Rabu, Mei 24, 2017

Sejarah Padang Sidempuan (19): Pejuang Ranggar Laoet Melawan Kehadiran Belanda di Angkola; Kampung Asal Kini di Sipirok

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Padang Sidempuan dalam blog ini Klik Disin


Soetan Mangkoetoer di Mandailing dan Ranggar Laoet di Angkola. Dua pejuang di Afdeeling Mandailing dan Angkola yang terang-terangan melawan Belanda. Mereka berdua menunjukkan perlawanan sejak awal ketika Belanda memulai kolonialisasi di Afdeeling Mandailing dan Angkola. Keduanya lalu ditangkap dan dibuang ke daerah lain.

Peta (perbatasan) Angkola-Sipirok, 1852
Suksesi Ranggar Laoet di Angkola adalah Soetan Habiaran. Setelah Ranggar Laoet ditawan/dibuang Soetan Habiaran melanjutkan perlawanan dengan melakukan penyerangan terhadap infra struktur di bawah kontrol Belanda yang berpusat di Batangtoroe. Sedangkan Soetan Habiaran melakukan penyerangan terhadap Belanda berpusat di Bila/Simangambat. Kampung halaman Ranggar Laoet dan Soetan Habiaran berada di perbatasan Angkola-Sipirok.

Sejauh ini, kiprah dua pejuang Angkola ini tidak pernah ditulis. Karena itu, kedua pejuang yang terang-terangan menentang kehadiran Belanda tersebut seakan hilang ditelan masa. Artikel ini akan mengkompilasi berita-berita surat kabar masa lampau tentang kiprah keduanya. Intinya, riwayat Ranggar Laoet di Angkola mirip dengan riwayat Soetan Mangkoetoer di Mandailing.

Riwayat perjuangan Ranggar Laoet di Angkola bukanlah sejarah yang hilang. Riwayat perjuangan Ranggar Laoet di Angkola lebih pada sejarah yang tercecer: tidak ditulis, tidak ada yang menceritakan dan karena itu lambat laun tidak diperbincangkan lagi, hilang ditelan waktu. Kiprah perjuangan Ranggar Laoet di Angkola dalam menentang kehadiran Belanda faktanya diberitakan surat kabar antara 1840-1860. Semua itu kita angkat kembali. Mari kita lacak!

Ranggar Laoet

Perlawanan senjata penduduk Angkola sesungguhnya tidak hanya terjadi era perang kemerdekaan (1945-1949), tetapi, jauh sebelum itu di awal kehadiran Belanda (1840) sudah ada perlawanan yang dilakukan dengan mengangkat senjata. Perlawanan dengan mengangkat senjata terhadap kehadiran Belanda di Angkola dipimpin oleh Ranggar Laoet. Sebelumnya, di Mandailing, Soetan Mangkoetoer telah melakukan perlawanan terhadap kehadiran Belanda.

Nederlandsche staatscourant, 24-06-1842: ‘berita dari Sumatera diterima di Batavia bahwa terjadi ketegangan yang juga berkaitan dengan afdeeling Mandheling, di mana diumumkan terjadi kerusuhan namun tidak sampai meletus. Meskipun ada konspirasi kecurigaan terhadap beberapa kepala, tapi perbuatan itu lambat laun telah hilang. Uutuk mengkonfirmasi bahwa itu benar untuk sisanya, hanya anggapan sebagai berita yang bersifat lateral. Sementara itu sudah ada tindakan militer untuk pencegahan yang diambil, terutama terhadap kampong-kampung atau distrik yang agak banyak ditemukan permasalahan. Sejumlah pertemuan telah dilakukan dan semua berniat untuk memberontak. Sudah dilakukan pendekatan dan sudah dapat menggagalkan cukup. Setelah sulit ditekan, tiga kepala Mandheling berperilaku telah meminta perlindungan sementara di Natal’

Di Mandailing, perlawanan serupa dipimpin oleh Soetan Mangkoetoer, kepala kampong (Radja) di Hoeta Godang di dekat Kotanopan. Radja Soetan Mangkoetoer menggantikan posisi abangnya, Radja Gadoembang, sebagai radja di Hoeta Godang. Radja Gadoembang sendiri meninggal tertembak ketika melakukan penyerangan terhadap Padri di sekitar Rao.

