Sabtu, Juli 12, 2014

Sejarah Catur Indonesia : Bermula di Tanah Batak


Baca juga:


Sudah sejak lama permainan catur ada di Indonesia. Di Tanah Batak, permainan catur ini sudah sejak lama pula dikenal. Namun permainan catur ini baru populer sejak orang-orang Belanda datang ke Indonesia. Bentuk dan cara bermain catur ala Batak dengan Eropa/Belanda ada perbedaan (berita-berita koran Belanda tidak menyebut perbedaannya apa). Diduga bentuk dan permainan catur di Tanah Batak diadopsi dari salah satu dua sisi persentuhan komunitas Batak dengan asing: Di satu sisi menyebar dari pantai barat, pantai Sibolga, dimana pada masa doeloe pelabuhan-pelabuhan yang ada di sekitar Tanah Batak (yang kemudian disebut Tapanoeli) merupakan pertemuan para pedagang dari berbagai negeri di dunia (termasuk India Selatan--situs Lobu Tua) dan pedagang-pedagang Tanah Batak melakukan transaksi dagang terutama kamper, damar dan kemenyan.Di sisi yang lain menyebar dari pantai timur, daerah aliran sungai Barumun di area (situs) percandian Portibi, Padang Lawas, tempat koloni India Selatan (era King Cola I) dalam eksplorasi emas pada abad kesebelas.

Buku sejarah catur di Batak, 1905
Di Tanah Deli, keberadaan catur Batak itu belum dikenal. Akan tetapi orang-orang Batak yang merantau ke Tanah Deli cepat memahami dan mengadopsi cara bermain catur Eropa/Belanda. Permainan catur ala Eropa/Belanda ini di Tanah Deli sudah lama dilakukan oleh komunitas orang-orang Eropa/Belanda. Dari komunitas-komunitas catur inilah, anak-anak muda Batak mulai mengadopsi catur ala Eropa/Belanda. Akibatnya, lantas, lambat laun, cara bermain catur ala Eropa/Belanda ini cepat mengalami difusi di Tanah Batak yang akhirnya, catur ala Batak lambat laun ditinggalkan oleh generasinya sendiri. Sejak itu, catur ala Eropa/Belanda menggantikan catur ala Batak di seluruh penjuru Tanah Batak.

Sejarah catur Indonesia, berita pertama datang dari koran Sumatra Post di Medan, 1904

Meski permainan catur sudah populer di kalangan orang-orang Belanda, baik di Batavia, Deli, Semarang dan lainnya, tetapi tidak satupun koran-koran Belanda yang memberitakan ‘permainan otak’ ini. Berita keberadaan catur di Indonesia kala itu terpasung oleh berita-berita sepakbola (kala itu masih dengan otot) yang sudah mulai mendapat porsi di koran-koran Belanda. Sontak, koran-koran berbahasa Belanda tiba-tiba bergetar dengan berita pertama yang dimuat koran Sumatra Post yang terbit di Medan tanggal 17 Juni 1910. Berita dari Medan ini dikutip dan dipublikasi ulang oleh koran-koran di Batavia, Semarang dan Surabaya. Berita apa itu?

Namun sebelum berita itu diungkapkan ke permukaan, mari kita simak edisi terdahulu koran Sumatra Post ini yang pernah menyajikan secuil kisah (feature) catur di Tanah Deli (edisi 11-06-1904). Koran ini mengisahkan adanya pertemuan dua laki-laki di sebuah kebun (plantation). Laki-laki pertama adalah seorang Abtenar, pejabat Belanda datang ke kantor pengusaha kebun (Planter) asal Jerman (nama Muller). Dialog mereka dalam kisah itu, seperti ini:

Abtenar: “Anda tidak berpikir mungkin untuk melakukan permainan catur?”
Planter:  "Saya penggemar berat ..."
Petugas:  "Apakah bijaksana jika saya sarankan Anda untuk bermain game?”
Planter:  "Sebaliknya, saya senang sekali untuk memiliki kesempatan untuk bermain catur lagi ..."

Lantas, papan catur  dibawa turun, dan segera terjadi hiruk pikuk para pegawai kebun karena segera akan ada eksebisi dua pria dalam permainan catur. Pertandingan dimulai, banyak pegawai kebun menonton. Setelah lama, permainan berakhir. Tiba-tiba Muller mengangkat bahu dan bergerak ke sudut area tertentu, sambil teriak: “Saya raja catur!’. Abtenar itu ternyata bertindak sportif, lalu menghampiri Muller. Petugas: “Anda bermain baik, Mr Muller! Saya memujimu”. Abtenar memuji kembali: “Anda bermain sangat baik, bahkan lebih baik daripada yang Anda pikirkan!". ‘Hidup Grobmann, hidup Grobmann, hidup Grobmann”, sorak sorai para pegawai merayakan kemenangan Muller alias Grobmann.

Kisah di atas yang dimuat koran Sumatra Post merupakan informasi pertama adanya tentang eksistensi catur di Indonesia pada masa itu. Ini menggambarkan bahwa permainan catur di kalangan elite di Tanah Deli adalah suatu permainan prestisius. Juga dari kisah ini telah mampu menggambarkan, betapa rakyat juga telah mengapresiasi permainan catur ini dan rakyat bahkan pegawai kebun bisa memainkannya juga dengan baik. Kisah lainnya datang dari seorang pelancong Prancis (Will Le Mair), yang menulis kisah perjalanannya kelililing dunia termasuk di sekitar Sumatra, Penang dan Singapore dan dikirimkan ke koran Sumatra Post. Dalam kisah yang ditulis 16 Februari 1906 dan dimuat Sumatra Post pada edisi Sumatra Post 19-02-1906:’…saya cukup kaget di kapal-kapal Belanda di setiap ruang makan dan ruang relaksasi selalu terdapat perangkat permainan catur’. Kisah ini juga menggambarkan betapa permainan catur sangat disenangi oleh orang-orang Belanda, bahkan di tengah lautan sekalipun.

Pecatur dari Tanah Batak menantang pecatur Belanda (Schakers uit de Bataklanden), 1910

Dua tulisan (feature) yang dimuat koran Sumatra Post itu mendahului berita pertama tentang catur yang dimuat Sumatra Post yang telah menggetarkan dunia persuratkabaran pada waktu itu. Koran Sumatra Post terbitan 17 dan 18 Juni 1910 memberitakan kedatangan dua anak Batak dari Tanah Karo datang ke Medan untuk menantang pemain catur terkuat dari orang-orang Eropa yang tergabung dalam klub catur di Medan. Klub catur Medan bernama ‘Die Witte Societeit’ juaranya adalah Mr. Platte. Pecatur kuat orang Eropa/Belanda di Medan itu dapat dikalahkan dua anak muda ini. Koran Het nieuws van den dag: kleine courant, 16-07-1910 yang mengutip dan meringkas berita koran Sumatera-Post pada tanggal 17 dan 18 Juni 1910 menyajikannya sebagai berikut:

…dua anak Batak, telah datang ke Medan dan bermain catur di klub "Die Witte Societeit" dan ingin menantang pemain catur terkuat orang Eropa/Belanda yang ada di Medan…koran ini memberi latar terhadap orang pedalaman ini..mereka (kedua anak muda itu) datang dari kampong di pedalaman, dimana biasanya mereka bermain catur di rumah atau bale-bale yang hanya menggunakan perangkat catur yang sangat primitif, bijih catur yang dibuat sendiri, papan catur hanya ada di lantai bale-bale yang digoret dengan pisau, dimana penonton hanya melihat dengan jongkok dan setengah penonton lainnya hanya bisa bergayut di tiang-tiang bale-bale namun semuanya serius memperhatikan permainan.

Koran tersebut lebih lanjut menggambarkan pertandingan tersebut sebagai berikut: 'Sekarang mereka (kedua anak muda itu) yang kelihatannya sopan dan lugu telah duduk di kursi kayu bagus dan meja terbuat dari marmer, dan kelihatan mereka sangat khidmat untuk memainkan permainan ini. Mereka tidak tampak sakit (maksudnya kali grogi), tetapi mereka tampak tenang di bawah tatapan semua mata penonton (yang umumnya bule). Anehnya lagi, mereka enggan melihat muka lawan, dan selalu melihat ke bawah tetapi sesekali diam-diam mengintip wajah lawannya dari balik tangannya yang menyangga dagu/pipinya'….[suatu penggambaran yang humanis].

Pecatur dari Tanah Batak studi ke Eropa (Bataksche schakers naar Europa), 1911

Kisah dua anak Batak yang mengalahkan pecatur terkuat di Medan berlanjut. De Sumatra Post, 30-08-1910 dengan judul berita: ‘Bataksche schakers naar Europa’. Lagi-lagi, dua anak Batak yang diberitakan terdahulu  yang bernama Si Narsar dan Si Garang yang keduanya merupakan murid di sekolah guru di  Kabandjahe koran itu menyebut anak-anak Batak yang sangat cerdas dan beradab. Koran ini memberitakan kedua anak itu telah menerima undangan dari  de Koning uit Djember (yang baru-baru ini tinggal di sini, Medan), untuk datang ke Belanda/Eropa atas biayanya pengusaha itu sendiri, selama sepuluh bulan mulai bulan Januari 1911. Pengusaha ini bermaksud memperkenalkan anak-anak itu dengan dunia catur di Eropa dan semoga mereka bisa mendapat gelar  ETI master catur.

Sebelum ke Eropa, dua anak jago catur ini akan tinggal di Medan bersama Die Witte Societeit untuk melakukan persiapan rutin. Rencananya dari Medan ke Singapura lalu menuju ‘bapak asuh’ Mr. de Koning uit Djember. Kedua anak Batak ini menurut pejabat Belanda di Kabanjahe (Controller) yakin anak-anak berbakat ini akan belajar banyak dalam studi mereka, dan kembali ke kampong untuk mengajarkannya bagi banyak penduduk. Berita dari Medan ini dilansir koran Nieuwe Rotterdamsche Courant yang terbit di Rotterdam edisi 25-09-1910.

Koran De Sumatra Post, 28-10-1910 menyajikan suatu feature yang berjudul ‘Bataksche schakers’. Artikel ini berisi sebagai berikut:

…bakat-bakat alam ini harus didorong..Jika pria Batak ini nanti benar-benar tiba di Eropa, tidak perlu untuk menjaga sebagian besar gengsi ras kulit putih… salah satu master kami di Medan yang bermain reguler dapat dikalahkan dan dapat menghormatinya… sepertinya salah satu saudara pecatur yang berkulit berwarna mungkin dianggap salah tujuan ke Eropa…tetapi kita harus menyadari bahwa ini soal kapasitas..jadi sepertinya tidak ada yang kurang benar dalam hal ini…. sesuatu yang sangat istimewa, mungkin sekali unik dalam penyebaran peradaban, tapi ini sebuah fakta yang tidak jauh kurang penting dibandingkan penyelidikan dalam bidang kemampuan linguistik saja. Dibandingkan dengan di sini adalah kenyataan bahwa mereka adalah pria Batak sederhana dan alami, dan hanya beberapa kebutuhan yang mereka perlukan, tetapi mereka telah mengabadikan permainan catur ini di desa-desa mereka selama berabad-abad dan bahkan diantara  suku-suku lain yang tidak tahu permainan ini, mereka yang pertama… jadi mungkin kita bisa menemukan Socrates di sini…fakta ini mungkin tidak begitu luar biasa…tapi mengirim mereka ke Eropa adalah sebuah acara hak istimewa, untuk memberikan mereka kesempatan mereka untuk mengetahui cara bermain pada dunia yang memiliki peadaban yang cukup tinggi….Kekuatan master catur kami dari sini adalah mengenal sekali hal detail terkecil, dan mungkin mereka masih berpikir murni, semua mungkin dan selama berabad-abad oleh generasi berbeda, diuji dan bukan dipelajari, yaitu menunjuk untuk menangkap permainan..sehingga satu dan dua ratus jumlahnya di sini….melihat ini kapasitas besar memori untuk saat ini menjadi tidak berguna. Juara master catur kita bahkan kemudian harus menuju pribumi sendiri merasa seperti pemula versus lebih maju…Dan sekarang kita ingin sungguh-sungguh berharap bahwa mereka tidak akan perlu untuk bermain? Kita harus fair untuk untuk sesama warga kami berkulit coklat…Sebaliknya, mari kita berharap bahwa kita akan mendapatkan  dan membuat permainan praktis membuat pria ini tahu kesempatan..dan sekarang dalam karya-karya standar, catur permainan modern, juga, sebagai landmark khusus, tempat permainan Batak akan diizinkan untuk diarusutamakan.

Berita terakhir dari Medan sebelum dua anak Batak ini ke Eropa dimuat koran De Sumatra Post edisi 14-12-1910. Koran ini  memberitakan dari Asosiasi Catur Medan dilaksanakan dua pertandingan. Di kelas pertama pertandingan catur, dimenangkan oleh Mr Schneider, yang semalam mencetak kemenangan atas juara Batak Si Narsar. Kelas kedua belum dimainkan kembali.

***
Setelah cukup lama tidak ada kabar berita tentang dua anak Batak ini (yang diundang studi catur di Eropa), koran De Sumatra Post edisi 10-06-1912 memberitakan bahwa Si Narsar, brilian Batakschaker, masih belum terkalahkan di Deli. Dia main catur dari hari ke hari, di mana pun ia menemukan kesempatan, dan bahwa ia juga mendapat teori bukaan untuk mengatasi dengan pikiran cepat. Besok Si Narsar diundang untuk bermain di Die Witte Societeit.

Koran Nieuwe Rotterdamsche Courant yang terbit di Belanda terus memantau sepak terjang si Narsar. Pada edisi 25-02-1914 menulis bahwa beberapa pekan terakhir, koran-koran di Hindia Belanda (Indonesia) sangat intens memberitakan tentang seorang Bataktchea yang permainan caturnya semakin mempesona. Diuraikan koran ini, Narsar bahkan telah melakukan pertandingan simultan (permainan dimainkan secara bersamaan) dengan hasil yang baik, termasuk klub dari komunitas-komunitas catur di Batavia dan Magelang. Tanggal 7 Januari di Batavia memenangkan semua pertandingan dan satu partai membuat satu remis, Pada tanggal 9 Januari, ia memenangkan tujuh file pertandingan dan hanya satu partai yang kehilangan (maksudnya kalah). Juga disebutkan koran ini Narsar juga telah memainkan pertandingan melawan 28 pecatur dalam 90 partai, semuanya dimenangkan kecuali satu partai remis. Narsar juga melakukan pertandingan di Magelang dan Semarang yang semuanya dimendangkannya. Koran ini juga mengutip pernyataan Mr. Van der Buhle dan Onnen yang diartukalasi bahwa "apa yang sudah dalam dunia catur Hindia Belanda dari seoarang anak Batak terbilang dengan menggunakan gerakan dan aksi yang tidak lazim. Bahkan hal ini terlihat ketika berhasil melawan sejumlah pecatur-pecatur tangguh orang Belanda. 

File database Si Narsar yang disajikan koran Rotterdam, 1914
Koran ini lebih lanjut menulis, bahwa melihat sepak terjang Si Narsar ini, boleh jadi dimungkinkan bahwa pecatur Eropa/Belanda akan datang kepada dirinya yang rata-rata mereka bergelar master. Anak jenius dari Batak ini sangat luar biasa. Dalam sejarah, prestasi fantastis ini hanya pernah di dengar sekitar abad ketujuh masehi dari seorang pecatur Persia. Pecatur Batak ini yang berasal dari suku di negara kami Hindia Timur adalah harta kami. Kami juga pernah mendengar potensi alam ini dari penduduk pulau Baton (mungkin Buton). Penduduk Baton telah belajar yang mirip dengan permainan ini pada tahun 1660, ketika Sultan Baton belajar dari seorang Admiral Cornell. Sangat disayangkan bentuk permainan mereka yang dulu telah hilang, seperti di negara Batak. Namun Batakscthe kini telah memahami aturan Nederlandtche juga sepenuhnya. Partai yang dimainkan oleh si Narsar pada pertandingan 6 Januari 1914 di Batavia, ia memegang putih dan lawannya hitam dan Narsar dapat membuktikan jauh lebih berseni. Berikut hasil analisis permainanya (lihat gambar, file database permainan tidak dicantumkan semua disini). Yang jelas menurut koran Rotterdam ini ada pengakuan di sana-sini, di mana Si Narsar tampak jauh jauh lebih kuat, dia melakukan yang terbaik. Vooalsnog heeit, waspadalah pecatur Batak (mungkin maksudnya jangan meremehkan pecatur-pecatur dari Batak).

Pandangan para ahli Belanda tentang pecatur dari Tanah Batak, 1919-1923

Sejak kedatangan dua anak Batak ke komunitas catur di Medan, orang-orang Eropa/Belanda baru menyadari anak-anak di pedalaman (Tanah Batak) sangat-sangat menyukai permainan catur dan sangat potensial. Lambat-laun, pecatur-pecatur muda mulai dikenal luas oleh orang-orang Eropa/Belanda di Medan. Bahkan (kemudian) para peneliti atau peninjau orang Belanda yang pulang dari Tanah Batak memberikan penilaian yang khusus dan cermat terhadap anak-anak Batak.

Padangan orang Belanda tentang bangsa Batak dimuat di koran  De Sumatra Post, 19-04-1919 yang mengindikasikan bahwa kecerdasan anak laki-laki Batak (menggunakan otaknya) sekitar nilai 8, Dasar pengembangan intelektual Batak sudah lama ada dan hadir. Mereka adalah sebuah bangsa yang telah mengadopsi catur dan diketahui bahwa game ini populer di Batak pada tingkat yang begitu tinggi, bahwa di antara mereka, jiwa-jiwa yang memiliki nilai 8 saat itu melebihi seratus ribu (orang), [Nilai delapan apakah sama dengan IQ di masa ini, kita tidak tahu maksudnya].

Potret Si Narsar, 14-07-1920 (Tropenm.)
Koran De Sumatra Post, 11-02-1921 menyajikan hasil sebuah penelitian terdahulu dari Batakschakers, di mana mata terlihat tajam tetapi dengan pikiran yang jernih. Well, Sir, atau dari yang ia inginkan hanya... catur. Koran De Sumatra Post, 25-09-1923 menyajikan hasil perjalanan Dr Berlage yang meneliti tentang rumah (arsitektur) Batak.  Dalam surat terakhirnya di "Tanah Batak" tentang turnya di Hindia Belanda, Berlage menulis tentang apa yang dia lihat di negara-negara Batak dan di dataran tinggi: Satu tidak bisa membayangkan sesuatu yang lebih daripada karakteristik aristektur seperti Batakschen atau Minang-Kabauschen, namun di kampung Batak orang-orang terlihat berpakaian yang kuat, orang-orang di pendopo terlibat dalam catur, di mana para empu Batak juga berpartisipasi; dan (sementara) wanita Batak terlihat di dekat gudang melakukan menumbuk beras, atau membuat kain tenun, yang mereka lakukan dengan penguasaan yang sama. Dr Berlage juga menggambarkan sebuah titik tengah utama desa yang disebut "djamboer", suatu ‘gedung’ yang kurang lebih ada dalam setiap desa Batak, dimana setiap orang bisa berbicara, gezeischapt, merokok dan lainnya...saya melihat di djamboer ini sebagian besar permainan catur dilakukan. Satu hal lagi tampaknya menurut Dr. Berlage, bangsa Batak telah terseleksi dengan ketat akibat epidemic penyakit yang mematikan di masa lalu, tetapi hidup tidak kekurangan di alam Tanah Batak yang subur (mortality vs nutrition).

Para pecatur Batak migrasi ke Batavia, 1926

Kisah pecatur dua anak Batak (dan juga tentang studi catur di Eropa) yang menghebohkan orang-orang Belanda di Medan menjadi tonggak pemberitaan catur di Indonesia khususnya di Tanah Batak dan Medan telah lama berlalu. Selanjutnya berita para pecatur Batak telah bergeser dan migrasi ke Batavia. Koran Bataviaasch nieuwsblad, 21-08-1926 mengabarkan bahwa klub catur orang Batak yang bernama ‘Jong Batak’ telah didirikan di Batavia beberapa bulan lalu yang anggotanya orang-orang muda dari Tanah Batak. Koran Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 21-08-1926 juga memberitakan kabar ini dan menambahkan dalam beritanya klub catur "Jong Batak", kemarin malam bertamu ke klub catur Zustervereeniging ‘Schaakmat’ yang bertempat di aula Waterlooplein. Pada pukul 09:30, pertandingan catur beregu dimulai dengan hasil imbang. Hasil selanjutnya lihat gambar di samping ini. Meski hasilnya imbang, para pemain ‘Schaakmat’ yang tergolong tim terkuat di Batavia, memberikan pujian untuk melihat bahwa "Jong Batak" adalah lawan yang mana harus diperhitungkan. Dalam pertandingan ini ‘Schaakmat’ berada di papan catur dengan warna putih.

Juara catur Belanda, Dr Euwe berkunjung ke Medan, Agustus 1930

Kabar catur dari Tanah Batak dan semakin intensnya pertandingan catur di Indonesia akhirnya menggoda juara catur Belanda, Dr. Euwe untuk datang ke Indonesia. Koran Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 04-02-1930 memberitakan bahwa pecatur Belanda Dr Euwe akan ke Deli. Ini adalah program sementara ‘De Nederland-Indie Schaakbond’ (federasi catur Hindia Belanda) yang mengajukan proposal juara Belanda itu untuk datang ke Medan. Usulan ini diterima oleh Medansche Schaakvereeniging (Asosiasi Catur Medan) melalui pesan telegraf yang dikirim dari Java. Ini artinya Dr Euwe jadi sebelum mengambil tur Java selama seminggu akan berada di persinggahan pertama di Pantai Timur, di mana terdapat Asosiasi Catur Medan. Dr Euwe akan melakukan pertandingan simultan terhadap anggotanya, memperkenalkan program, yang juga berupaya untuk dilakukan untuk kalangan akademik. Dr Euwe juga diharapkan untuk membangun, mengunjungi beberapa komunitas catur di Hindia Belanda untuk memberi kesempatan masing-masing juara catur dari komunitas catur yang ada. Dalam kunjungan Dr Euwe ini bahkan diselipkan satu program khusus untuk mengunjungi Brastagi di mana sejumlah pemain Batak akan bertemu dengan Dr Euwe menjadi kenyataan. Koran Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië ini menambahkan dan menutup beritanya: Sama seperti Anda mungkin tahu, orang Batak adalah bangsa pecatur. Banyak dari mereka adalah anggota dari Asosiasi Catur Medan di mana mereka dihargai sebagai kekuatan ajaib.

Koran Algemeen Handelsblad menyajikan berita Dr, Euwe pada edisi 21-08-1930 yang isi beritanya adalah Dr Max Euwe di Hindia Belanda. Dalam kunjungan pertama, Euwe di Medan, juara catur Belanda ini mendapat lima kemenangan dan sekali imbang. Dalam pertandingan yang dilangsungkan di Medan, 20 Agustus. Dr Max Euwe, juara catur Belanda, yang di sini tiba untuk membuat tur catur dari Hindia Belanda untuk suatu konsultasi dan juga melakukan pertandingan eksebisi melawan trio pemain terkuat Medansche Schaakvereeniging, Mr. Lantzius, Meurs dan Basoeki. Selain tiga itu, Dr. Euwe juga melakukan pertandingan eksebisi terhadap tiga pecatur terkuat Batak. Dr. Euwe memenangkan lima partai dan bermain sekali imbang dalam melawan maestro pecatur asal Tanah Batak bernama Si Tomboek (5 1/2 - 1/2 untuk Euwe). Pada hari berikutnya, Dr. Euwe melakukan pertandingan simultan sebagaimana dilaporkan koran Het Vaderland : staat- en letterkundig nieuwsblad, 22-08-1930 sebanyak 36 partai sekalugus, 34 partai dengan kemenangan, dan lagi-lagi, dua anak Batak dengan hasil remis (tidak disebutkan apakah Si Prang, Si Hoekoem, atau Si Toemboek).. 

Juara catur Belanda, Dr. Euwe di Medan, 20-08-1930 (lihat tiga anak Batak)
Di koran Algemeen Handelsblad edisi 01-10-1930, Dr. Euwe mengungkapkan bahwa dia telah bertemu salah satu komunitas catur yang memiliki karakteristik yang unggul dari pribumi Batak di Deli. Anak-anak Batak itu, meski tidak bisa berbicara sempurna bahasa Melayu, tetapi mereka sangat luar biasa, sekalipun tidak pernah kontak dengan bangsa Eropa/Belanda, namun kekuatan bermain mereka setara dan sangat mirip dengan kita orang Eropa/Belanda. Memang mereka tidak memiliki teori pembukaan tapi di dalam permainan gerakan mereka sangat taktis, terbilang sangat cepat dan bahkan mereka punya endgames yang sempurna. Fakta bahwa anak-anak Batak tetap master dalam endgame. Sepantasnya mereka diletakkan dalam posisi master di dalam permainan catur. Saya harus mengakui wawasan intuitif mereka yang sebenarnya. Saya dengar mereka bahkan mengalahkan Dr Lasker dalam kontes sebelumnya. Saya berharap bertemu lagi dalam pertemuan kedua nanti di akhir tur saya, aku punya rencana, menjelaskan kepada sejumlah pecatur Batak beberapa permainan akhir (endgames) yang lain. Kesan umum saya sejauh ini adalah bahwa kehidupan catur di Hindia Belanda sangat menggembirakan. Kita harus mendorong salah satu daerah yang memiliki kekayaan permainan catur di Tanah Batak berkembang, sebagai kekecualian. Secara umum jumlah fans di Hindia Belanda dalam persentase yang lebih besar daripada di negara manapun di dunia.

Dr. Euwe penasaran kepada pecatur Tanah Batak, kembali lagi ke Medan, Oktober 1930

Sesuai janji Dr. Euwe, ia benar-benar menepatinya. Setelah berkeliling Jawa seperti Batavia, Semarang, Surabaya, Jember dan Jokya, juara Catur Belanda ini dengan sengaja turun dari kapal yang membawanya pulang bersama istri ke Belanda di Belawan. Rupanya Dr. Euwe penasaran dengan kejeniusan anak-anak Batak ini. Sebagaimana dilaporkan koran Het volk : dagblad voor de arbeiderspartij, 09-10-1930, Dr Euwe melakukan pertandingan lagi dengan dua dari tiga anak Batak itu, yakni dengan Si Hoekoem dan Si Prang pada tanggal 7 Oktober 1930 di Medan. Anehnya, Dr. Euwe ingin memberi pelajaran malah mendapat hasil yang sebaliknya. Si Prang dapat dimenangkannya, tetapi malah Dr. Euwe kalah sama Si Hoekoem. Kemana Si Toemboek, tidak dilaporkan.Yang jelas, kekalahan dari Si Hoekoem inilah yang menyakitkan bagi Dr.Euwe selama turnya di Hindia Belanda. Klasemen terakhir (kumulatif) anak-anak Batak vs Dr Euwe sebagai berikut:.menang 3 kali, remis 1 kali dan kalah 1 kali.

Ternyata Dr. Euwe tidak kecewa. Keilmuannya mengalahkan gengsinya dikalahkan oleh anak Batak dari kampung di pedalaman Tanah Batak. Mr. Euwe yang seorang sarjana, malah ingin mengetahui lebih dalam mengapa ia kalah sama Si Hoekoem. Dr. Euwe ingin menganalisnya langsung bersama Si Hoekoem. Yang tadinya ingin segera hengkang dari Medan, malah Dr. Euwe menunda keberangkatannya. Dr. Euwe ingin mewawancarai langsung Si Hoekoem. Dengan bantuan penerjemah di gedung De Wit Societie Medan Dr. Euwe awalnya ingin wawancara tapi malah justru berdiskusi (dialog). Dr. Euwe tidak menyangka bahwa Si Hoekoem bisa menganalisis permainan, mulai dari pembukaan, gerakan dan endgame. Hasil wawancara, eh hasil diskusi yang ditulis sendiri oleh Dr. Euwe itu (termasuk notasi caturnya) dimuat di koran Het volk: dagblad voor de arbeiderspartij, 25-10-1930 dengan judul beritanya: 'Dr. Euwe interviewt Si Hoekoem. De Batakker toont een zeldzaam juist oordeel. Besloten werd met een partij volgens de Bataksche spelregels'. Intinya: anak-anak Batak ini, terutama Si Hoekoem telah memberi saya banyak pemahaman. Awalnya saya yakin menang, sebagaimana juga menurut penonton, tetapi di akhir permainan Si Hoekoem melakukan gerakan diluar dugaan saya. Dan Si Hoekoem menang. Saya bisa menyimpulkan bahwa permainan game anak-anak Batak murni intuitif--tidak text book. Saya salut, dan saya banyak belajar dari mereka anak-anak yang cerdas ini.


Klub 'Satoer Batak' menjadi yang terkuat di Batavia, 1931

Koran Bataviaasch nieuwsblad, 28-12-1931 memberitakan telah didirikan organisasi catur (Batak verecniging van Batakschc schaker). Pendirian ini digagas oleh J.H. Hoetabarat yang diberi nama "Satoer Batak". Nama orgnisasi ini sesuai dengan lapal di Tanah Batak tentang catur yang desebut satur. Koran Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 15-02-1932 melaporkan pertandingan antara klub Return-wedstrijd Kramat melawan klub De Pion. Dalam clubhouse Kebon Sirih telah kontes pembalasan terjadi antara Kramat dan De Pion. Tim Kramat datang lengkap, termasuk Liethof, Paulides dan Perancis. Klub De Pion menang dengan skor 81/2 – 71/2. Dalam tim Kramat ini termasuk pemain asal Batak bermarga Harahap. Adanya anak Batak di tim bangsa Belanda karena ada motto dalam dunia catur: ‘gens una sumus’ yang artinya kita semua bersaudara. Belum pernah didengar dalam permainan catur terjadi tawuran—mungkin ini bedanya otak dengan otot. 

Koran Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 26-03-1932, melaporkan bahwa Ned.-Ind. Schaakbond (NISB) yang dipimpin ketua J.H. Ritman melangsungkan rapat umum. Pimpinan klub yang hadir antara lain, klub dari Ungaran, Jember dan Lawang; klub Djien Gie Lee Tic Sien dari Surabaya, klub ‘Satoer Batak dan klub De Pion dari Batavia; klub Bubble Tower dari Sungei-Gerong; klub Lua Chiao Tsin Nien Hui dari Surabaya; klub dari Plaju, klub dari Padang, klub Mr. Cornelis dari Batavia; klub dari Semarang dan klub dari Bandung serta klub dari Majalengka. Klub dari Deli tampaknya tidak terlihat terwakili dalam hal ini. Apakah mereka enggan bersaing dengan klub Tanah Batak ‘Jong Batak’ dan suksesinya ‘Sator Batak’ yang telah didirikan dan memilih homebase Batavia?. Koran ini juga menyajikan struktur organisasi dan bidang-bidangnya yang merupakan hasil kongres pada tanggal 2 April 1931.

Koran Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 04-04-1932, melaporkan bahwa pada hari Kamis pukul 20:00 di klub Mr. Cornelis di Batavia telah dilangsungkan pertandingan persahabatan antara klub catur "Satoer Batak." dengan tim dari "Mr Cornelis", Tim dari klub Mr. Cornelis juga diperkuat beberapa pemain dari Schackmat, Kramat. Dalam pertandingan beregu ini terdapat sebanyak 20 partai (20 vs 20 pecatur). Berikutnya, koran Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 05-04-1932, melaporkan pertandingan persahabatan beregu antara klub De Pion dengan klub ‘Satoer Batak’ yang terbagi dua kelompok. Kelompok pertama berakhir imbang, dan kelompok kedua dimenangkan oleh ‘Satoer Batak’. Selanjutnya, koran Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 12-04-1932 juga kembali melaporkan pertandingan yang dilakoni tim 'Satoer Batak'. Pertandingan pertama antara Schaakmat melawan ‘Satoer Batak’. Tim Satoer Batak memiliki tiga kali dalam kemenangan gemilang. Pertandingan kedua 'Satoer Batak' melawan tim De Pion, yang mana tim 'Satoer Batak' menang dengan skor 15-7. 

Koran Soerabaijasch handelsblad, 29-04-1932 yang terbit di Surabaya, melaporkan pertandingan yang dillangsungkan pada 19 April antara dua klub terkuat di Batavia, yakni Schaakmat vs 'Satoer Batak'. Pertandingan yang diselenggarakan di KSB itu dipadati oleh penonton yang datang berbondong-bondong, yang ingin mengikuti permainan dua klub itu. Pada partai-pertai awal banyak pemain Schaakmat 'dibantai' yang mana tim 'Satoer Batak' leading dengan memimpin 6-0. Urutan pertandingan dimulai dari jagoan sampai yang lemah (seperti beregu dalam bulutangkis). Namun demikian, hasil keseluruhan berakhir dengan skor 13 1/2 -12 1/2 (lihat gambar di samping). Pada partai pertama berhadapan juara dari Java Champion Mr. WF. Werthelm dari klub Schaakmat berhadapan dengan pimpinan klub 'Satoer Batak', Mr. J.H. Hoetabarat. Dalam pertandingan ini pemain Schaakmat yang bertanding diantaranya Ehee, Ritman, Llchtendahl, Frahm, Verstoep, Rumate, Rosmüller, dan Wensveen.

Sementara itu, koran Bataviaasch nieuwsblad, 02-05-1932 melaporkan hasil kompetisi internal klub 'Satoer Batak' yang anggotanya sebanyak 52 pemain. Secara keseluruhan, tidak kurang dari 1.326 partai akan diperlukan dalam kompetisi internal ini. Untuk sementara W. Hoetabarat berada di peringkat teratas, disusul J.S.M. Hoetabarat dan F. Panggabean. W. Hoetabarat sudah memainkan 16 partai, sementara J.S,M Hoerabarat dan F. Panggabean, masing-masing baru memainkan 14 pertai. Klasemen sementara hingga pada tanggal 27 April 1932 adalah sebagai berikut:


Klub ‘Satoer Batak’ di masa perang, 1941-1949

Klub ‘Satoer Batak’ hingga menjelang pendudukan Jepang, masih eksis dan tetap menjadi klub terkuat sejak 1931. Partai terakhir yang dimainkan oleh tim ‘Satoer Batak’ adalah melawan klub Hsing Chung Hui. Klub ’Satoer Batak’ diundang oleh klub yang baru didirikan ini dalam rangka untuk memperkenalkan klub ke public catur di Batavia. Partandingan beregu yang dilaksanakan Jumat 28 Maret 1941 ini berakhir dengan kemenangan 6-4 untuk tim Satoer Batak sebagaimana diberitakan koran Bataviaasch nieuwsblad edisi 31-03-1941.

Klub ‘Satoer Batak’ juga diberitakan (Bataviaasch nieuwsblad, 19-04-1941) akan ikut ambil bagian dalam pertandingan massal yang akan diselenggarakan pada tanggal 30 April 1941. Pertandingan ini akan melibatkan 100 tim catur dengan sistem kompetisi. Dikatakan massal karena kompetisi ini disponsori dan pertamakali oleh Departement van Economische Zaken (Departemen Urusan Ekonomi). Tujuannya adalah untuk menyemarakkan ulang tahun Ratu Juliana. Kompetisi dibagi ke dalam tiga kategori, yakni: tim-tim perkantoran pemerintah; tim-tim perusahaan; dan tim-tim professional mewakili klub. Tim ‘Satoer Batak’ masuk dalam kategori tim-tim professional alias klub. Bagaimana hasil kompetisi ini tidak diketahui, karena inilah pemberitaan klub ‘Satoer Batak’ yang terakhir sebelum terjadinya pendudukan Jepang.

Setelah perang, klub-klub berbasis bangsa Belanda sudah beberapa waktu yang lalu memulai aktivitasnya. Klub ‘Schaakmat’ yang menjadi seteru klub ‘Satoer Batak’ sebelum perang merajai panggung percaturan di Batavia. Ketidakhadiran, entah kemana para pemaian catur asal Tanah Batak itu (pulang kampong atau ikut perang?), memosisikan klub ‘Schaakmat’ dipuncak kejayaannya di Batavia. Namun tak dinyana, klub ‘Satoer Batak’ muncul kembali di Batavia.

Koran Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 02-08-1948 melaporkan pertandingan yang sangat mendebarkan (mungkin perseteruan juga terjadi di medan perang) menurut koran ini telah terjadi pada tanggal 1-8-1948. Klub ‘Schaakmat’ dapat mempertahankan rekor tidak terkalahkan setelah perang dengan mampu mengalahkan klub ‘Satoer Batak’ dengan skor 8-7. Menariknya, di tim ‘Schaakmat’ pertamakali terdapat seorang militer, berpangkat kapten. Dj. Siahaan mampu mengalahkan Kapt. C.M.B. Dixon. Mungkin bagi Siahaan ini suatu prestasi tersendiri, ketika suasana baru habis perang.

Koran Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 11-10-1948 memberitakan kembali perseteruan antar dua klub papan atas ini. Menariknya lagi, komandan militer itu juga masih ada dalam tim ‘Schaakmat’. Kali ini, Kapt. C.M.B. Dixon dapat mengalahkan lawan tandingnya J. Simamora. Tidak hanya Dixon, di tim ‘Schaakmat’ juga ada Dr. W. Euwe (saudara Dr, M. Euwe yang kini telah menjadi juara dunia). Namun, nama besar itu, dapat dikalahkan oleh F. Panggabean. Akhirnya pertandingan beregu itu, membuat lega para pemain tim ‘Satoer Batak’ karena bisa pulang dengan tegak dengan kemenangan 7 ½-4 ½. Ini berarti klub ‘Satoer Batak’ revans terhadap klub ‘Schaakmat’ yang mengalahkannya sebelumnya. Klub ‘Satoer Batak’ kembali mampu mengatasi klub ‘Schaakmat’.

Koran Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 14-05-1949 kembali memberitakan pertarungan dua klub jagoan pasca perang itu. Pertandingan ini telah berlangsung pada tanggal 22 April yang lalu. Kembali, klub ‘Satoer Batak’ mengalahkan klub ‘Schaakmat’ dan pulang dengan keunggulan skor 11-6. Dalam partai yang dimainkan oleh Dr. W. Euwe berakhir remis dengan menahan imbang H. Sormin. Untuk Kapt. Dixon dapat diatasi oleh F. Hoetabarat. Koran Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 17-09-1949 kembali memberitakan agenda pertandingan antara empat klub di Batavia yakni klub Chung Hua, klub Schaakmat, klub ‘Satoer Batak’, dan klub ‘Het Vliegende Paard’. Pertandingan silang ini akan dilaksanakan pada tanggal 22 sampai dengan 25 September di area Kemayoran. Hasil pertandingan empat klub papan atas Batavia ini tidak diketahui, karena inilah berita terakhir tentang klub ‘Satoer Batak’.

Era pecatur Batak berlalu, Era Percasi muncul, 1950

Sejak pemberitaan di koran-koran berbahasa Belanda di Indonesia dan di Rotterdam tahun 1910, diketahui telah banyak bermunculan komunitas-komunitas catur di beberapa kota besar dan juga didirikannya sejumlah klub catur. Klub-klub yang ada waktu itu sebagian besar adalah klub yang dihuni oleh pecatur-pecatur berbangsa Belanda. Satu-satunya klub pribumi yang didirikan dan bermarkas di Batavia bernama ‘Jong Batak’ dan suksesinya klub "Satoer Batak' ini semuanya beranggotakan pecatur asal Tanah Batak. Sedangkan klub-klub lain, ada yang murni Eropa/Belanda dan ada juga klub yang mayoritas anggotanya Belanda plus pemain pribumi, seperti dari pecatur asal Minahasa dan asal Tanah Batak. Semua klub-klub catur yang ada masa itu akhirnya bergabung sehubungan dengan didirikannya organisasi yang disebut Nederland-Indie Schaakbond (NISB)--Federasi Catur Hindia Belanda. Organisasi ini didirikan belum lama, yakni sebelum kedatangan juara Belanda, Dr. Euwe ke Indonesia. Kedatangan Dr. Euwe ke Indonesia, 1930 merupakan salah satu program pertama NISB.

Setelah kemerdekaan, NISB hilang sendirinya dari pembicaraan, yang kemudian muncul organisasi catur anak negeri (pribumi) dengan berdirinya Persatoean Tjatoer Seloeroeh Indonesia (PTSI) tahun 1950. Ketua pertama organisasi catur Indonesia ini adalah Dr. Suwito Mangkusuwondo. Kemudian PTSI yang kini dikenal sebagai Percasi (Persatuan Catur Seluruh Indonesia) yang pernah menjadi Ketua Umum, diantaranya: F.K.N. Harahap (1956-1964); Letkol Junus Samosir (1964-1967); dan Ir. Akbar Tandjung (1994-1998).

Era keemasan pecatur putra-putra Batak, seperti Baris Hutagalung di era 1950an tampaknya telah menyurut sehubungan dengan perubahan jaman. Anak-anak Batak yang sangat serius pada era Belanda, namun setelah era kemerdekaan anak-anak Tanah Batak ini tampaknya lebih menekankan perhatiannya pada bidang pendidikan?. Atau paling tidak, anak-anak Batak telah menurunkan derajat catur yang dulunya dianggap serius, kini menjadi semacam hiburan (bersenang-senang) belaka--untuk menenangkan hati atau menetralkan pikiran?. Dulu, teman-teman saya, tentu termasuk saya, diantara jam-jam belajar di tempat kos, habis jenuh dengan pelajaran pasti larinya main catur--menyenangkan memang tetapi juga tetap mampu menjaga ritme pikiran dan penalaran. Tapi, catur tetaplah 'satur' bagi anak-anak Batak hingga masa kini. Sangat disayangkan, sejauh ini di era Percasi anak-anak Batak seharusnya tidak hanya minim memberi kontribusi yang hanya diwakili Cerdas Barus sebagai grandmaster. Untuk yang bergelar Master Internasional hanya diwakili oleh Nasib Ginting, Salor Sitanggang dan Chelsie Monica Ignesias Sihite (WGM).

Sejarah catur Indonesia perlu diluruskan, 1986

Buku Sejarah Catur Indonesia oleh FKN Harahap
Untuk sekadar dipahami, kisah tentang sejarah catur di Indonesia dimulai di Tanah Batak. Pengakuan ini tidak hanya bersumber dari koran-koran semata, tetapi juga dari buku yang ditulis oleh peneliti asing pada tahun 1905. Armin Van Oefele pada tahun 1905 telah menerbitkan buku yang mendeskripsikan tentang kebiasaan orang Batak dalam permainan catur yang ditulis dalam bahasa Jerman dengan judul ‘Das Schachspiel der Bataker’. Monograf ini sudah dikutip oleh banyak buku sejarah catur dunia. 

Di era modern, buku sejarah catur di Indonesia penulisan sejarah catur Indonesia telah ditulis oleh seorang anak Batak pula, F.K.N. Harahap--yang pertama menulis sejarah catur di Indonesia dengan judul: Sejarah Catur Indonesia. Buku ini diterbitkan pertama kali 1986 oleh Penerbit Angkasa Bandung. [Saya belum pernah membacanya, isinya seperti apa]. F.K.N. Harahap sendiri dulunya adalah salah satu pecatur dari klub pribumi 'Satoer Batak' di era Hindia Belanda. F.K.N. Harahap adalah penulis hebat, puluhan buku dan artikel di suratkabar tentang catur telah ditulisnya. Pengabdiannya di dunia catur tiada bandingnya, F.K.N. Harahap telah belajar catur sejak memasuki sekolah dasar, mengasah kemampuan di komunitas, klub ‘Satoer Batak’ di Batavia, menimba ilmu catur ke negeri Belanda, dan masih menggeluti catur sampai umur tua. Di dalam buku yang berjudul ‘Di negeri penjajah: orang Indonesia di negeri Belanda, 1600-1950’ oleh Harry A. Poeze, nama F.K.N. Harahap beberapa kali disebutkan. Dia adalah anak Batak kedua yang pernah mengalahkan Dr. Euwe tahun 1933 di negeri Belanda (yang pertama, Si Hoekoem, sementara Si Narsar hasil remis).
***
Dalam khasanah catur Indonesia, kemudian buku-buku tentang catur ditulis dan diterjemahkan. Buku-buku yang sudah ditulis dan diterjemahkan itu antara lain berjudul ‘Sendi Dasar Ilmu Bermain Catur’ oleh Dr. M Euwe dan yang satu lagi berjudul: ‘Strategi dan Taktik dalam Permainan Catur’ oleh Dr. M Euwe. Kedua buku mantan juara catur Belanda yang berkunjung ke Tanah Batak itu diterjemahkan oleh Djamil Djamal. Anda tertarik menulis sejarah baru? Tapi, jangan lupa ada sejarah lama.

Semoga berita ini menambah pengetahuan Anda. Horas.
_____
Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber utama tempo doeloe.

Lihat juga:


Bag-8. Sejarah Padang Sidempuan: ‘Dr. Ida Loemongga, PhD, Dinasti Guru dan Dokter: Like Son, Like Father; Like Girl, Like Mother’ Dr. Sorip Tagor Harahap: Alumni Pertama Sekolah Kedokteran Hewan di Bogor (1912); Pendiri Sumatranen Bond di Belanda (1917)




Tidak ada komentar: