Menteri, Zainul Arifin Pohan. Kedua, persiapan pelaksanaan Pemilu 1955 yang juga cukup menyita banyak perhatian, karena Zainul Arifin Pohan telah banyak menangkis berbagai usulan yang tidak sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku dari peserta pemilu, terutama dari Partai PKI. Ketiga, Urusan lainnya yang tidak kalah penting sebelum berangkat naik haji adalah bahwa proses pembangunan Masjid Istiqlal sudah berjalan. Soekarno dan Zainul Arifin Pohan adalah dua orang penting di depan yang memulai merealisasikan gagasan pendirian masjid besar di Jakarta (yang kemudian dikenal sebagai Masjid Istiqlal).

Rabu, September 14, 2016

Sejarah Masjid Istiqlal, Ini Faktanya (4): Mengapa Sukarno Termotivasi Membangun Masjid? Kisahnya Dimulai Sejak 1925 di Bandung

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Masjid Istiqlal dalam blog ini Klik Disin

Presiden Sukarno tidaklah awam soal pembangunan masjid. Soekarno sebelum menjadi Presiden RI, sudah berpengalaman membangun masjid. Bahkan rancangan masjid yang dibuatnya sendiri sudah ada sejak 1925. Rancangan masjid Sukarno itu baru dibangun tahun 1950 di Bandung. Dalam perjalanannya ke Sumatera Utara (1951), Presiden Soekarno sangat iri melihat kemegahan Masjid Maimun (yang dibangun oleh Belanda). Dua bulan kemudian, ketika Presiden Sukarno berada di Yogyakarta, secara spontan Soekarno mulai membangun masjid besar, Masjid Suhada di Yogyakarta. Setahun kemudian (1952) Presiden Sukarno meresmikan Masjid Suhada. Lalu tahun 1953 di Jakarta, Presiden Soekarno mulai merealisasikan masjid yang sungguh sangat besar: tidak hanya mengalahkan Masjid Maimun di Medan, bahkan Presiden Soekarno akan membuat masjid yang terbesar di Asia Tenggara: masjid itu kemudian dikenal sebagai Masjid Istiqlal.

Selasa, September 13, 2016

Sejarah Masjid Istiqlal, Ini Faktanya (3): Pengumpulan Dana Masyarakat dan Proses Pembangunan yang Membutuhkan Waktu

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Masjid Istiqlal dalam blog ini Klik Disin

Sejak digulirkan gagasan ke dalam proses pembangunan masjid besar Jakarta, Masjid Istiqlal tahun 1953 hingga tahun 1956 telah banyak berubah. Perubahan yang utama adalah perkiraan anggaran pembangunan masjid. Pada tahun 1953 panitia memperkirakaan anggaran sekitar Rp 20 Juta, tetapi pada tahun 1956 anggarannnya sudah menjadi Rp 68 Juta. Kenaikan anggaran ini boleh jadi disebabkan harga-harga bahan yang meningkat atau detail masjid yang tercermin dari desain masjid yang telah ditetapkan (pemenang hasil sayembara).

Sejak 1953 hingga 1856 di berbagai daerah terjadi pemberontakan yang penyelesaiannya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sementara itu, sumber pendapatan Negara belum signifikan meningkat. Belum lagi di sana-sini terjadi smokkel (penyelundupan) yang mengakibatkan kerugian Negara. Pada tahun 1955 diadakan pemilu pertama yang notabene membutuhkan anggaran Negara.  Dengan memperhatikan berbagai peningkatan kebutuhan Negara dengan beragamnya alokasi pengeluaran membuat alokasi anggaran pembangunan masjid Istiqlal terpengaruh. Peningkatan nilai pembiayaan pembangunan masjid besar itu tentu saja akan mengalami dampak.  

Namun demikian, keinginan pembangunan masjid sudah begitu kuat. Untuk membantu anggaran pemerintah dalam alokasi pembangunan masjid dipercepat proses pengumpulan dana masyarakat. Kegunaan utama inisiatif penggalangan dana masyrakat lebih awal agar panitia memiliki cash-flow yang baik ketika proses persiapan, proses awal pembangunan masjid sudah dimulai. Beruntung, bahwa lahan yang dipilih merupakan lahan Negara (yang dapat dialokasikan) sehingga biaya lahan tidak lagi membutuhkan anggaran besar kecuali untuk keperluan seperti land clearing.

Pemberian Penghargaan bagi Perancang Masjid Istiqlal

Salah satu inisiatif panitia dan arahan Presiden Sukarno agar desain masjid disayembarakan sudah terpenuhi. Demikian juga pemberian hadih bagi para pemenang sudah ditunaikan. Sebagaimana diketahui, pemenang pertama adalah F. Silaban dari Bogor. Pemberian hadiah langsung diberikan Presiden Sukarno di Istana Merdeka.