Radja Gadoembang dan Soetan Mangkoetoer adalah kakek moyang Radja Djoendjoengan Lubis (mantan Gubernur Sumatera Utara) dan Basjirah Lubis (mantan Wali Kota Medan).

Di Angkola, perlawanan terhadap kehadiran Belanda ini dipimpin oleh Ranggar Laoet. Dalam kerusuhan yang terjadi di Angkola, Ranggar Laoet dkk telah menghancur sejumlah jembatan untuk memutuskan akses dan menghacurkan sejumlah properti Belanda dan berhasil membunuh Sersan Luxemburg. Namun perlawanan Ranggar Laoet ini dapat dipatahkan setelah Yang Dipertoean Hoeta Siantar member bantuan tambahan.

Nederlandsche staatscourant, 01-10-1847
Nederlandsche staatscourant, 01-10-1847: ‘dalam bagian North-Eastern Sub Kerajaan Sumatra’s Westkust afdeeling Mandheling, pada bulan Mei tahun ini terjadi satu gangguan yang meletus, didorong oleh mengamankan Ranggar Laoet, dan mulai dengan kehancuran beberapa jembatan, termasuk jembatan baru Batang Taro, merampok dan melakukan pembakaran sejumlah bangunan dan pembunuhan terhadap sersan Luksemburg. Dengan langkah-langkah otoritas sipil dan militer yang dimiliki dapat dilakukan perdamaian dan mereka segera dipulihkan. Rangar Laoet dan beberapa pemimpin lainnya telah datang ke dalam penyerahan. Pada kesempatan itu, Jang di Pertoean dari Mandheling terbukti penting dengan menyediakan layanan pasukan tambahan, bahkan lebih dari yang diperlukan atau diperlukan. Sebuah penyelidikan penyebab apa yang terjadi adalah tidak diketahui jelas. Namun beberapa rumor telah dikaitkan dengan keinginan dalam penyebaran vaksinasi anak-anak atas perintah pemerintah, yang mana vaksinasi ini akan meninggalkan tanda abadi di lengannya’.

Soetan Habiaran

Soetan Habiaran adalah salah satu pemimpin lokal yang turut membantu Belanda dalam Perang Pertibie (melawan Toeankoe Tambusai) pada tahun 1837 hingga 1839 (Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 15-02-1873). Dari Mandailing dipimpin oleh Yang Dipertoean Hoeta Siantar.

Pemimpin local lainnya yang berpartisipasi dalam Perang Pertibie adalah Kepala Batoenadoea, Patoean Soripada. Jabatan koeria Batoenadoea digantikan oleh anaknya Mangaradja Soetan. Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 21-11-1878 melaporkan bahwa Mangaradja Soetan mengundurkan diri sebagai koeriahoofd karena berselisih dengan Asisten Residen Angkola dan Mandailing berinisial N. Untuk sekadar diketahui, Mangaradja Soetan adalah ayah dari Soetan Casajangan.

Namun entah apa pasal sejak Belanda membentuk pemerintahan di Angkola (dan Padang Lawas), Soetan Habiaran berseberangan dengan Belanda. Perlawanan Soetan Habiaran terdeteksi tahun 1870 di Simangambat.  

Java-bode: nieuws, handels-en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 03-03-1870: ‘Sutan Habiaran dan pengikutnya dari kampong ‘Tapian’ melakukan tindakan kriminal terhadap dusun Pagaran Padang, antara Lantjat, Si Mangambat dan Si Pirok, suatu distrik yang belum berada di bawah pemerintahan regular (terregister) yang berada di perbatasan antara Sipirok dengan Bataklanden telah diamankan. Mereka ini menggerebek dusun itu dan melakukan aksi penjarahan. Sebanyak 12 orang ditangkap. Tindakan yang mereka lakukan itu oleh dewan (adat) pada tanggal 16 Februari 1870 akan dibawa (ditahan) ke Padang’.

Dalam pengusutan terhadap Soetan Habiaran, terbukti dirinya telah bersalah dalam penjarahan properti milik pemerintah. Residen Tapanoeli, Canne memerintahkan militer membawa Soetan Habiaran ke Padang Sidempoean dan meminta kembali properti pemerintah dan diminta meminta pengampunan dan dipenjarakan di Padang Sidempoean. Sejak dilumpuhkannya Soetan Habiaran tercipta kepuasan umum, situasi dan kondisi tenang (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 09-06-1870).

Siapa Ranggar Laoet dan Soetan Habiaran?

Siapa Ranggar Laoet dan Soetan Habiaran, sejauh yang diteliti masih samar-samar. Kedua pejuang ini hanya disebutkan daerah gerilyanya di Batangtoroe (Ranggar Laoet) dan di Hulu Bila (Soetan Habiaran). Untuk melacak dimana kampong halamannya ditelusuri sejumlah buku stambuk (silsilah keluarga/marga). Data dalam stambuk umumnya tidak mencantumkan tahun, tetapi dengan menghitung generasi (mundur ke belakang) dapat dipadankan dengan peristiwa sejarah yang diberitakan dalam surat kabar: misalnya Stambuk marga Nasution untuk mengidentifikasi nama Willem Iskander.

Saya sudah memiliki sejumlah stambuk keluarga/marga atas bantuan teman-teman: Nasution, Lubis, Siregar, Harahap, Hasibuan dan lainnya. Namun stambuk keluarga/marga ini hanya beberapa cabang dari keluarga/marga induk (lebih banyak akan lebih lengkap dan lebih valid untuk dijadikan sumber). Namun karena nama-nama yang akan dilacak pada generasi-generasi awal maka satu sama lain (dari marga yang sama) masih bisa diperbandingkan. Sebagai misal dalam marga Nasution, nama Ranggar Laoet dan Soetan Habiaran haruslah berada di atas generasi Willem Iskander.

Dari berbagai stambuk keluarga/marga tersebut nama-nama Ranggar Laoet dan Soetan Habiaran baru ditemukan di dalam satu stambuk. Oleh karena stambuk keluarga/marga tersebut diberikan oleh yang bermarga harahap dan garis generasi mereka berada di Angkola, maka dugaan awal Ranggar Laoet dan Soetan Habiaran bermarga Harahap yang berdiam di Angkola.

Di dalam salah satu cabang stambuk keluarga/marga Harahap di Angkola, nama Ranggar Laoet dan Soetan Habiaran berada pada generasi dimana awal kehadiran Belanda di Angkola. Dengan demikian, berita-berita dalam surat kabar cukup berdekatan (sejaman) dengan nama-nama yang dicatat dalam stambuk keluarga/marga. Dalam hal ini mengambil titik tolak satu garis datar generasi (seperti dicatat dalam stambuk): Radja Imbang Desa (Pidjorkoling), Ompoe Saroedak (Hoetaimbaroe/Saboengan), Dja Bilang Naoeli (Sidangkal), Toenggal Hoeajan (Pargaroetan), Lombang Alom (Losoeng Batoe). Tiga generasi dari titik tolak tersebut (pada satu cabang stambuk keluarga/marga) terdapat nama Dja Maranggar yang memiliki dua saudara. (Ra)Dja Mangaranggar ini memiliki anak tujuh orang (laki-laki). Dari anak yang kedua (Ra)Dja Mangaranggar memiliki tiga anak: dua diantaranya bernama (Ra)Dja Laoet dan (Ra)Dja Habiaran. Dengan kata lain Ra(Dja) Mangaranggar memiliki cucu bernama (Ra)Dja Laoet dan (Ra)Dja Habiaran. Oleh karena dalam catatn sejarah (sumber surat kabar) hanya menyebut Ranggar Laoet dan Soetan Habiaran boleh jadi ini adalah bersumber dari tiga nama: Ranggar (kakek), Laoet dan Habiaran (cucu-cucu). Jika Ranggar Laoet merujuk pada satu orang kemungkinan (Ra)Dja Laoet mengkombinasikannnya dengan nama kakeknya.

Namun demikian bahwa nama-nama Ranggar, Laoet dan Habiaran tidaklah serta merta merupakan satu-satunya stambuk keluarga/marga tersebut yang mengerucut pada kesimpulan. Hal ini karena sampel cabang stambuk keluarga.marga ini yang ada tentu baru sebagian saja. Masih banyak cabang stambuk keluarga.marga yang perlu dikumpulkan dan memerlukan penelusuran. Silahkan para pembaca berkontribusi agar bisa memastikan siapa Ranggar Laoet dan Soetan Habiaran

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar: