Minggu, Oktober 23, 2016

Sejarah Kota Medan (41): Pemilu di Era Belanda; Radja Goenoeng, Pribumi Pertama Anggota Dewan Kota Medan



Pemilihan umum (Pemilu) di era masa kini berbeda dengan di era pemerintahan colonial Belanda. Pada masa ini setiap warga negara berumur 17 tahun ke atas atau sudah menikah memiliki hak pilih satu suara (one man, one vote). Di era Belanda, prinsip ini hanya berlaku untuk orang-orang Eropa/Belanda. Untuk orang pribumi/timur asing aturannya dibuat terpisah yang mana hanya orang-orang tertentu yang memiliki hak pilih satu suara. Kriteria calon pemilih ini didasarkan pada minimum tingkat pendapatan tertentu.

Di Kota Medan Pemilu untuk memilih anggota dewan kota (gemeeteraad) dimulai pada tahun 1912. Untuk anggota dewan kota yang berasal dari pribumi/timur asing baru disertakan pada tahun 1918. Jumlah kursi untuk pribumi/timur asing hanya ada tiga kursi. Pada Pemilu 1918 pribumi yang terpilih adalah Kajamoedin gelar Radja Goenoeng. Ini berarti Radja Goenoeng adalah orang pribumi pertama yang menjadi anggota dewan kota (gemeeteraad) Medan.

De Preanger-bode, 01-02-1921
Radja Goenoeng pada saat terpilih menjadi anggota dewan kota, menjabat sebagai penilik sekolah di Medan dan Sumatra’s Oostkust (Sumatera Timur). Kajamoedin Harahap gelar Radja Goenoeng, kelahiran Hoetarimbaroe, Padang Sidempoean lulus dari sekolah guru (kweekschool) di Fort de Kock (Bukitting) pada tahun 1897. Setelah cukup lama mengajar di Padang Sidempuan dan berbagai tempat di Residentie Tapanoeli diangkat menjadi penilik sekolah dan ditempatkan di Medan (1915). Dalam karirnya sebagai guru maupun penilik sekolah Radja Goenoeng telah banyak menulis buku pelajaran sekolah dan diterbitkan.

Jumlah kursi di dewan dari waktu ke waktu bisa berubah (bertambah atau berkurang).

Onde-afdeeling Angkola en Sipirok

Pada masa ini jumlah dewan pada level terendah di Indonesia sesuai dengan banyaknya kabupaten/kota. Di era pemerintahan colonial Belanda, di seluruh Hindia Belanda jumlah dewan tidaklah banyak. Pada tahun 1921 jumlah dewan hanya sebanyak 53 dewan (lihat De Preanger-bode, 01-02-1921). Uniknya, hanya satu dewan yang berada di level onder-afdeeling (kecamatan), yakni Angkola en Sipirok (kini Padang Sidempuan). Sementara di level afdeeling juga hanya terdapat satu yakni di Minahasa (lihat Tabel-1). Selebihnya terbagi ke dalam sejumlah kota (gemeete) dan sejumlah kabupaten (beberapa afdeeling).

Tabel-1. Jumlah anggota dewan pribumi/timur asing (non-Eropa)
di Hindia Belanda
No
Nama Daerah
Bentuk administrasi
Jumlah anggota dewan pribumi
(non-Eropa)
1.       
Angkola en Sipirok
(Padang Sidempoean)
Onder-afdeeling
23
2.       
Bandjermasin
Gemeente
12
3.       
Bandoeng
Gemeente
13
4.       
Bantam (Banten)
Gewest
12
5.       
Banjoemas
Gewest
13
6.       
Basoeki
Gewest
15
7.       
Batavia
Gemeente
17
8.       
Batavia
Gewest
22
9.       
Bindjei
Gemeente
6
10.   
Blitar
Gemeente
9
11.   
Buitenzorg (Bogor)
Gemeente
14
12.   
Cheribon (Cirebon)
Gemeente
7
13.   
Cheribon (Cirebon)
Gewest
16
14.   
Fort de Kock (Bukittinggi)
Gemeente
7
15.   
Kediri
Gemeente
9
16.   
Kediri
Gewest
19
17.   
Kedoe
Gewest
26
18.   
Komering Ilir
Gewest
17
19.   
Lematang Ilir
Gewest
17
20.   
Madioen
Gemeente
11
21.   
Madioen
Gewest
13
22.   
Madura
Gewest
12
23.   
Magelang
Gemeente
11
24.   
Makasser
Gemeente
12
25.   
Malang
Gemeente
12
26.   
Medan
Gemeente
10
27.   
Menado
Gemeente
9
28.   
Minahasa
Afdeeling
37
29.   
Mr. Cornelis (Jatinegara)
Gemeente
12
30.   
Modjokerto
Gemeente
8
31.   
Ogan Ilir
Gewest
23
32.   
Oostkust Sumatra
(Sumtra Timur)
Gewest
21
33.   
Padang
Gemeente
15
34.   
Padang Pandjang
Gewest
20
35.   
Palembang
Gemeente
12
36.   
Pasoeroean
Gemeente
9
37.   
Pasoeroean
Gewest
25
38.   
Pekalongan
Gemeente
12
39.   
Pekalongan
Gewest
11
40.   
Pematang Siantar
Gemeente
8
41.   
Preanger Regentschappen
Gewest
28
42.   
Probolinggo
Gemeente
12
43.   
Rembang
Gewest
16
44.   
Salatiga
Gemeente
8
45.   
Sawah Loento
Gemeente
5
46.   
Semarang
Gemeente
16
47.   
Semarang
Gewest
27
48.   
Soekaboemi
Gemeente
10
49.   
Soerabaja
Gemeente
19
50.   
Soerabaja
Gewest
24
51.   
Tandjong Balei
Gemeente
6
52.   
Tebing Tinggi
Gemeente
9
53.   
Tegal
Gemeente
10
Total
767
Catatan:
-Koefisien Pemilu adalah 50
-Gemeente=kota
-Gewest=Terdiri dari beberapa afdeeling
-Afdeeling=Terdiri dari beberapa onder-afdeeling


Uniknya lagi, di Residentie Tapanoeli dewan hanya terdapat di onder-afdeeling Angkola en Sipirok. Jumlah kursi di dewan di onder-afdeeling Angkola en Sipirok sebanyak 23 kursi. Sementara di Province Sumatra;s Oostkust (Sumatra Timur) terdapat dewan di lima kota (gemeente): Kota Medan (10 kursi), Kota Tandjong Balai (6 kursi), Kota Pematang Siantar (8 kursi), Kota Bindjei (6 kursi), Kota Tebingtinggi (9 kursi). Selain itu masih terdapat satu kabupaten (geweest) yang memiliki dewan dengan jumlah kursi untuk pribumi/timur asing sebanyak 21 orang (lebih sedikit dibandingkan dengan onder-afdeeling Angkola en Sipirok).

Nama-nama anggota dewan di Onder-afdeeling Angkola en Sipirok antara lain dapat dilihat pada Bataviaasch nieuwsblad, 20-08-1926. Mereka ini adalah anggota dewan pengganti: ‘Gewestelijke en Plaatselijke Baden. Pada tanggal 17 Agustus 1926 diangkat menjadi anggota plaatselijken raad di ondcrafdeeling Angkola en Sipirok: golongan Belanda, G.H. van Nie1, adm. der onderneming Simarpinggan dan S. Radersma, adm. der onderneming Sigalagala; golongan penduduk lokal, Ma'moer Al Rasjid (Nasoetion), dokter di Padang Sidempoean, Peter Tamboenan, zendelingleeraar di Sipirok, Mangaradja Goenoeng, pedagang di Padang Sidimpoean, MJ Soetan Naga, pedagang di Batang Toroe; Dja Saridin, pedagang di Batang Toroe,  Soetan Josia Diapari, pedagang di Padang Sidempoean, Mangaradja Dori, pedagang di Padang Sidimpoean, Dja Oloan, pedagang di Padang Sidempoean dan Hadji Mohamad Thaib, pedagang di Padang Sidcmpoean; golongan timur asing, Kim Hong Boh, pedagang di Padang Sidempoean’.:

Mungkin anda bertanya-tanya, mengapa di onder-afdeeling Angkola en Sipirok, sebuah kecamatan pula justru terdapat dewan. Jawabnya adalah bahwa di onder-afdeeling Angkola en Sipirok terdapat ibukota afdeeling Padang Sidempuan yakni Padang Sidempuan. Selain itu, di onder-afdeeling (kecamatan) Angkola en Sipirok terdapat belasan perusahaan perkebunan (maschappij) seperti halnya di Sumatra Timur. Pertimbangan lainnya, Padang Sidempoean adalah kota tua (didirikan tahun 1844) dan sejak 1870 menjadi ibukota afdeeling Mandailing en Angkola (menjadi afdeeling Padang Sidempuan sejak 1905). Kota Padang Sidempuan sendiri sejak tahun 1870 sudah memiliki fasilitas lengkap: sekolah Eropa (ELS), sekolah guru pribumi (kweekschool) dan tiga sekolah dasar negeri (pribumi),

Ketika Medan masih kampung, Padang Sidempuan sudah kota
Medan sendiri pada tahun 1870 masih terbilang sebuah kampong. Sedangkan Padang Sidempuan sudah menjadi kota besar. Onder=afdeeling Medan baru dibentuk tahun 1875 dengan menempatkan seorang controleur di Medan. Sedangkan di Padang Sidempuan sejak 1870 sudah menjadi ibukota afdeeling Mandailing en Angkola tempat dimana asisten residen berkedudukan. Sejak dibukanya sekolah guru (kweekschool) Padang Sidempuan tahun 1879, perkembangan kota berlangsung cepat. Alumni Kweekschool menyebar dan menjadi guru di Tapanoeli en Nias, Sumatra Timur, Raiu dan Atjeh. Ketika Kweekschool Padang Sidempuan melakukan wisuda guru pertama tahun 1883, belum ada sekolah dasar di Medan.

Anggota Dewan Kota Medan dari Waktu ke Waktu

Ketika Kajamoedian Harahap gelar Radja Goenoeng terpilih menjadi anggota pribumi di dewan kota (gemeenteraad) Medan pada tahun 1918 bisa dipahami, karena orang-orang Padang Sidempuan sudah intelek (berpendidikan modern) sejak lama. Hal ini juga yang menjelaskan mengapa di onder-afdeeling Angkola en Sipirok yang hanya sebuah kecamatan harus dibentuk sebuah dewan (satu-satunya di Hindia Belanda). Orang-orang Padang Sidempuan tidak hanya menjadi guru, tetapi juga sudah banyak yang menjadi dokter (sejak 1856), insinyur pertanian (sejak 1914), dokter hewan (sejak 1911), sarjana hokum (sejak 1920) dan sebagainya.

Untuk sekadar diketahui, dari tujuh pertama yang bergelar doctor (PhD) di Indonesia, empat diantaranya berasal dari Padang Sidempuan. Alinoedin Siregar gelar Radja Enda Boemi meraih PhD di bidang hokum di Leiden tahun 1925. Ida Loemonga br, Nasoetion, dokter yang meraih PhD di Leiden tahun 1930 (perempuan Indonesia pertama bergelar PhD), Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia meraih PhD dalam bidang filsafat di Leiden tahun 1931.

Anggota dewan Kota Medan berikutnya yang berasal dari Padang Siempuan dan cukup terkenal antara lain: Abdullah Lubis (Direktur Perwata Deli), Abdul Hakim Harahap (tahun 1952 menjadi Guibernur Sumatra Utara pertama pasca pengakuan kedaulatan RI), GB Josua, Alumni Belanda 1930 pendiri dan pemilik Josua Instituut (kini Perguruan Josua). Tentu saja masih ada seperti Dr. Gindo Siregar (Gubernur Militer RI Sumatra Utara di era agresi Belanda).

Orang Padang Sidempuan yang menjadi anggota dewan tidak hanya di Medan, tetapi juga di Binjei, Tebing Tinggi, Pematang Siantar dan Tandjong Balei. Yang terkenal di Pematang Siantar adalah Dr. Mohamad Hamzah Harahap, Soetan Martoewa Radja (direktur Normaal School) dan Madong Lubis. Yang paling terkenal tentu saja Abdul Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkopon di dewan kota Tandjong Balei. Mangaradja Soangkoepon sejak 1927 menjadi anggota Volksraad yang pertama (dan satu-satunya) bmewakili dapil Sumatra Timur selama empat periode hingga berakhirnya era Belanda (sebelum pendudukan Jepang).


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber tempo doeloe.

Tidak ada komentar: